Ini Penjelasan Bupati dan Panglima tentang Filosofi Monumen Pesawat TNI AU

KabarNTB, Sumbawa Barat – Pembangunan Monumen pesawat TNI Angkatan Udara (AU) di pintu masuk kompleks Kemutar Telu Centre (KTC), di Taliwang, Ibukota Sumbawa Barat menuai sikap pro kontra.

Di media sosial bahkan banyak menyatakan monumen tersebut tidak punya filosofi yang jelas dan tidak ada korelasi antara pesawat terbang dengan KSB.

Pesawat yang dijadikan monumen itu sendiri, merupakan eks pesawat latih TNI AU jenis AS 202 Bravo. Pesawat dimaksud terakhir terbang pada 2013.

Bupati KSB, HW Musyafirin menyadari munculnya sikap pro kontra itu.  Saat  memberikan sambutan pada acara peresmian monumen pesawat TNI AU dimaksud Senin 8 Januari 2018, bupati mengakui banyak yang bertanya baik secara langsung, di media massa hingga di media sosial tentang tujuan dan makna pembangunan monumen pesawat dimaksud.

Begitu pula terkait tata letak pesawat yang terpasang mengarah ke barat (kiblat) dengan moncong sedikit terangkat (seperti saat lepas landas) juga tidak lepas dari kritikan dan pro kontra.

Monumen pesawat TNI AU, AS 220 Bravo yang berdiri di Pintu Gerbang Kompleks KTC, Taliwang, Sumbawa Barat

Bupati menilai hal itu wajar, mengingat KSB tidak memiliki pangkalah TNI AU dan KSB tidak memiliki nenek moyang seorang penerbang.

“Arah pesawat yang menghadap kiblat bermakna hablumminallah (hubungan dengan Allah), hablumminannas (hubungan dengan sesama manusia) dan menjaga hati,” jelas Bupati.

Keberadaan monumen itu, sambungnya, minimal menjadi edukasi kepada anak-anak di KSB tentang pesawat dan TNI AU.

“Monument ini juga bisa memotivasi generasi muda untuk menjadi penerbang. Karena saat ini generasi muda KSB mayoritas hanya tertarik masuk Polri dan TNI AD,” imbuhnya.

Panglima Komando Operasi AU II Marsekal Muda TNI Yadi Indrayadi Sutanandika M.SS  menjelaskan secara detail folosofi dibalik monumen dimaksud.

Menurutnya, arah pesawat yang menghadap Kiblat bermakna Hablumminallah, dimana segala urusan mesti di kembalikan kepada Allah SWT, tuhan yang maha esa yang menandakan ketaatan dan pengabdian dari manusia sebagai khalifah dimuka bumi terhadap zat penciptanya.

Sementara posisi pesawat yang menanjak (moncong terangkat), bermakna ajakan untuk terus belajar, meningkatkan kualitas diri,  akhlaq dan kinerja untuk bekerja bersama menciptakan dunia ini sebagai ‘swarga maniloka’ atau tempat yang nyaman.

“Nyaman melihat situasi seperti ini (ada monumen) karena indah, nyaman ketika didekati oleh pak bupati dan tidak takut, nyaman ketika bersama orang-orang yang tidak dikenal, nyaman manakala kita melakukan sesuatu tanpa gangguan dan nyaman manakala kita rapi, teratur, tertib seperti sholat berjamaah. Jadi mari nilai-nilainya kita implementasikan dalam kehidupan,” urainya.

Panglima menegaskan, manusia yang bisa menciptakan rasa nyaman bagi manusia dan lingkungan disekitarnya adalah manusia yang mulia. Karena agama mengajarkan bahwa manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat untuk orang lain.

“Kalau tidak bisa membangun (monumen) seperti ini, tidak usah. Artinya berbuat sajalah yang mulia. Tidak bikin orang sewot-pun itu sudah mulia. Buat orang senang dengan tersenyum itu sudah mulia,” katanya.

Karenanya, Panglima atas nama pribadi sebagai Panglima, Jajaran TNI AU dan Pangkalan TNI AU Lanud Rembiga menyampaikan apresiasi tinggi atas perhatian, atensi dan niat mulya bupati KSB kepada TNI AU dan masyarakat KSB.

“Sehingga walaupun ini sifatnya monumental, tetapi ini salah satu upaya menggugah kita melakukan perbaikan kualitas akhlaq dan kinerja kita di masing-masing bidang dimana kita berperan,” demikian Marsekal Muda Yadi Indrayadi Sutanandika.(EZ)

Komentar