Kuasa Hukum Sri Marjuni Paparkan Fakta Dan Data Tanahnya Di Samota Yang Di Duga Di Klaim Pihak Ali BD

KabarNTB, Sumbawa – Menanggapi Sangahan berita yang dimuat beberapa media di NTB, terkait pernyataan Kuasa hukum Ali BD yakni Basri Mulyani SH.MH belum lama ini, Sri Maruni melaui kuasa hukumnya Imam Wahyuddin SH memaparkan data dan fakta terkait kepamilikan tanah yang dimiliki oleh kliennya dalam jumpa pers yang berlangsung pada Jumat 3/12/21.
Disampaikan Imam Wahyuddin,terkait opini yang disampaikan Rekan Advokat Basri yang mewakili kuasanya Ali Bin Dahlan melalui media massa, bahwa pihaknya sangat setuju dengan apa yang disampaikan oleh Basri Mulyani, dimana keberadaan mafia tanah di Samota harus diberantas habis sampai keakar-akarnya agar carut-marut sengketa tanah samota menjadi terang dan daerah kita Sumbawa, khusus lokasi samota menjadi lokasi pariwisata sehingga berpotensi membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat Sumbawa.

Pihaknya juga sangat mengapresiasi pihak kepolisian yang telah merespon laporan terkait pengerusakan properti di atas tanah milik kami SHM 1180 dan membuka kembali laporan kami yang dahulu pernah kami adukan pada tahun 2015 terkait pengerusakan pagar dan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh Ali Bin Dahlan dengan cara menyuruh Abdul Azis AB untuk memotong semua pagar rata dengan tanah dan mencabut sampai akar-akarnya untuk menghilangkan batas alam dengan menggunakan senso/mesin pemotong kayu dan alat berat di atas tanah SHM 1180 milik klien kami.

Bukan itu saja, tanah tersebut juga di pagar beton dan menguasainya dengan dalil bahwa tanah tersebut berada di atas sertifikat tanah miliknya dengan SHM nomor 511 & 507 yang sampai saat ini kami tidak menemukan adanya nama Ali Bin Dahlan di sertifikat tersebut melainkan nama Ahli Waris dari Made Sinar yaitu: Sangka Suci, S.H., Putu Candrawaty, Ni Made Tjandri, dan Hajjah Siti Mariam yang artinya terlepas dari benar atau hasil rekayasa SHM 511 & SHM 507 jelas dan nyata Ali Bin Dahlan bukan pemiliknya karena bukti kepemilikan masih atas nama orang lain.

Atas Perbuatan Ali Bin Dahlan yang menguasai tanah milik kliennya dengan menggunakan SHM yang jelas dan nyata bukan atas namanya itu adalah kekeliruan yang berdampak pidana, karena seharusnya ketika Ali Bin Dahlan yang mana secara jelas telah diingatkan oleh Abdul Azis AB selaku karyawannya saat melakukan pengerusakan pagar dan penyerobotan pada tahun 2015 di atas tanah milik klien kami. ‘’apakah tidak sebaiknya dicari terlebih dahulu pemilik SHM Nomor 1180 karena saya lihat dipohon kesambi itu ada tulisan papan nama yang bertuliskan “Tanah milik Aurora SHM Nomor 1180”.

Untuk diketahui, Aurora adalah nama dari anak Sri marjuni, dan bukan itu saja Abdul Azis AB yang pernah menjaga tanah Ali Bin Dahlan bahkan pernah menginggatkan akan batas pagar tersebut yang telah ditebang, namun hal itu tidak di indahkan oleh Ali BD, ‘’Ungkap Abdul Azis AB’’.

