Oleh : Sabarnuddin
Kebijakan pemerintah selalu dalam pro kontra di tengah masyarakat. Berbagai pembelaan dan kritikan yang disampaikan guna memprovokasi untuk memperluas informasi tersebut.
Realitanya dalam sebuah kebijakan ada maksud tertentu untuk mencapai kesejahteraan seluruh masyarakat serta menciptakan kenyamanan dalam kehidupan bernegara. Adapun maksud dibalik kebijakan yang dibuat apakah baik untuk seluruh rakyat atau hanya untuk kalangan tertentu yang mendapatkan keuntungan semata.
Kebijakan di negeri ini yang dibuat oleh para politisi beranggapan telah sukses mensejahterakan rakyat dengan melihat meningkatnya PDB atau jumlah barang dan jasa yang dalam periode tertentu, karena ukuran kesejahteraan menggunakan PDB maka perlu ditelisik lebih dalam seperti apa PDB Indonesia selama ini ? Asumsinya semakin tinggi PDB maka semakin tinggi ekonomi dan semakin sejahtera rakyat padahal dalam kenyataanya 1% orang mengusai kekayaan negara maka dalam ini terjadi kesenjangan.
Kebijakan yang diciptakan telah berhasil menambah kekayaan 1% orang dan 99% lainya hanya sebagai penonton ekonomi yang dijalankan. Rakyat 90% lain hanya mengusai 25% kekayaan negara. Falsafah pancasila dalam sila kelima yang mewasiatkan “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” hanya fatamorgana yang tak kan pernah terwujud bila kebijakan hanya berpihak pada mereka yang memiliki tingkat ekonomi tinggi.
Lalu, apa dalih dari para politisi hal demikian justru yang terjadi. Kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah justru telah memikirkan bagaimana kedepan ekonomi berjalan dengan baik, dijalankan skema hanya 1% orang yang mampu membuat ekonomi berjalan dengan baik bila diserahkan kepada seluruh rakyat indonesia maka akan sulit mencapai PDB tinggi karena gerak lambat ekonomi indonesia.
Analogi sederhana dalam sebuah rumah seorang ayah yang otoriter akan bertindak sesuka hati dan berusaha semua keinginan berjalan sesuai kehendaknya yang terjadi ialah akan terlihat sangat cepat hasil dan mampu menjadi contoh bagi keluarga lain.
Hal yang tidak terlihat ialah bagaimana perasaan serta keterpakasaan oleh seluruh anggota keluarga yang menjalankan semua aturan dengan berat hati maka akan terjadi chaos suatu saat dan ini bisa menjadi fatal karena semua telah lepas kendali.
Berbeda halnya bila seorang ayah yang bersikap demokratis yakni memberikan keleluasaan kepada anggota keluarga maka akan terjadi pertumbuhan yang lambat namun pasti karena semua berjalan sesuai dengan keinginan dan kehendak bersama maka akan dengan mudah mencapai kejayaan keluarga dan menjadi teladan bagi yang lain.
Komunikasi Pemerintah yang kurang Meyakinkan
Sejak awal isu Tapera akan bergulir ada banyak informasi yang seolah-olah dibuat tanpa dasar dan terkesan tergesa-gesa pemerintah membuat kebijakan Tapera. Komunikasi yang dibangun oleh pemerintah ialah potongan sebesar 2,5% ke karyawan dan 0,5% ke pengusaha dan hanya yang diatas UMR yang dikenakan Tapera ini.
Namun karena tidak di sosialisasikan dengan baik heboh rakyat seluruhnya. Dana yang disimpan juga bunga 5% hingga 30 tahun yang dalam beberapa tahun berjalan tidak ada bank yang berani memberikan bunga sebesar itu.
Dana Tapera hanya disimpan di Bank Kustodian yakni dana disimpan atas nama kita namun kita tidak dapat mengakses langsung dana tersebut harus melalui aplikasi Tapera kurang lebih seperti main saham.
Pemerintah tidak mensosialiasasikan manfaat Tapera yang akan membuat bangkrut para pebisnis properti yang saat ini sewenang-sewenang menentukan harga rumah.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan Tapera akan membuat standar kemampuan masyarakat dalam membeli rumah. Sebagai perbandingan pemerintah telah menetapkan ukuran harga berobat dirumah sakit menggunakan BPJS, maka seketika harga berobat dirumah sakiti tidak bisa terlalu mahal karena bila pasien umum berobat dengan harga terlalu mahal maka semua orang akan berobat melalui BPJS dan tidak ada yang ingin melalui jalur umum.
