Saya tidak pernah mengira ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengurusi nikah massal. Setahu saya, kebanyakan LSM mengurusi masalah lingkungan, bantuan hukum, bahkan demo berbagai persoalan.
Sampai saya bertemu Khaeruddin. Lelaki 40an tahun yang kerap disapa Heru itu menjabat sebagai Ketua Umum LSM Forum Rembuk Kemutar Telu (FORKET). LSM ini bermarkas di Kelurahan Menala Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat.
Sehari-hari Heru dan LSM yang dipimpinnya mengurusi masalah nikah. Tapi bukan nikah untuk pasangan bujang dan perawan yang baru mau membina rumah tangga. Heru justeru mengurus proses nikah pasangan yang telah menikah. Loh kok bisa?
“Banyak pasangan yang sudah menikah tapi tidak punya legalitas atas anak kandung mereka sendiri, karena pernikahan mereka tidak tercatat dan tidak ada bukti bahwa mereka pernah menikah, termasuk buku nikah. Inilah yang kami urus, bagaimana agar mereka bisa diakui negara bahwa telah menikah dan punya dokumen,” ungkap Heru, ketika mempresentasikan inovasi Istbat Nikah Terpadu di Anugerah Inovasi Daerah (AID) 2023 yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Sumbawa Barat.
Yang jadi persoalan, sambung dia, pasangan yang di dokumen kependudukan berstatus ‘kawin tidak tercatat’ ini umumnya tidak mau terbuka. Tapi baru kelimpungan ketika berhadapan dengan urusan kependudukan, sekolah anak, termasuk saat akan menunaikan ibadah haji atau umroh. Dokumen pernikahan memang berstatus wajib ada dalam berbagai urusan itu.
“Jadi kami menghimpun pasangan tidak punya dokumen nikah ini, lalu berkoordinasi dengan Pemda, Pengadilan Agama, KUA dan Depag untuk pelaksanaan istbat nikah massal. Dinas Dukcapil dan pemangku kepentingan lain juga kami ajak berkolaborasi sehingga dalam satu program masalah yang dialami pasangan – pasangan ini langsung tuntas,” urai Heru.
Sebenarnya pemerintah tidak tutup mata atas persoalan pasangan tanpa dokumen pernikahan ini. Lewat Kantor Pengadilan Agama, pemerintah juga menggelar isbat nikah massal. Namun peserta program tersebut jauh dari target. Ketika Heru dan para pegiat LSM Forket mulai bergerak keluar masuk kampung mensosialisasikan program isbat nikah massal, pasangan – pasangan kawin tidak tercatat itu bermunculan.
Salah satunya pasangan Muhammad dan Siti Hawa. Muhammad yang masuk kuota berangkat haji tahun ini kebingungan ketika mengurus administrasi keberangkatannya ke tanah suci. Pihak imigrasi dan Kemenag meminta dokumen pernikahannya. Sementara ia tidak punya. Muhammad dan Siti Hawa menikah puluhan tahun lalu. Mereka saat itu tak pernah berfikir bahwa pasangan yang menikah harus punya buku nikah dan tercatat di KUA.
“Itu salah satu penyebab banyak pasangan tak punya dokumen perkawinan, mereka berfikir asal sudah menikah sah secara syariat agama, selesai. Penyebab lainnya adalah mantan suami istri yang menikah lagi tetapi belum mendapat akta cerai dari pengadilan agama, serta pernikahan dibawah umur,” urai Heru.
Undang – undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 mensyaratkan usia minimal untuk menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Ketika usia pasangan yang menikah dibawah umur itu sudah memenuhi syarat sesuai undang-undang, perkawinan mereka bisa disahkan lewat sidang itsbat nikah di Pengadilan Agama.
Heru mengaku prihatin atas banyaknya pasangan yang menikah dibawah umur dan tak memiliki dokumen nikah. Kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab munculnya kasus penelantaran anak. Orang tua tanpa dokumen nikah otomatis tidak bisa membuat akta kelahiran untuk anak mereka. Salah satu akibatnya anak sulit untuk masuk sekolah.
Pasangan-pasangan tidak memiliki dokumen perkawinan di inventarisir dan diverifikasi. Mereka selanjutnya didaftarkan untuk mengikuti program isbat nikah massal. Akhir Tahun 2021, isbat nikah massal dengan jumlah peserta lebih dari 50 pasangan berhasil diselenggarakan FORKET. Program isbat nikah massal ini berlanjut di Januari 2023. Pasangan peserta isbat nikah massal ini juga tak harus mengeluarkan biaya, karena prosesi yang mereka ikuti tidak dipungut biaya alias gratis. Sekarang sudah ada belasan pasangan yang mendaftar untul program berikutnya.
“Kami tindak hanya menggandeng Pemda, Pengadilan Agama, KUA dan Kemenag, tapi juga menggandeng pihak lain di luar pemerintah untuk pembiayaan program yang kami laksanakan. Jadi disinilah letak kolaborasi dan gotong royong dalam program yang kami laksanakan. Usai sidang isbat nikah para peserta langsung menerima buku nikah dari KUA dan Kartu Keluarga (KK) baru dengan status kawin dari Dukcapil,” beber Heru.
Isbat nikah massal yang diselenggarakan FORKET menjadi kegiatan dengan jumlah peserta paling banyak selama program itu dilaksanakan di daerah ini. Program ini juga menjadikan FORKET KSB sebagai satu-satunya lembaga diluar pemerintah yang melaksanakan program isbat nikah massal di NTB.
Heru sendiri cukup dikenal di Sumbawa Barat. Ia adalah mantan Qori yang sering mewakili daerah ini di ajang MTQ maupun STQ. Suaranya sangat merdu ketika melantunkan ayat suci Al Qur’an. Lewat FORKET ia memperjuangkan nasib ratusan mantan Qori di Sumbawa Barat yang selama ini terkesan dilupakan.Lewat kolaborasi dengan berbagai pihak, FORKET juga melaksanakan program bantuan pendidikan untuk anak yatim.
“Kami sudah merekam ratusan Qori – Qoriah lokal KSB dan rencananya rekaman tersebut akan kami bagikan ke seluruh masjid di daerah ini untuk diputar setiap menjelang sholat atau kegiatan lain. Ini sebagai bentuk penghargaan kepada mereka. Sementara bagi anak yatim kami menggandeng para donatur telah menyalurkan bantuan alat transportasi berupa sepeda untuk ke sekolah,” ungkapnya.
Hanya saja, Heru dan LSM yang digawanginya tidak mengurus pernikahan suami yang ingin poligami. Apalagi kalau tidak ada izin istri.(Hairil Zakariah)
Komentar