Artinya Ketika diketahuinya ada pagar orang lain dan ada sertifikat di atas tanah itu seharusnya Ali Bin Dahlan melakukan Upaya Hukum Perdata menggugat klien kami di pengadilan setelah ada keputusan yang bersifat eksekutorial dan berkekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewijsde) yang menyatakan tanah itu adalah milik Ali Bin Dahlan barulah pagar kami dieksekusi dan dikuasai oleh Ali Bin Dahlan setelah adanya penetapan eksekusi dari pengadilan itu baru benar. ‘’ Bukannya melakukan pengerusakan dan penyerobotan tanah sebelum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, hal tersebut sangat kami sesalkan seolah-olah hukum itu tidak ada sehingga mengenyampingkan upaya hukum’’.Kata Imam Wahyuddin.

Demikian juga dengan Pernyataan kuasa hukum Ali BD, bahwa Sri Marjuni memperoleh tanah dari mafia tanah itu sangat mengada-ada dan jelas keliru justru besar dugaan kami bahwa yang menjadi korban mafia tanah adalah Ali Bin Dahlan karena semenjak SHM 511 & 507 terbit pada tahun 1983 yang mengaku Pemilik SHM 511 & 507 tidak pernah berani menggunakan SHM nya untuk menguasai tanah yang saat ini dikuasi Ali Bin Dahlan sejak tahun 2015 menggunakan SHM 511 & 507, terang saja tidak berani karena jelas dan nyata SHM 511 & 507 TIDAK BERADA DIATAS TANAH SHM 1180.

Lanut Imam, Fakta Bahwa SHM 511 & 507 diragukan keabsahannya dan patut diduga produk mafia tanah dan tidak terletak diatas tanah milik klien kami SHM 1180 , hal itu dibuktikan dengan letak posisi Laut yang tidak sesuai, dimana Pada SHM 511 Maupun SHM 507 jika melihat peta bidangnya bahwa laut berada disebelah Utara sedangkan posisi laut tidak pernah berubah dan selalu berada di barat dari tanah yang dikuasai oleh Ali Bin Dahlan menggunakan SHM 511 & 507 yang mana tanah itu lebih sesuai dengan SHM 1180 milik klien kami laut berada di sebelah barat dan juga telah dilakukan pengembalian batas oleh BPN pada 04 Desember 2014.

Demikian juga dengan Nama Pemohon SHM 511 & 507 dengan nama yang terbit pada sertifikat berbeda. Pada SHM 511 Pemohon Sertifikat dilakukan oleh SINAR dan batas-batas tanah ditunjuk oleh SINAR sendiri sebagai pemohon yang mana bukan pemilik tanah, namun SHM 511 Terbit atas nama L. Hasan Mustami sebagai pemilik tanah yang sah pada 25 April 1983, sementara L. Hasan Mustami tidak pernah melakukan permohonan dan menunjuk batas-batas tanahnya untuk diterbitkan SHM karena L. Hasan Mustami saat diterbitkan SHM 511 Sudah Meninggal Dunia pada 5 Agustus 1979.

Perbuatan Sinar tidak berhenti pada penerbitan SHM 511 dengan prosedur yang salah namun berlanjut pada perbuatan membalik nama secara sepihak dengan menggunakan AJB 4 November 1980 jauh setelah Pemilik SHM 511 L. Hasan Mustami meninggal dunia. SHM 511 pada tanggal 14 Agustus 2009 dibalik nama kepada Ahli Waris Made Sinar yaitu, Sangka Suci, SH, Putu Candrawaty, Ni Made Tjandri, dan Hajjah Siti Mariam. Sampai saat ini sepengetahuan kami atas SHM 511 belum ada balik nama kepada orang lain meskipun Ali Bin Dahlan dalam keterangannya mengaku telah membeli SHM 511 itu dari Sangka Suci, SH.

Dan Ketika Ali Bin Dahlan sebagai pembeli beritikat baik mengaku telah membeli SHM 511 dari Sangka Suci, S.H. pada tahun 2008 berdasarkan pernyataan rekan Basri di media. Hal tersebut sangat bertentangan dengan fakta bahwa kepemilikan SHM 511 baru beralih kepada Ahliwaris Made Sinar tepatnya pada tanggal 14 Agustus 2009, artinya ketika dibeli oleh Ali Bin Dahlan tahun 2008 SHM 511 Belum beralih kepada Ahliwaris Made Sinar yaitu Sangka Suci, SH, Putu Candrawaty, Ni Made Tjandri, dan Hajjah Siti Mariam.

