Sumbawa Barat, KabarNTB – Pasca Penangkapan dan Penahanan SK oknum Anggota DPRD KSB yang dilakukan oleh Kepolisan Sumbawa Barat , sejumlah Pihak mengajukan Surat Penangguhan Penahanan terhadap SK , Surat tersebut datang dari Unsur Pimpinan DPRD setempat, Keluarga SK dan Tim Pengacaranya. Namun, hingga kini, tim penyidik Kepolisian Resort ( Polres ) Sumbawa Barat belum mengabulkan permohonan penangguhan penahanan SK, anggota DPRD setempat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ).
Kepala Kepolisian Resort Sumbawa Barat, AKBP Teddy Suhendyawan Syarif, S.IK, M.Si melalui Kasubbag Humas Polrest Setempat, IPTU Hofni Nefa Baureni , Menjelaskan, penagguhan penahanan terhadap tersangka SK merupakan hak sejumlah pihak untuk membuat surat tersebut dengan mengaju kepada ketentuan Peraturan Per undang – Undangan yang berlaku.
” Hak keluarga atau pegacara untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Dari permohonan itu, penyidik akan mempelajari dan mempertimbangkan apakah bisa ditangguhkan atau tidak,” katanya kemarin diruang kerjanya.
Diterangkan Hofni, persyaratan dalam pasal 31 ayat 1 KUHP 311 tentang penangguhan penahanan boleh diajukan oleh tersangka atau pengacara dan juga keluarga dengan ketentuan dan syarat – syarat yang harus dipenuhi.
” Kooperatif, tidak menghilangkan barang bukti, tidak melarikan diri, dan tidak memengaruhi saksi,” terangnya.
Kendati begitu, dirinya belum bisa memastikan penangguhan penahanan terhadap SK. Sebab, syarat-syarat yang diajukan akan dipelajari terlebih dahulu oleh tim penyidik.
“ Permasalahannya sekarang apakah pengajuan penangguhan penahanan itu dikabulkan atau tidak, jelas terlebih dulu mempertimbangkan berbagai aspek dan dampaknya. Itupun tergantung dari penyidik yang menangani kasusnya,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Sumbawa Barat, M. Nasir, ST menyatakan, sejak melayangkan surat permohonan penangguhan penahanan SK pada , Rabu ( 28/2 ), pihaknya hingga kini belum menerima informasi apapun dari pihak kepolisian.
“ Yang jelas hingga kini kami belum menerima informasi apapun apakah surat permohonan penangguhan penahanan itu dikabulkan atau tidak,” ungkap Nasir.
Diterangkan Nasir, surat permohonan penangguhan penahanan yang dilayangkan itu berisi agar penahan SK dapat ditangguhkan mengingat banyaknya agenda DPRD, baik di Komisi I dimana SK menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi, maupun agenda – agenda DPRD yang ada di Alat Kelengkapan Dewan ( AKD ) lainnya yang juga memerlukan attensi dan keaktifan SK didalam pembahasannya.
“ Intinya surat itu memohon untuk ditangguhkannya penahanan terhadap SK,” tukasnya.
Kendati demikian, Dirinyapun mengakui bahwa kebijakan terhadap persoalan tersebut berada di tangan kepolisian dan pihaknya tidak bisa mengintervensi hukum karena bukan domai DPRD
” Itu merupakan kewenangan Polisi, kami tidak bisa mengintervensi hukum ” tutupnya.
Seperti diketahui, SK politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) daerah pemilihan ( Dapil ) III Sumbawa Barat resmi ditahan sejak Rabu, (28/01 ), setelah melalui proses gelar perkara.
Dia menjadi pesakitan diruang tahanan Polres setempat karena diduga menggunakan surat palsu berupa ijazah Paket C dalam proses pencalonan dirinya pada pemilu legislatif 2014 lalu.
Tidak hanya SK, kepolisian bahkan menahan sedikitnya 3 tersangka lainnya yang diduga kuat memiliki peranan penting dalam proses pembuatan hingga kepenerbitan dugaan ijasah palsu yang dimiliki SK.
Mereka masing – masing ND alias DO warga Desa Maluk Kecamatan Maluk, MS Pegawai Honorer di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima dan MW alias BJ pengelola Pusat Kegiatan Belajar Mengajar ( PKBM ) Diwu Ompu Kecamatan Monta Kabupaten Bima.
Dalam kasus ini Kepolisian bahkan menyatakan, SK diduga keras melakukan tindak pidana menggunakan surat palsu berupa Ijasah Paket C sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat 2 junto 55 ayat 1 Kitab Undang – undang Hukum Pidana ( KUHP ).
Sedangkan 3 tersangka lainnya diduga keras ikut membantu melakukan tindak pidana menggunakan surat palsu berupa Ijasah Paket C sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat 2 junto 55 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman yang diatur dalam undang – undang itu sedikitnya 6 tahun kurungan penjara. (K-AS)
Komentar