Kritik Program Recovery Kementerian PUPR, Bupati KSB Usulkan Adopsi Konsep PDPGR

KabarNTB, Sumbawa Barat – Bupati Sumbawa Barat, HW Musyafirin, mengkritisi program recovery pasca gempa yang ditetapkan  selama 6 bulan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Berbicara dihadapan Syamsi Gunawan, pejabat perwakilan kementerian PUPR dan pejabat lainnya di rapat evaluasi harian penanganan gempa di Taliwang, Selasa sore 28 Agustus 2018, HW Musyafirin menyatakan masa enam (6) bulan untuk infrastruktur yang rusak, termasuk rumah warga, sudah bisa ditempati dan dimanfaatkan dengan baik, terlalu lama dan akan menimbulkan persoalan yang lebih kompleks.

Apalagi, tidak lama lagi akan memasuki musim penghujan, dimana warga yang rumahnya saat ini rusak dan tinggal di pengungsian tidak mungkin lagi untuk tinggal di tanah lapang, serangan penyakit, bahkan kondisi psikologis. Belum lagi warga penerima bantuan stimulant dibebani dengan kewajiban administrasi untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana bantuan rehab rumah yang diberikan pemerintah.

Bupati Sumbawa Barat, HW Musyafirin saat berbicara di rapat evaluasi harian penanganan bencana gempa di Posko Utama, Selasa 28 Agutrus 2018

Ia mencontohkan program rumah swadaya yang digulirkan pemerintah  pasca reformasi yang konsepnya sama dengan program bantuan stimulant rehab rumah bagi warga korban gempa yang akan dilaksanakan. Dana bantuan program itu langsung ditransfer ke rekening penerima bantuan. Yang terjadi, program itu gagal total. Tetapi pemerintah justeru menganggap program itu berhasil karena uangnya sudah sampai ke penerima, padahal mereka (pemerintah) tidak mengawasi.

“Ini yang menjadi kesulitan kita dalam mengawasi penggunaan uang itu. Apalagi mereka (penerima bantuan) harus dibebani dengan administrasi segala macam. Ini pekerjaan tidak gampang. Kalau sekedar itu yang akan dilaksanakan PUPR, tidak akan bisa jalan,” ujarnya.

“Kalau enam bulan, saya mundur jadi bupati. Terlalu lama untuk kita tangani kondisi seperti ini. Dan itu, potensi masalahnya semakin parah. Sekarang kalau hujan, sudah ribut sudah (warga pengungsi), karena sudah tidak bisa lagi tinggal di lapangan,” cetusnya.

Karena itu, Bupati mengusulkan agar program recovery pasca gempa, dimana salah satunya adalah membangun kembali rumah warga yang roboh akibat gempa itu, dilaksanakan dengan mengadopsi konsep program daerah pemberdayaan gotong royong (PDPGR).

Ia menjelaskan lewat Program PDPGR dengan system gotong royong, Pemda KSB telah membangun sedikitnya 200 unit rumah layak huni untuk masyarakat tidak mampu. Rumah dimaksud berukuran 5×7 meter plus fasilitas MCK. Satu unit rumah menghabiskan Rp 30 juta dan hanya membutuhkan waktu pembangunan 21 hari dengan melibatkan Babinsa TNI, Bhabinkamtibmas Polri, agent PDPGR dan masyarakat.

Rumah dimaksud dengan bangunan semi permanen (konstruksi kayu, dinding setengah pasangan, setengah papan dan atap spandek) bisa menjadi hunian sementara dan bisa juga menjadi hunian permanen. Dengan anggaran Rp 50 juta (bagi rumah rusak berat) yang diberikan pemerintah, Bupati menyatakan rumah yang akan dibangun di masa recovery pasca gempa, dindingnya bisa full pasangan (tembok).

“Tidak ada tenaga tekhnis yang dilibatkan, hanya pendampingan administrasi dari PU. Kalau bicara tahan gempa, semua rumah yang telah dibangun (lewat program PDPGR) tidak ada satupun yang roboh akibat gempa,”.

“Kita punya agen PDPGR sebanyak 728 orang di setiap blok kawasan. Kalau pendekatan ini yang kita laksanakan, tidak akan butuh waktu lama,” demikian Bupati.(EZ)

iklan

Komentar