Seharusnya Ali Bin Dahlan meneliti terlebih dahulu SHM 511 apakah diperoleh dengan cara yang benar dan memastikan apakah objek tanah tersebut berada di atas tanah yang saat ini dikuasainya menggunakan SHM 511 yang jelas dan nyata antara batas-batas tanah yang dikuasainya berbeda dengan batas-batas tanah yang ada di dalam SHM 511 yang digunakannya untuk menguasai tanah tersebut, perbuatan Ali Bin Dahlan sangat merugikan klien kami yang lebih dahulu ada di dalam tanah tersebut sebelum Ali Bin Dahlan masuk secara paksa dan melanggar hukum merusak pagar, menghilangkan tanda batas alam dan melakukan penyerobotan di atas tanah SHM 1180 milik klien kakmi sebelum adanya keputusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang bersifat eksekutorial.

Besar Kemungkinan pada saat dilakukan penguasaan fisik oleh Ali Bin Dahlan dengan cara melanggar hukum di atas objek tanah milik klien kami, Ali Bin Dahlan belum memiliki legal standing terhadap tanah yang dikuasainya karena sampai detik ini SHM 511 masih atas nama Ahli Waris SINAR yaitu Sangka Suci, SH, Putu Candrawaty, Ni Made Tjandri, dan Hajjah Siti Mariam, karena satu-satunya bukti kepemilikan yang sah atas tanah hak milik adalah SHM sedangkan kwitansi merupakan bukti pembayaran bukan bukti kepemilikan.

Imam Wahyuddin juga mempertanyakan Pernyataan Kuasa hukum Ali Bin Dahlan dalam media yang masih menyisahkan tanda tanya besar apakah benar SHM 511 telah beralih kepada Ali Bin Dahlan atau justru belum ada peralihan Hak sampai saat ini. mengingat keterangannya membeli dari salah satu Ahliwaris yaitu Sangka Suci, SH sementara SHM 511 adalah milik bersama dari Ahli waris yang mana masih ada nama Putu Candrawaty, Ni Made Tjandri, dan Hajjah Siti Mariam apakah proses peralihan hak tersebut sudah selesai dan memenuhi pasal 1320 KUHPERDATA syarat sah perjajian dan dilakukan oleh semua Ahli Waris dari Made Sinar.’’ Maka dari sini saja jelas dan nyata kira-kira siapa mafia tanahnya dan siapa korban mafia tanahnya’’.

Terhadap SHM 507 cerita perolehannya dengan SHM 511 Kurang lebih sama dan masih banyak bukti lainnya yang kami simpan untuk kepentingan Langkah hukum kami dikemudian hari.

Terhadap Pernyataan kuasa hukum Ali BD dimana klien kami telah menempuh berbagai upaya hukum itu benar namun hasilnya tetap belum mendapat keadilan dan perlu diketahui segala upaya hukum tersebut belum pada pemeriksaan pokok perkara dan menguji kebaradaan alas hak yang digunakan oleh Ali Bin Dahlan.

Bahkan Hearing di DPRD Sumbawa sudah mendapatkan hasil yaitu dilakukan Rekonstruksi / Pengembalian Batas Tanah pada 04 Desember 2014 Nomor : 820/ST-23.04/XI/2014 dan 834 s/d 839/ST-23.04/XII/2014 Terhadap SHM 1180, SHM 1181, SHM 1178, SHM 1179, SHM 1184, SHM 1188, SHM 1149 Sesuai dengan surat Ukur: 527/2002, 523/2002, 544/2002, 529/2002, 547/2002 dan Surat Ukur No. 50/2010.

