Melintasi Sejarah Gerakan Islam Dari Kauman Hingga Seloto

” Catatan Singkat Pondok Pesanteren Al-Manar Sebagai Pondok Tertua di Kabupaten Sumbawa”

Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak lama, dan masing-masing fasenya telah meninggalkan catatan pelaku sejarah dengan berbagai bentuk gerakan didalamnya, yang kesemuanya menjadi pelajaran berharga untuk generasi selanjutnya. Sejarah peradaban Islam jawa, telah menempatkan Wali Songo sebagai poros gerakan pemikiran, panutan bagi seluruh komponen masyarakat, dari rakyat biasa hingga kaum priyayi. Tokoh lainnya KH. Hasyim Ashari tokoh pendiri NU, dan KH Ahmad Dahlan tokoh pendiri Muhammadiyah. Keduanya merupakan ulama besar yang mampu mencerahkan masyarakat dan membangun kesadaran serta pemahaman tentang Al-Quran dan Al-hadist sebagai samudera ilmu yang tiada pernah habis. Keduanya telah berhasil melahirkan karya-karya yang mampu melintasi zaman, dan menjadi referensi gerakan Islam masa kini.

Misi dakwah islam mengalami prosesnya gayung bersambut dari generasi ke generasi selanjutnya, dan dari daerah ke daerah lainnya. Salah satunya potret perjuangan KH. Ahmad Dahlan dalam membangun kekuatan basis Islam melalui gerakan Muhammadiyah, telah menginspirasi banyak kalangan dalam berkarya membangun bangsa. Berawal dari Desa Kauman sebuah Desa di Jogjakarta sebagai basis gerakan yang dipelopori oleh Darwis (Nama KH. Ahmad Dahlan waktu kecil). Pada tahun 1912 Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits.  Misi tersebut tentu dihadapkan dengan berbagai aral rintangan didalamnya. Tantangan yang berat datang dari berbagai pihak, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan, intimidasi datang silih berganti kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Berbagai tuduhan tersebut tidaklah membuat ia surut langkah, dan bahkan ia semakin gigih dalam memperjuangkan misi gerakannya.

Rentang waktu dari tahun 1912 hingga tahun 1978 ternyata mengalirkan semangat perjuangan gerakan Muhammadiyah hingga pelosok Sumbawa Barat. Perjalanan sejarah yang sama, pun kita jumpai di Desa Seloto Kecamatan Taliwang. Sebuah Desa yang berjarak kurang lebih 10 Km dari Kecamatan Taliwang, adalah salah satu Desa tertua yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat.  Berada di sebelah Timur Kota Taliwang, Desa Seloto dapat ditempuh dengan segala jenis kendaraan. Dengan jumlah penduduk berkisar 2600 jiwa ternyata telah mampu melahirkan seorang yang visioner yang mampu menggagas lahirnya lembaga pendidikan dengan misi utama dakwah Islam. Adalah KH. Muhammad Syiraj seorang tokoh pendiri Pondok Pesanteren Al-Manar. Hanya dengan berbekal ijazah Sekolah Rakyat (SR) bersama kawannya M.Saleh A.Majid, dan Pattawari Sebantan, ia mengawali langkah-langkah sederhana, menghidupkan pengajian warga, mengisi ceramah-ceramah agama di berbagai kegiatan kemasyarakatan, dan mendatangi warga untuk melakukan syiar Islam, hingga terbangunlah kebersamaan untuk mendirikan Pondok Pesantren Al-Manar Seloto.

Pada tanggal 1 Syawal 1348 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Januari 1978, pendirian pondok pesanteren Al-manar ini di awali dari aktifitas pengajian masyarakat disebuah rumah panggung yang berdiri diatas tanah berukuran 15 x 20 M. Rutinitas shalat berjamaah , dan dakwah Islam yang berlangsung setiap hari, dibimbing langsung oleh anak kandungnya yang bernama Syihabuddin Siraj dan menantunya M.Suud Arsyad. Perjalanan panjang selama 4 tahun dengan model syiar islam dan gebrakan pendidikan yang hanya berlangsung disebuah rumah panggung, berkembang kemudian keinginan untuk meningkatkan aktifitas dakwah yaitu dengan didirikannya bangunan permanent sebagai tempat aktifitas belajar mengajar yang lebih layak. Atas kerja keras semua pihak, pada tahun 1969 berdirilah sebuah bangunan sederhana yang kokoh dengan beratapkan daun kelapa, tiang bambu, dan dinding bambu. Moment itulah sekaligus sebagai tonggak perubahan system pengajaran dan pendidikan terhadap anak-anak Seloto pada zaman itu, dari yang sebelumnya hanya berupa pengajian berubah menjadi madrasah diniyah.

