Mataram,KabarNTB – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan melanjutkan program yang dikembangkan Bank Dunia terutama program Sekolah/Madrasah Aman dan Hemat Energi (Smahe) untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di sekolah terpencil dan belum terjangkau jaringan listrik PLN.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) NTB H Lalu Syafi’i di Mataram, Kamis, mengatakan proyek percontohan yang telah dikembangkan Bank Dunia di enam Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Barat itu akan dilanjutkan di sekolah lainnya yang belum berlistrik.
Bank Dunia melalui program Smahe telah mengembangkan penerapan teknologi listrik terbarukan yang merupakan perpaduan antara energi sinar matahari dan turbin angin untuk memenuhi kebutuhan sekolah di daerah terpencil serta belum terjangkau jaringan listrik PLN.
Ia mengatakan, pihaknya akan melanjutkan program Smahe di sekolah-sekolah lainnya yang belum berlistrik dengan memberikan bantuan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan anggaran. “Hingga kini masih banyak sekolah di daerah terpencil yang belum berlistrik, karena lokasi tersebut belum terjangkau jaringan PLN. Karena itu, kita akan melanjutkan program Smahe yang telah dilaksanakan Bank Dunia tersebut,” katanya.
Dengan adanya program tersebut, kata Syafi’i, para siswa yang selama ini menggunakan lampu teplok dengan bahan bakar minyak tanah, yang mengganggu kesehatan mereka, bisa menggunakan lampu listrik dengan energi matahari atau “solar cell” yang dipadukan dengan turbin angin.
“Dengan adanya teknologi listrik yang menggunakan energi terbarukan itu para siswa di daerah terpencil juga bisa menikmati teknologi informasi (IT), seperti mengakses internet dan para guru juga bisa melaporkan kondisi siswanya ke pemerintah daerah,” ujarnya.
Senior Operation Officer Bank Dunia Erita Nurhalim mengatakan, menurut hasil pendataan, masih banyak sekolah di Provinsi NTB yang belum berlistrik.
“Sekolah di NTB yang belum berlistrik mencapai lebih dari 30 persen. Karena itu kami mengembangkan energi listrik dengan teknologi “hybrid power system” yakni perpaduan energi sinar matahari dan turbin angin,” katanya.
Dia mengatakan, teknologi itu dirancang sedemikian rupa sehingga kendati angin yang relatif lemah pun bisa menhasilkan energi listrik. Ini cukup membantu kebutuhan bagi sekolah-sekolah terpencil yang tidak terjangkau jaringan listrik PLN.
Untuk menunjang program Smahe, Bank Dunia membantu 180 sekolah di tiga provinsi, yakni Sumatera Barat, Jawa Barat dan NTB masing-masing 60 sekolah.
Dia mengatakan, Smahe dikembangkan terkait dengan program Sejuta Sekolah Aman di seluruh dunia dan Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung program tersebut. “Proyek percontohan Smahe dilaksanakan di tiga provinsi, yakni Sumatera Barat, Jawa Barat dan NTB. Khusus di NTB pada awalnya dikembangkan proyek percontohan di dua SD, yakni SDN Puncak Jeringo, Lombok Timur dan SDN 8 Buwun Mas, Lombok Barat,” katanya.
Namun, katanya, setelah melihat keberhasilan di dua sekolah tersebut akhirnya ditambah lagi di dua SD lainnya di Lombok Timur. Harga “hybrid power system” mencapai 5.000 hingga 7.000 dolar AS
per unit. Ke depan, katanya, “hybrid power system” diupayakan diproduksi di Indonesia agar harganya bisa ditekan menjadi lebih murah. “Dengan adanya energi listrik tersebut sekolah-sekolah di pedesaan juga bisa menikmati teknologi informasi dan proses pembelajaran menjadi lebih maju, seperti penggunaan proyektor, mesin fotokopi dan mengakses internet,” katanya.(ant)
Komentar