KabarNTB, Sumbawa – Sultan Sumbawa, Sultan Kaharuddin IV, DMA Kaharuddin (Daeng Ewan) sudah memiliki firasat akan terjadinya musibah bagi Tana Samawa, sebelum peristiwa kebakaran hebat menghanguskan Bala’ Puti (Istana Putih), Wisma Praja (Wisma Daerah) Sumbawa pada Selasa pagi 11 Juli 2017.
Perihal firasat yang dirasakan Sultan itu, diungkapkan Sekretaris Majelis Adat Lembaga Adat Tana Samawa (LATS), Syukri Rahmat, kepada KabarNTB di kompleks Bala’ Puti, sesaat setelah kebakaran.
“Beliau (Sultan) menelpon saya dalam perjalan kesini. Beliau memang tidak menyebut kebakaran, tetapi beliau menyatakan sejak beberapa waktu sebelumnya sudah merasakan firasat yang kurang baik akan terjadi di Tana Samawa. Tapi beliau meminta kita bersabar dan mengambil hikmah dari kejadian ini,” ungkapnya.
Sultan, sambung Syukri Rahmat, juga mengajak seluruh komponen untuk ikut menjaga benda-benda serta bangunan bersejarah lainnya yang masih ada di Tana Samawa, seperti Dalam Loka, Bala’ Kuning, dan sejumlah bangunan cagar budaya lainnya yang tersebar di dalam Kota Sumbawa maupun kecamatan-kecamatan.
Firasat mengenai musibah yang akan meluluhlantakkan Bala’ Puti, juga dirasakan Poetra Adi Surjo, seorang intelektual muda Sumbawa. Sehari sebelum peristiwa kebakaran itu (9 Juli 2017), sejumlah tokoh nasional, antara lain, Ketua MPR, Zulkifli Hasan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Efendi dan wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, sempat berkunjung dan memuji arsitektur Bala Puti’ serta lukisan ‘Lala Jinis’ yang terpasang di dinding bangunan yang seolah-olah hidup.
Poetra Adi Surjo, yang merupakan tangan kanan Fahri Hamzah, saat itu bertugas sebagai pemandu bagi para tokoh nasional yang hadir dan menjelaskan tentang sejarah Bala’ Putih kepada mereka.
Dalam tulisan yang dipublish di akun sosial media miliknya, Poetra menulis seperti ini :
“Hari ini aku menangis sejadi jadinya, semalam dia seperti memberi tanda, ada yg berbeda dari cara ia menyapa, ia seperti ingin memberi pesan, aku menatapnya lama, aku menyapa tiap sudutnya, aku bahkan berkumpul bersama beberapa orang bercerita panjang tentang sejarah kelahirannya, tentang asal arsiteknya, tentang sejarah dari benda benda, “keramik ini jangan pernah diganti, kramik ini belum berubah sejak digunakan oleh parlemen Negara Indonesia Timur rapat paripurna di era Republik Indonesia Serikat”, demikianlah bla bla bla aku bercerita yang di antaranya adalah ketua MPR RI, tentang satu paket kawasan, tentang tembok SDN 8 yang dahulu mengelilingi Sumer Bater, tentang falsafah 3 sumber air sebagai sumber kekuasaan di tana Samawa”.
“Demikian dengan lukisan lala jinis di dalamnya, aku menatapnya lama sekali, pandangan ku tembus melalui matanya masuk ke sanubari nya dan terus masuk ke alam peng-alam-annya, dan di dadaku ia seakan menitip salam terakhir, aku tak mau lepas tatap, aku tangkap dengan jelas lala jinis tak mau ditinggal, seakan ini akan menjadi pertemuan terakhir,,, aku seakan mendengar bisiknya lirih, “pendi yandi do kakak”.
“Hingga malam hari di saat yang lain telah kembali, aku belum ingin melepas tatap meninggalkan wisma praja, istana bala putih kesultanan Sumbawa,,,, dan di pagi ini, saat aku berziarah ke makam raja raja Sumbawa, berusaha mencari arti tuk sampaikan pesan yg tak tersirat dari cara istana menatapku semalam, tiba tiba ada amuk menderu, ada gemuruh, aku tak tahu ini apa, aku yg sedang berada di ketinggian di tempat para Raja raja Sumbawa di makam kan, tempat di mana seluruh kota Sumbawa terlihat dengan jelas, dan asap itu mengepul tepat dari arah istana bala putih, Istana yg sedang kusingkap artinya di peristirahatan para raja melambungkan kepulan asap tebal dan tinggi, akupun terdiam dihantam hening,”.(JK/EZ)
Komentar