Tekad bulad KH. Muhammad Syiraj tak berhenti sampai disitu. Sebuah keinginan keras untuk membangun sumberdaya manusia pengelolah Pondok Pesanteren Al-Manar, diutuslah 9 putra terbaik Dusun Seloto untuk menimba ilmu di Pondok Persis Bangil dan Pondok Pesanteren Gontor Ponorogo. Dengan bermodal swadaya dari masyarakat, mereka kemudian berangkat menuju ke tanah jawa dan bertekad meningkatkan kapasitas diri mereka, belajar dengan giat hingga pada saatnya mereka kembali ke kampung halaman dan siap mendedikasikan dirinya. Pada tahun 1978 ke-9 putra terbaik yang diutus tersebut kembali ke kampung mereka untuk membangun aktifitas pondok pesanteren Al-manar.

Dengan bermodal bangunan sederhana, fasilitas mengajar yang terbatas, tenaga pengajar yang cukup, pengelolah pesanteren dan beberapa orang santri, maka diawalilah pola pemondokan sebagai bagian dari komitmen untuk menjalankan system pendidikan yang berbasis pesanteren. Dengan biaya yang murah, masyarakat Desa Seloto dapat menimba ilmu di Pondok Pesanteren Al-Manar. Sehingga dengan begitu keberadaan Pondok Pesanteren Al-manar telah dapat menjadi solusi bagi rakyat miskin untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak.

Di tahun 1978, Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumbawa mencatat bahwa Pondok Pesanteren Al-Manar adalah Pondok Pesanteren pertama yang ada di Kabupaten Sumbawa, setelah itu diikuti oleh Pondok Pesanteren Darul Ikhlas sering, dan Pondok Pesanteren  Al Ikhlas Taliwang. Sebagai pesanteren yang berbasis Muhammadiyah, para pendirinya mengilhami semangat sesuai dengan arti Al-Manar yaitu tegak berdiri. Hingga beberapa tahun berjalannnya aktifitas pondok pesanteren Ustad dan ustaza pengasuh Pondok Pesanteren Al-Manar rela tidak diberi gaji selama mendedikasikan dirinya. Mereka tetap berpegang teguh bahwa apa pun yang terjadi kita harus tetap tegak berdiri.

Sebuah keinginan kuat tentu pula dihadapkan dengan tantangan yang menguji komitmen dan eksistensi para pendiri pondok Pesanteren Al-manar untuk bertahan dan tetap kuat dalam menjalankan syiar dan dakwah islam. Sebagai sebuah gerakan merubah paradigma dan pola pikar masyarakat, upaya untuk merubah kebiasaan-kebiasaan berupa ritual keagamaan, dan etika, sopan santun dalam islam, merupakan tugas berat yang dihadapi oleh pengurus pada masa itu, yang secara terus menerus dilakukan untuk memberikan pemahaman, penyadaran dan pencerahan kepada masyarakat. Tidak sedikit dari warga yang menolak dan bahkan mencemooh gerakan yang dilakukan oleh Ustd Muhammad Syiraj bersama teman-temannya. Tetapi dengan penuh keyakinan akan perubahan terhadap hari esok yang lebih baik, ikhtiar para pendirinya mampu mengahantarkan perjalanan Pondok Pesanteren Al-Manar melewati fase-fase yang sulit hingga bangunan kokoh Pondok Pesanteren Al-Manar dapat kita saksikan hingga sekarang.

Dari sejak didirikannya, komitmen penegakan nilai-nilai Islam dapat kita lihat dari tata cara berbusana masyarakat yang ada di Desa Seloto, terutama kaum hawa. Busana jilbab telah menjadi icon Desa Seloto, yang menunjukkan bahwa masyarakatnya taat beragama. Hingga tak sedikit dari masyarakat Taliwang dan sekitarnya pada masa itu, memberikan predikat kepada kaum perempuan Desa Seloto Haja Belum (Haja yang belum jadi). Tetapi ajakan berbusana muslim yang diawali dari lingkungan pesanteren tersebut telah menjadi budaya yang turun temurun dan masih tetap dipertahankan hingga sekarang.

Demikian pula Karya monumental Pondok Pesanteren Al-Manar dapat kita lihat berdiri kokoh di sebelah utara Desa Seloto berada di naungi oleh pegunungan. Di sepanjang kaki gunung tersebut berjejer beberapa buah bangunan yang terdiri dari bangunan sekolah/madrasah dan pondok para santri. Di bagian tengah berdiri sebuah mushallah, dan di halaman depannya terdapat beberapa kolam terpal yang merupakan salah satu amal usaha pondok pesanteren. Di kaki bukit tersebut dulunya hanyalah hamparan tanah luas yang ditumbuhi pepohonan, dan cukup jauh dari pemukiman penduduk. Semenjak didirikannya Pondok Pesanteren Al-Manar, lokasi tersebut mulai dipadati oleh rumah-rumah penduduk. Kedekatan pemukiman penduduk dengan Pondok Pesanteren Al-manar semakin menambah kekuatan silaturrahmi antara warga dengan warga pondok pesanteren, sehingga bangunan kokoh peradaban Islam di sebuah Desa yang cukup jauh dari pusat kota tersebut, kedepannya dapat menjadi harapan bangunan peradaban Islam di Kabupaten Sumbawa Barat, yang memiliki motto Kabupaten Berperadaban Fitrah. (ry)

Komentar