KabarNTB, Sumbawa Barat – Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sumbawa Barat, Edy Budaya Lutfi, A.PTNH MH, meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap mafia tanah. Ia menegaskan keberadaan mafia tanah ini, selain merugikan negara dan masyarakat pemilik tanah, juga rentan menimbulkan konflik.
“Karena itu salah satu program prioritas Kementerian Agraria dan Tata Ruang – Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) adalah memberantas mafia tanah. Peran serta masyarakat juga penting dalam wujud kolaborasi dengan aparat berwenang atau dengan melaporkan ke Satgas mafia tanah di BPN,” ungkap Edy di acara Coffee Morning dengan wartawan PWI Sumbawa Barat dalam rangka hari Agraria dan Tata Ruang (Hantaru) ke 63 di Kantor Pertanahan Sumbawa Barat, Selasa 26 September 2023.
Salah satu moment dimana mafia tanah biasa muncul adalah saat pembebasan lahan untuk proyek-proyek besar milik pemerintah maupun swasta. Tanah yang sudah bersertifikat hak milik sekalipun biasanya ada orang lain yang mengklaim dengan berbagai alasan.
“Itu biasa dan terjadi di semua tempat, tidak hanya di KSB. Di Sekotong, Mandalika, Senggigi, sama. Itu sering terjadi dan sekarang juga terjadi. Ketika suatu perusahaan mau membebaskan tanah itu, padahal sudah bersertifikat, ada yang mengklaim milik nenek moyang atau orang tua mereka. Kami melaksanakan penanganan secara normatif, sesuai SOP dan berdasarkan documen legalitas formal. Itu yang bisa kami proses. Terhadap saling klaim kalau ada laporan ke kami, tentu kami mediasi. Jika tidak tuntas maka nanti pengadilan yang memutuskan kalau memang harus bergulir sampai ke proses hukum,” urai Edy yang didampingi sejumlah pejabat BPN KSB lainya.
Dalam setiap mediasi yang dilakukan, Edy mengaku sering memberi penekanan kepada para pihak bersengketa agar lebih memilih win win solution. “Kami tawarkan ke mereka, jadi kalau menang ya 50 persen, supaya kalau kalah tidak seratus persen. Karena kalau sudah masuk ke pengadilan nanti akan terjadi ‘menang jadi arang kalah jadi abu’. Dan persoalan ini akan turun menurun, jadi dendam kesumat. Bahkan di beberapa tempat urusan pertanahan bisa (menimbulkan korban) nyawa. Inilah yang kita hindari. Peran kami di BPN adalah memberi solusi pada setiap persoalan yang muncul dan masuk ke kami,” timpalnya.
Mafia tanah, sambungnya, bisa muncul dengan berbagai modus. Bisa dalam bentuk pemalsuan data atau rekayasa. Data yang palsu digunakan untuk membuat sertipikat asli tapi palsu. Dimana blangko sertifikat yang digunakan adalah blanko asli, tetapi data dan informasi didalam sertifikat itu palsu. Atau sertifikat yang murni palsu, baik blanko maupun data dalam sertifikat itu seluruhnya palsu.
Dalam proses Pembuatan sertipikat, BPN kata Edy adalah lembaga administrasi yang menerima dokumen yang legalitasnya terverifikasi. Tetapi BPN tidak memiliki kewenangan untuk menguji materi dokumen – dokumen yang diserahkan pembuat sertipikat. Legalitas dokumen dimaksud, berupa tanda tangan saksi dan pihak desa/kelurahan berstempel. BPN juga memperketat proses pengurusan terkait dokumen-dokumen tersebut. Jika seluruh syarat lengkap dan tidak ada masalah, proses pembuatan sertipikat tidak akan membutuhkan waktu lama. Itulah sebabnya, peran masyarakat sebagai pemilik atau saksi dan pihak desa /kelurahan sangat penting dalam proseals pengurusan sertipikat dan urusan pertanahan lainnya.
Edy juga memberi tips bagaimana menghindari mafia tanah. “Salah satu cara mengantisipasi persoalan pertanahan ini adalah sikap proaktif masyarakat. Jika membeli tanah maka segera urus surat-suratnya. Kalau bersertifikat, segera balik nama sertifikatnya, jangan abai dan menggampang-gampangkan. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepan dan akhirnya berujung pada sengketa,” pungkasnya.(EZ)
Komentar