Sebagai bahan pertimbangan ada beberapa rumah sakit yang memberikan diskon 50% – 70% kepada pasien umum agar tetap ada pasiem umum mereka. Hal yang sama juga bisa berlaku pada Tapera jika kemampuan masyarakat membeli rumah hanya 60-80 juta maka para pebisnis tidak akan menjual harga diatas itu karena bila dipaksakan juga menjual rumah diatas harga tersebut maka masyarakat akan lebih memilih ikut program Tapera.
Rekam Jejak Program yang Tidak Jelas
Temuan BPK menyebut pencairan dana Tapera belum dibayar tahun 2021, penjelasan Komisioner BP Tapera hingga tahun 2024 BP Tapera sudah menhembalikan dana ke 956.799 PNS atau ahli waris yang mencapai 4,2 Triliun. Ia mengatakan terkait temuan BPK pada tahun 2021 yang ada 124.960 pensiunan senilai Rp567,5 miliar sudah ditindalanjuti sesuai rekomendasi BPK. Ada beberapa kesulitan karena peserta atau pemberi kerja belum melakukan pemutakhiran atau pembaruan data, diantaranya ialah NIK yang terintegrasi Dukcapil, NIP yang terintegrasi BKN, Validasi nomor rekening yang terintegrasi dengan perbankan. Himbauan heru kepada seluruh peserta Tapera agar melakukan pembaruan data melalui portal Tapera.
Bila ingin membuat kebijakan Tapera untuk seluruh rakyat indonesia yang berada diatas UMR maka etikanya pemerintah menyelesaikan PR terlebih dahulu baru rakyat bisa memastikan program ini berjalan dengan baik kedepannya. Di saat ekonomi sedang memburuk lalu tiba-tiba di isukan akan adanya potongan untuk Tapera akan ada banyak spekulasi yang bergulir dan ini akbat tidak ada kejelasan yang bisa memastikan keamanan uang rakyat yang nantinya akan ikut program Tapera.
Dalam keadaan yang sedang tidak stabil imbas dari gejolak pilitik dan imbas perang harga-harga melonjak naik lebih tepat pemerintah mengusahakan menstabilkan harga di pasar karena bila keadaan ini tidak diperbaiki akan semakin parah dengan politik global yang semakin memanas.
Gejolak Rakyat terhadap berbagai kebijakan Pemerintah
Perdebatan hingga perseteruan pemilu masih berlanjut hingga kini dan berbagai program yang akan dijalankan, esensinya ada pada tujuan kebijakan itu sendiri apakah kebijakan itu urgent untuk saat ini atau justru ada kebijaakan yang lebih urgent yang dinanti masyarakat manfaat nya.
Harga yang melambung tinggi, biaya sekolah hingga kuliah yang semakin tak masuk akal, hukum yang seolah buntu dan tak berdaya melawan korporat dan orang beruang. Perdebatan politik dinasti dan nepotisme yang semakin menjadi-jadi.
Idealnya rakyat akan dengan tenang menerima dengan hati lapang semua rencana pemerintah bila tak terjadi kesenjangan yang begitu kuat. Bila masalah satu belum selesai dan disusul dengan masalah berikutnya maka akan bertambah- tambah beban yang ditanggung oleh rakyat.
Pada bulan Oktober 2024 pucuk pemerintahan tertinggi akan berganti dan bila tidak terselesaikan satu persatu berbagai tuntutan rakyat akan semakin menambah sikap skeptis rakyat terhadap pemerintahnya.
Dalam proses demokrasi tidak akan berjalan dengan baik bila tidak lagi ada kepercayaan rakyat kepada pemerintahnya. Hal ini akan memberikan efek lepas kedali rakyat dan akan memunculkan keotoriteran pemimpin dalam berkuasa.
Keleluasaan dalam hidup bermasyarakat ialah sebuah keniscayaan namun bila sudah tidak terjadi kenyamanan dalam hidup bernegara akibat aturan yang telah ketat dan mengikat akan membuat chaos negara dalam waktu dekat.(*)
*) Penulis adalah Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang
Komentar