Dengan adanya pengembalian batas maka menjadi jelas tenah tersebut milik klien kami. Gugatan yang dilakukan oleh klien kami dahulu hanya untuk menempuh upaya hukum, mengikuti prosedur hukum dan menghargai hukum karena negara kita negara hukum tidak melakukan upaya yang melanggar hukum seperti yang dilakukan oleh Ali Bin Dahlan menguasai tanah yang senyatanya masih melekat atau ada pihak lain yang mengakui memiliki hak atas tanah tersebut dengan cara-cara diluar prosedur hukum.

Perlu kiranya diketahui bahwa upaya hukum yang dilakukan oleh klien kami dahulu yaitu Gugatan di Pengadilan Negeri Sumbawa ditolak kerena kewenangan Absolut yang mengadili harus PTUN dan gugatan di PTUN pun ditolak karena batas waktu habis 90 hari. Artinya semua keputusan tersebut NO (Niet Ontvankelijke verklaard) bukan berarti menggugurkan fakta hukum bahwa klien kami lah pemilik tanah sebenarnya. Atas hal tersebut maka perlu dilakukan gugat ulang atau menempuh upaya lain. Hemat kami saat ini tidak perlu dilakukan gugat ulang karena sudah jelas dan nyata dengan adanya pengembalian batas bahwa tanah itu milik klien kami dan apabila ada gangguan maka sudah sewajarnya dilaporkan pidana dan saat ini sudah kami jalankan.

Dalam hal ini pasti banyak pertanyaan siapa itu Sinar/Made sinar maka perlu kami jelaskan bahwa Made Sinar adalah istri dari I Gede Bajra yang mana adalah orang yang berdomisili di Lombok dan berprofesi sebagai spikulan tanah atau biasa kita kenal sebagai broker. I Gede Bajra ini datang ke sumbawa untuk mencari tanah dan akan dijualkan kembali kepada Investor yang tertarik untuk membeli tanah di Sumbawa.

Status kependudukan dari I Gede Bajra dan Sinar/ Made Sinar oleh undang-undang Nomor 5 tahun 1960 biasa dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria / UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 dilarang untuk memiliki tanah pertanian di luar dari wilayah kecamatannya tinggal biasa dikenal dengan status absentee, sehingga tidak lah mungkin dan mustahil Ketika Sinar yang berdomisili di Lombok memiliki tanah atas namanya langsung di sumbawa sedangkan sumbawa dan Lombok beda kabupaten bukan lagi beda kecamatan, status absentee itu berlaku kepadanya.

Artinya bukti kepemilikan SHM 511 & 507 besar dugaan hasil rekayasa karena ketika dilakukan dengan prosedur yang benar tentunya akan ditolak oleh BPN atau instansi yang berwenang saat itu untuk menerbitkan SHM 511 & 507.

Kami menduga bahwa SHM 511 & SHM 507 adalah hasil rekayasa yang hanya digunakan oleh I Gede Bajra untuk keperluan mencari pembeli tanah saat itu, menurut kami SHM 511 & SHM 507 tidak bernilai sama sekali untuk digunakan sebagai dasar kepemilikan atas tanah di samota atau digunakan sebagai alas Hak.

Dugaan kami sangat berdasar karena sejalan dengan pengakuan dari Ibu Sangka Suci salah satu ahli warisnya kepada klien kami dan kami masih menyimpan rekaman itu bahwa Ibu Sangka Suci menemukan setumpuk sertifikat di lemari yang tidak diketahuinya di mana letak tanahnya, dan disaksikan oleh beberapa orang saat Ibu Sangka Suci menyampaikan hal tersebut. Tentunya masih banyak lagi bukti-bukti lain yang tidak bisa kami sampaikan disini karena untuk kepentingan kami dikemudian hari dalam menyelesaikan sengketa berkepanjangan di atas tanah samota.

‘’Besar harapan kami agar sengketa berkepanjangan ini selesai dengan aman dan damai semua pihak bisa tersenyum dan bisa dilakukan pembangunan di atas tanah samota yang berdampak terbukanya lapangan kerja seluas-luasnya khususnya untuk mesyarakat Samawa yang kami cintai’’.(JK)

iklan

Komentar