‘Trauma Reading’, Pemulihan Psikologis Anak Pasca Gempa Ala Arpusda KSB

KabarNTB, Sumbawa Barat – Gempa 7.0 SR yang mengguncang Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dan Sumbawa 19 Agustus lalu, tidak menimbulkan belasan korban jiwa, puluhan ribu warga mengungsi dan puluhan ribu rumah serta infrastruktur lainnya rusak, tetapi juga menyisakan trauma bagi warga dan anak-anak.

Meski Pemda KSB telah menetapkan kegiatan belajar mengajar (KBM) di semua sekolah sudah mulai dilaksanakan per hari senin 27 Agustus 2018, namun tidak semua sekolah melaksanakannya secara maksimal. Para siswa masih trauma untuk masuk ke ruangan kelas, menjadi salah satu alasan, selain karena memang banyak ruang kelas yang rusak akibat gempa.

Anak-anak korban gempa di pengungsian antusias meminjam buku bacaan di Perpustakaan keliling yang dikirim Dinas Arpusda KSB

Kondisi ini menyebabkan trauma healing (pemulihan trauma) menjadi salah satu kebutuhan mendasar, disamping logistik dan perbaikan infrastruktur yang rusak pasca gempa.

Hal ini menjadi salah satu alasan Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Arpusda) melaksanakan program ‘trauma reading’ ke posko-posko pengungsian warga di wilayah-wilayah terdampak paling parah di seluruh wilayah KSB.

Program trauma reading ini, menurut Kabid Perpustakaan Dinas Arpusda KSB, Ajad Sajadah Amir, adalah upaya untuk menghilangkan trauma pada anak-anak dan orang dewasa lewat kegiatan membaca. Ratusan judul koleksi buku yang dimiliki Arpusda didrop ke lokasi pengungsian menggunakan mobil perpustakaan keliling.

Lokasi pertama yang dikunjungi Tim Dinas Arpusda adalah posko pengungsian Desa Meraran Kecamatan Seteluk, salah satu desa terdampak paling parah akibat gempa 7.0 SR pada 19 Agustus lalu.

“Membaca tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga bisa menjadi teraphy bagi anak dan orang dewasa untuk melupakan persoalan, termasuk trauma yang dirasakan. Ini tujuan yang ingin kami capai lewat program ini,” ungkap Ajad, kepada KabarNTB, Rabu 29 Agustus 2018.

Rencananya program trauma reading akan dilaksanakan secara kontinyu di semua lokasi pengungsian warga korban gempa yang ada di KSB.

Ajad menyatakan, program ini juga akan dilanjutkan dengan kegiatan mendongeng khusus bagi anak korban gempa dengan mendatangkan pendongeng – pendongeng ke lokasi-lokasi pengungsian.

Cara ini dianggap efektif untuk memulihkan kondisi psikologis anak, sembari menyilampaikan pesan-pesan kebaikan bagi mereka.

“Adalah tanggungjawab kita semua untuk mengembalikan semangat dan keceriaan anak-anak korban gempa agar mereka bisa kembali melaksanakan aktifitas seperti sedia kala,” demikian Ajad Sajadah.(EZ)

Komentar