KabarNTB, Sumbawa Barat – Kasus Rabies (penyakit anjing gila) kian mengkhawatirkan di NTB.
Penyakit yang disebabkan gigitan anjing, kucing, kera dan kelelawar (hewan pembawa rabies – HPR) itu telah meluas ke Kabupaten Sumbawa.
Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat, sampai dengan 5 Februari 2019, telah terjadi 5 kasus kematian akibat penyakit anjing gila (Rabies) di Kabupaten Dompu.
Selain itu, Dikes mencatat telah terjadi sebanyak 527 Kasus gigitan hewan pembawa rabies (HPR) pada 2018 sampai dengan 5 Februari 2019. Kondisi ini telah ditindaklanjuti dengan penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Rabies oleh Dinas terkait.

Sementara di Sumbawa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Dompu, Sekretaris Dinas Kesehatan setempat Surya Darmansyah kepada wartawan, Rabu 6 Februari 2019, mengakui telah ada satu orang warga yang positif Rabies.
Penderita adalah seorang wanita berusia 51 Tahun warga Desa Labuhan Jamu Kecamatan Tarano. Wanita tersebut beberapa waktu lalu telah digigit seekor anjing. Berdasarkan hasil pemeriksaan, wanita tersebut dinyatakan positif terkena rabies.
Yang bersangkutan kemudian ditangani oleh petugas Puskesmas dan selanjutnya diberikan vaksin secara rutin.
Sementara di Kabupaten Sumbawa Barat, sampai hari saat ini belum ditemukan kasus rabies. Meski demikian, kepala Dinas Kesehatan KSB, H Tuwuh, menegaskan pihaknya telah siap sedia jika sewaktu-waktu terjadi kasus di daerah ini.
“Kita sudah menyiapkan vaksin. Baik bantuan provinsi maupun pengadaan daerah sendiri. Setiap tahun kita selalu mengadakan vaksin, termasuk vaksin rabies,” ungkap H Tuwuh, kepada KabarNTB, Kamis siang.
Meski siap jika sewaktu-waktu terjadi kasus, H Tuwuh menegaskan, langkah antisipatif tetap menjadi prioritas agar Rabies tidak sampai masuk ke wilayah KSB. Ia mengaku, Dikes telah menjalin koordinasi dengan Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan (Distanbunak), Sat Pol PP serta pihak karantina Pelabuhan Poto Tano yang menjadi pintu masuk wilayah KSB.
“Kami (Dikes) bertanggungjawab pada penanganan jika terjadi kasus, sementara Dinas Pertanian, Sat Pol PP dan Karantina bertanggungjawab terhadap mobilisasi (arus keluar masuk) Hewan Pembawa Rabies (HPR). Intinya kita dalam status waspada dan intensif mencegah masuknya rabies ke wilayah KSB,” timpalnya.
Sebelumnya, Kepala Distanbunak KSB, Suhadi, menyatakan, meski KSB sejauh ini dalam status aman dari Rabies, namun Distanbunak, tetap terlibat aktif dalam pembatasan lalu lintas Hewan Pembawa Rabies (HPR) agar tidak sampai masuk ke KSB dan NTB secara umum.
“Yang terdepan dalam pembatasan ini adalah Balai Karantina dan Kepolisian. Penjagaan diintensifkan di perbatasan antar kabupaten/kota, juga di pintu masuk wilayah. Kalau KSB di Pelabuhan Poto Tano. Tapi ini bukan penutupan, hanya pembatasan yang diberlakukan oleh Gubernur. Kalau penutupan kewenangan menteri,” jelasnya.
Suhadi mengakui di KSB jumlah HPR cukup banyak, seperti kucing dan anjing, baik yang dipelihara maupun yang liar. Ia menghimbau para pemilik kucing dan anjing peliharaan untuk proaktif memeriksakan kesehatan hewan peliharaan mereka Poskeswan atau dokter hewan.
Sementara untuk anjing liar, jumlah populasinya tetap dipantau. Dinas terkait juga akan melakukan sosialisasi kepada para pemilik hewan peliharaan.
Ia menghimbau masyarakat untuk proaktif melaporkan jika mengetahui ada hewan baik yang peliharaan maupun yang liar mengalami kondisi mencurigakan.(EZ)