Wacana Interpelasi Penetapan Direksi dan Komisaris PTBPR Mencuat di DPRD NTB

KabarNTB, Mataram – Wacana pengajuan hak interpelasi untuk mempertanyakan penentuan direksi dan komisaris PT Bank Perkreditan Rakyat Nusa Tenggara Barat (PT BPR NTB) yang belum lama telah diubah statusnya menjadi PTBPR, mencuat di DPRD NTB.

Informasi yang beredar, penentuan jajaran direksi dan komisaris PTBPR diduga syarat kolusi karena munculnya nama ‘orang dekat’ pejabat teras di Pemprov NTB dalam usulan calon direksi dan komisaris dimaksud.

Wacana interpelasi disuarakan oleh Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Johan Rosihan. Johan melakukan interupsi di sidang paripurna DPRD tentang pembahasan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang dilaksanakan Rabu 10 Mei 2017.

Dalam interupsinya, Johan menyatakan penetapan jajaran direksi dan komisaris PTBPR telah melanggar peraturan daerah (Perda) tentang perubahan PTBPR NTB menjadi PTBPR.

Dalam perda, kata Johan, jajaran direksi dan komisaris untuk pertama kali (pasca perubahan menjadi PTBPR) ditentukan oleh gubernur dengan memperhatikan sejumlah syarat. Salah satu syaratnya, adalah harus dari internal BPR itu sendiri.

“Tapi dalam penelurusan kami, ada dua orang yang diajukan, baik direksi maupun komisaris yang diajukan itu diluar ketentuan Perda. Ini jelas-jelas melanggar Perda,” cetus Johan dalam Paripurna yang juga dihadiri oleh Wakil Gubenur itu.

Ia menegaskan FPKS akan menyampaikan nota keberatan atas pelanggaran Perda dimaksud. Apalagi sebelumnya eksekutif mengeluarkan pernyataan ‘kita boleh melanggar Perda’.

“Gampang sekali mengatakan kita boleh melanggar Perda. Mumpung kita membahas Perda ini, kalau misalnya kita bisa langgar Perda ini, tidak usah cape-cape kita bahas Perda. Saya ingin minta komitmen (eksekutif), mudah-mudahan bisa direspon wakil gubernur,” katanya.

Kepada wartawan usai Paripurna, Johan mengungkapkan FPKS menunggu respon dari eksekutif atas persoalan tersebut.

“Kita tunggu respon pemerintah daerah yang sudah dijanjikan Pak Wagub di Paripurna, bahwa persoalan ini akan diselesaikan di internalnya. Kita lihat bagaimana penyelesaiannya. Kalau tetap melanggar Perda, kita akan gunakan hak interpelasi dulu,” katanya.

Johan menegaskan, FPKS tidak mempersoalkan tentang siapapun yang ditunjuk menjadi direksi dan komisaris, karena asalkan berkompeten dan memenuhi syarat, siapapun bisa menempati posisi itu.

“Bukan soal ipar atau orang dekat. Ini soal peraturan daerah (yang dilanggar). Sebenarnya solusinya mudah, ajukan saja sesuai Perda syarat minimal tiga (orang). Kalau sekedar untuk mengurus ijin operasional, ajukan saja sesuai syarat minimal ini dulu. Kalau sudah dapat ijin operasional, kumpulin pemegang saham di RUP, tambah direktur tambah komisaris kan bisa. Tapi jangan sengaja seperti ini melakukan pelanggaran,” beber Johan.

Sementara Wakil Gubernur NTB, Muhammad Amin, menyatakan persoalan menyangkut PTBPR itu masih dalam tahap yang bisa dibahas. Ia menyatakan menghormati wacana yang muncul tentang penggunaan hak interpelasi oleh DPRD, tapi sebelum sampai ke tahap tersebut, masih ada forum yang bisa dilakukan untuk menyelesaikannya.

“Kalau ada hal yang tidak sempurna, kita sempurnakan. Apa susahnya ? kongkritnya nanti setelah kita lakukan pembahasan di internal. Memag masih ada ruang untuk adanya perbedaan pandangan, persepsi dan interpretasi. Karena itu saya menghargai forum-forum DPRD terkait masalah ini,” kata Amin.

Soal adanya ‘orang dekat’ pejabat Pemprov NTB yang masuk dalam jajaran direksi dan komisaris, Amin menegaskan tidak ada ketentuan yang melarang keluarga bahkan anak pejabat sekalipun untuk menduduki jabatan tersebut.

“Kalau kemampuannya memungkinkan kenapa tidak ?. Setiap orang punya rekam jejak, tidak mungkin negatif terus seumur hidup, pasti ada positifnya yang jadi pertimbangan,”.

“Yang jelas (penetapan direksi dan komisaris) tekhnisnya sudah ada yang menangani. Jangan bilang titipan karena ada prosedurnya. Kalau berkompeten siapapun boleh. Apakah dengan jadi pejabat, saudara atau anak kita tidak boleh menduduki jabatan tertentu ? Kalau begitu, rugi jadi pejabat,” timpal Amin.(Bi)

iklan

Komentar