Mataram, KabarNTB – Konvensi Nasional Media Massa rutin digelar setiap tahunnya dalam perhelatan akbar Hari Pers Nasional (HPN). Konvensi HPN tahun ini bertemakan Refleksi Pers Nasional Menjawab Tantangan Pembangunan Poros Maritim dan Menghadirkan Kesejahteraan. Keynote Speaker dalam konvensi ini adalah Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli.
Konvensi dipandu oleh Pendiri LSPR, Prita Kemal Gani, dengan empat narasumber, yaitu Ketua Dewan Pers Bagir Manan, KSAL Laksamana Ade Supandi, peneliti muda Universitas Airlangga (Unair) Herlambang Perdana dan anggota Dewan Pers Imam Wahyudi.
Selain Menko Maritim hadir juga Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, Penanggung Jawab HPN 2016 Margiono dan Ketua Panitia HPN 2016 Teguh Santosa.Hadir juga para jurnalis senior dan sekitar 500 peserta HPN dari berbagai daerah.
Dalam sambutan, Rizal Ramli mengatakan bahwa dalam legenda demokrasi, pers ditempatkan sebagai pilar keempat melengkapi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Menurut RR, substansi pers ada dua hal.
Pertama, untuk menjaga keseimbangan sistem trias politika.
Kedua, bersama kekuatan civil society menyalurkan suara publik sebagai bentuk demokrasi langsung, untuk mengawal dan mengontrol apabila sistem demokrasi perwakilan (karena legislatif dan eksekutif dipilih melalui pemilu) kurang efektif.
Akan tetapi dalam prakteknya, ungkap RR, pers hanya bisa berfungsi sebagai pilar keempat demokrasi apabila memperoleh dukungan dari pilar yang lain.
“Itulah sebabnya di negara-negara yang kehidupan demokrasinya lemah, pers dianggap hanya menimbulkan kebisingan dan kebablasan. Akibatnya, insan pers sering menjadi target tindak kekerasan, baik oleh kelompok-kelompok tertentu di masyarakat atau dari rezim penguasa,” ungkapnya.
RR, begitu disapa, menambahkan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri Indonesia, peran pers jauh lebih dalam lagi. Bukan sekedar pilar keempat, tapi juga menjadi salah satu pilar tegaknya kemerdekaan.
“Itu sebabnya hanya ada di Indonesia adagium “Pejuang Pers dan Pers Pejuang”,” terang dia.
Menurut RR, adagium “Pejuang Pers dan Pers Pejuang” ini hidup di masyarakat Indonesia karena sejarah yang mencatatnya. Dunia jurnalistik nasional memang dibangun oleh kalangan intelektual yang selain nasionalis, keberpihakannya kepada rakyat 24 karat. Seperti Raden Mas Djokomono yang lebih dikenal dengan Tirto Adhi Soerjo, yang bukan saja dikenal sebagai pelopor penggunaan surat kabar sebagai alat perjuangan, tapi juga salah seorang yang menginisiasi lahirnya Boedi Oetomo pada 1908.
“Kita juga mengenal Djamaludin Adinegoro, yang salah satu putrinya aktif di dunia jurnalistik. Atau salah satu pendiri RRI Moehammad Joesoef Ronodipoero, yang saat menjadi wartawan Radio Jepang Hoso Kyoku, menggunakan radio tempatnya bekerja untuk menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan RI ke seluruh dunia,” bebernya.
Lanjut RR, terlalu banyak untuk disebut satu per satu tokoh pers nasional yang terlibat secara aktif dalam perjuangan memerdekakan negeri ini. Karena pada umumnya intelektual pada masa itu kalau tidak menjadi jurnalis, mereka menulis di surat-surat kabar perjuangan.
“Karena itu, karya-karya jurnalistik pada zaman itu selalu berpihak kepada nilai-nilai perjuangan,” ujar RR.
Dalam kesempatan itu, Rizal selaku Menko Maritim juga memaparkan kondisi kekinian bidang kemaritiman Indonesia. Kepada insan pers yang hadir dalam konvensi itu, RR menguraikan kondisi kelautan Indonesia, kondisi perkapalan Indonesia dan pemberdayaan nelayan untuk meningkatkan hasil tangkap nelayan.
Sumber : Panitia HPN