Taliwang, KabarNTB – Pekerjaan nelayan yang mencari nafkah di tengah laut, sangat beresiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatannya. Untuk itu, pemerintah pusat telah membuat dasar hukum terkait kegiatan asuransi untuk nelayan yaitu UU nomor 7 tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam.
“Selain Undang-undang, ada juga peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 18/PERMEN-KP/2016 tentang jaminan perlindungan atas risiko nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam,” kata Kepala Dinas Perikanan KSB melalui Kepala bidang Perikanan Tangkap, Iwan Irawan, S.Pt., M. Si Jumat (19/11).
Di Kabupaten Sumbawa Barat juga ada peraturan daerah (KSB) nomor 7 Tahun 2020 tentang perlindungan, pemberdayaan nelayan dan pembudi daya ikan. Iwan mengatakan, ada 2 mekanisme terkait pelaksanaan asuransi nelayan yakni, pertama melalui BPAN (Bantuan Premi Asuransi Nelayan) yang difasilitasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI melalui Dinas Perikanan Kab/Kota yang pelaksanaanya kerjasama dengan lembaga terkait (selama ini dengan PT Jasindo).BPAN atau Bantuan Premi Asuransi Nelayan merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada individu nelayan, demi keberlangsungan kegiatan usaha penangkapan ikan melalui pemberian jaminan asuransi. Kedua, kata Iwan, asuransi nelayan mandiri, diharapkan kepada nelayan kedepannya untuk mengikuti program kegiatan asuransi secara mandiri bagi yang telah difasilitasi oleh KKP pada tahun sebelumnya, dengan difasilitasi oleh Dinas Perikanan Kab/Kota yang bekerjasama dengan lembaga terkait.
Ia menjelaskan, tujuan asuransi nelayan, untuk memberikan jaminan perlindungan dan menghindarkan resiko yang dialami nelayan pada saat aktivitas usaha perikanan. Menumbuhkan kesadaran bagi nelayan terhadap pentingnya berasuransi dengan membangun keinginan nelayan untuk ikut serta berasuransi secara mandiri, memberikan bantuan bagi ahli waris dan memindahkan resiko yang seharusnya ditanggung nelayan kepada pihak penyedia asuransi.
Persyaratan nelayan penerima asuransi, memiliki Kartu Nelayan atau KUSUKA (kartu pelaku usaha perikanan), berusia maksimal 65 tahun pada tanggal 31 Desember, menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling besar 10 (sepuluh) Gross Tonnage (GT), Tidak menggunakan alat penangkapan ikan yang merusak lingkungan/ terlarang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan mematuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam polis asuransi.
Ia menambahkan, sasaran BPAN dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi individu nelayan (nelayan kecil dan nelayan tradisional) dengan risiko yang dijamin meliputi pertanggungan atas kematian, cacat tetap dan biaya pengobatan.
“Manfaat pertanggungan seperti, kecelakaan, kematian, aktifitas penangkapan Ikan Rp. 200.000.000,-gdgs, aktifitas selain penangkapan Ikan Rp.160.000.000,-cacat tetap,Rp.100.000.000,- (max), biaya pengobatan Rp. 20.000.000,- (max), selain kecelakaan sebesar Rp.5.000.000,” imbuhnya, pada Jum,at, (19/11).
Jumlah nelayan perikanan tangkap yang telah mengikuti BPAN sampai dengan sekarang sebanyak 1.200 nelayan dengan jumlah klaim kematian akibat kecelakaan di laut dan kematian aktivitas selain penangkapan ikan adalah 5 orang serta klaim biaya pengobatan 5 orang.
“Kami di dinas Perikanan Kabupaten Sumbawa Barat tiap tahunnya tetap melakukan sosialisasi terhadap pentingnya asuransi bagi nelayan (terutama asuransi nelayan mandiri) oleh karena pada 2 tahun terakhir ini program BPAN tidak terlaksana karena terbatasnya anggaran dari KKP RI, in shaa Allah pada Tahun 2022 melalui APBD dapat difasilitasi kegiatan dimaksud,” tuturnya.
Dia mengungkapkan, salah satu hasil pelaksanaan sosialisasi asuransi nelayan yang dilaksanakan sekitar sebulan yang lalu adalah diharapkan kepada Kepala Desa wilayah pesisir untuk memprogramkannya dari APBDes yang tentunya pelaksanaannya sesuai dengan regulasi.(IYK)
Komentar