Waspada Bahaya Money Politik Pemilu 2014

Tatanan demokrasi di suatu negara ditandai oleh dinamika realisasi prinsip-prinsip dasarnya. Pertama, adanya popular participation, yakni hak rakyat untuk terlibat dan mengontrol dalam pembuatan kebijakan publik.

Kedua, political freedom, yang berarti hak setiap entitas politik dijamin untuk mengekspresikan keyakinan politiknya secara terbuka.

Ketiga, terciptanya political equality, yaitu kesetaraan politik ? yang lebih popular disebut level playing field – dalam kompetisi politik.

Dalam sistem demokrasi perwakilan, kedaulatan rakyat direpresentasikan dalam parlemen dan pemerintah melalui pemilu yang bebas, adil dan reguler.

Pemilu adalah wahana untuk penggantian pemerintahan dan kepemimpinan baik ditingkat nasional maupun daerah secara demokratis.

Dalam pemilu, ketiga prinsip itu berinteraksi secara bersamaan. Partai politik atau kandidat memiliki hak dan kesempatan untuk mengekspresikan dan mempromosikan visi, platform serta program kepada pemilih.

Karakteristik kesetaraan politik (political equality) dalam pemilu adalah: satu orang, satu suara dan satu nilai (one person, one vote and one value). Semakin terpenuhinya ketiga prinsip diatas, maka kualitas demokrasi pun semakin baik.

Namun, mewujudkan tatanan yang ideal tentu saja bukan perkara yang mudah. Apalagi praktek politik uang (money politics) merupakan musuh yang kerap membayangi. Tak jarang, penyimpangan itu mempengaruhi prinsip keseimbangan dalam demokrasi.

Survei terbaru secara nasional yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, menjelang Pemilu 2014 mendatang, bahwa pola dan kinerja partai politik (Parpol) menyebabkan potensi terjadinya money politic di Tanah Air semakin besar.

Seperti yang disampaikan Direktur Eksekutif IPI, Burhanudin Muhtadi belum lama ini, bahwa karena terjadi jarak yang cukup jauh antara partai politik (Parpol) dengan masyarakat, sehingga Parpol harus mendekati pemilih lewat transaksi politik uang.

Kondisi seperti ini, tentu tidak akan jauh berbeda dengan daerah. Dengan sistem Parpol yang terikat dari pusat hingga daerah, maka mau tidak mau, kondisi ini harus menjadi keprihatinan bagi segenap masyarakat diberbagai daerah tak terkecuali di Sumbawa Barat khususnya dan propinsi NTB umumnya.

Konon di tengah masyarakat terendus kabar tak sedap bagi dinamika politik yang Jurdil menjelang Pilcaleg 2014, di Sumbawa Barat saja misalnya sejumlah kandidat konon disebut-sebut telah menyiapkan anggaran yang cukup fantastic untuk kemudian dibagikan menjelang pemungutan suara kepada calon pemilih.

Beredar nominal angka Rp. 150.000 bahkan sampai Rp. 200.000 per individu rencana uang tunai yang akan dibagikan bagi sejumlah calon pemilih, sehingga memenuhi target suara satu kursi.

Jika ini benar tentu menjadi khawatiran bersama akan seperti apa kwalitas dan kapasitas wakil rakyat yang kelak akan menentukan arah pembangunan 5 tahun kedepan.

Rakyat sudah mestinya harus cerdas menangkap dinamika ini, perlu memasang mata dan telinga lebih lebar lagi agar praktek kotor seperti ini yang kelak justru akan menjerumuskan masyarakat sendiri, dalam system kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih komplit permasalahan.

Praktek politik kotor jual beli suara ini menjadi bahaya yang patut diwaspadai semua pihak terutama yang berkaitan dengan penyelenggara pemilu, dan tentu juga partisipasi masyarakat yang terlibat langsung dalam pesta demokrasi.Wallahualam.

 

 

iklan

Komentar