Sambangi Taliwang, Raja Gowa Tallo Sebut Silsilah Taliwang-Gowa Tallo Punya Hubungan Erat

 

KabarNTB, Sumbawa Barat – Raja Gowa Tallo ke 37, Andi Kumala Idjo Daeng Sila Karaeng Lembangparang Batara III menyebutkan, jika masyarakat Taliwang sudah melupakan sejarah penaklukan Taliwang oleh Raja Gowa. Di Taliwang yang melanjutkan Trah itu ada dua, Paewa dan Angga. Sedangkan di Gowa dilanjutkan oleh I Kumala. Kebetulan dirinya merupakan cucu dari I Kumala yang namanya sama dengan dirinya.

Hal tersebut ditegaskannya, pada acara silaturrahmi keluarga besar Kesultanan Sumbawa Kedatuan Taliwang-Kamutar Telu Trah Gowa Tallo Dinasti Dewa Dalam Bawa, yang dipusatkan di Balla Binanga, Kelurahan Kuang, Kecamatan Taliwang, Sumbawa Barat, pada Sabtu (16/07/2016) lalu, acara ini menguak sebuah perjalanan sejarah eksistensi Datu Taliwang yang kemudian menjadi Sultan Sumbawa Dinasti Dewa Dalam Bawa.

Kegiatan yang menghadirkan para keturunan Datu Taliwang tersebut, dihadiri ratusan warga Taliwang maupun para perantau dari Sulawesi Selatan di Kabupaten Sumbawa Barat yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Barat.

Menurut cRaja Gowa, kehadirannya di Taliwang merupakan kali kedua di Taliwang atas dorongan dan undangan dari Andi Azisi Amin serta keluarga, setelah pertama kali dalam sebuah acara seminar  kebudayaan sejarah pertalian Taliwang dengan Gowa Tallo, oleh pemda Sumbawa Barat tahun 2009.

“Saya hadir. Saya merasa sedih dan menangis. Saya ingin mencari keluarga saya. Ketika Bapak saya Raja Gowa yang ke 36 meninggal dan berpesan apakah kamu atau saudara kamu carilah keluarga kamu di Sumbawa khususnya di Taliwang Kemutar Telu. Di sana banyak, kita ini adalah rumpun darah Taliwang,” ungkap Andi Kumala Idjo.

raJAAAAPada saat itu tuturnya, dia tidak tahu Taliwang itu di mana. Kehadirannya di Taliwang di 2009 kemudian mempertemukannya dengan beberapa kerabat keluarga.

Kehadirannya di Sumbawa Barat tersebut bukan sebagai tamu melainkan kembali ke tanah leluhurnya untuk bersilaturrahmi dengan keluarga. Kepada keluarganya di Taliwang dia berpesan supaya menjaga persatuan dan kesatuan serta saling menghargai di antara sesama.

“Kami datang ke Taliwang bukan mencari harta, tapi kami ke Taliwang ingin melihat keluarga kami di sini sejahtera dan damai menjalankan aktifitasnya untuk membangun Kabupaten yang kita cintai,” ujar anak bungsu Raja Gowa ke 36 tersebut dengan jabatan terakhir Patih Mataram atau sama dengan Menteri Luar Negeri dan masih melakukan kegiatan budaya di Tanah Gowa.

Ia pun mengutip kalimat Presiden RI pertama, Bung Karno, bahwa bangsa  yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya. Kini kita hanya menikmati jasa dari para Kedatuan dalam menegakan kebenaran untuk merdeka melawan Belanda.

Dapat dibayangkan kata Andi Kumala Idjo, orang Gowa berangkat ke mana-mana hanya menggunakan perahu penisi, tapi karena telusan dan tekad ingin mengembangkan Gowa lebih besar maka sampailah ke tanah Taliwang Kemutar Telu.

Dalam kesempatan tersebut, ia memaparkan pernah ada ekspedisi dari 5 orang Taliwang datang ke Gowa dan langsung diajak ke istana Balla Lompoa. Mereka ingin mencari keluarga di Gowa, setelah berdialog ternyata sesama keturunan Mahmud. Di situ ada Husain, Syahril, dan lainnya.

“Alhamdulillah nyambung, datanglah Andi Azisi ekspedisi kedua. Semakin yakin rasanya bahwa ternyata di Taliwang masih ada keluarga saya dan masih memegang teguh adat istiadat kita,” ungkapnya.

Ke depan, ia berharap pertemuan seperti ini dilanjutkan di masa-masa yang akan datang. Karena silaturrahmi berkah dari Allah dan menjanjikan umur panjang serta rejeki yang banyak. Tapi katanya, bagi siapa yang memutus silaturrahmi maka pintu surga ditutup dan pintu neraka dibuka.

“Salam hangat saya kepada pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, mudah-mudahan di masa yang akan datang kita akan bersilaturrahmi lagi. Saya titip kepada Andi Azisi, jalin sinergitas dengan pemerintah daerah. Kepada keluarga lain, saya tidak lagi mau mendengar hanya karena ada persoalan sedikit ribut, kita di Gowa malu kalau ada keturunan Datu Taliwang di Taliwang tidak mau saling menyapa,” pesan Andi Kumala Idjo.

Sahril Amin Karang Bontolangkasa salah seorang keturunan Datu Taliwang, kemudian diberikan gelar Raja Muda tersebut, di hadapan para hadirin, memaparkan, bahwa antara Taliwang dan Gowa merupakan pertalian yang sangat sulit untuk dipisahkan. Karena disampaikan oleh salah seorang keturunan penakluk Taliwang Andi Muhammad Aras Daeng Patangngang termaktub jelas bahwa penaklukan Taliwang oleh Panglima Utama Kejaraan Gowa Tallo pada tahun 1616.

Menurut Sahril, menjadi sejarah bagi masyarakat Taliwang Kemutar Telu Sumbawa Barat 400 tahun yang lalu. Kehadiran Andi Muhammad Aras menjadi bukti bahwa Kerajaan Gowa Tallo pernah melakukan ekspedisi besar dan penaklukan Taliwang untuk satu tujuan adalah dakwah islamiyah.

“Dengan kehadiran dan pemaparan Raja Gowa Andi Kumala Idjo Daeng Sila Karaeng Lembangparang, menjadi jawaban atas pertanyaan dari masyarakat luas, siapa Andi Kumala Idjo, siapa Sahril Amin dan siapa Andi Azisi Amin,” tegas Sahril.

Ia mengutarakan bahwa pihaknya adalah keturunan langsung Sultan Sumbawa Datu Taliwang Trah Gowa Tallo. Bahwa menjadi seorang Datu atau raja berdasarkan keturunan tidak berdasarkan kepantasan dan Datu atau Raja bukan diangkat dan bukan dipilih.

Namun demikian, selama ini terang Syahril pihaknya tidak ingin mengatakan bahwa pihaknya adalah Datu atau Raja, tapi makna acara silaturrahmi tersebut menjawab pertanyaan dan pernyataan yang mengemuka di tengah publik Tanah Kemutar Telu, bahwa pihaknya bukan orang yang mengkaraeng-kareang (ngaku) sebagai pihak yang memiliki keturunan dari Sultan Sumbawa Datu Taliwang.

Sahril mengupas, bahwa Sultan Sumbawa yang berkuasa adalah Amas Cini (Dewa Mas Pamayam), setelah itu Amas Gowa, yang ketiga Amas Penghulu (seorang wanita) kemudian menikah dengan Raden Subangsa of Banten yang melahirkan salah seorang putra terbaik, Amas Bantan Datu Loka.

Amas Bantan Datu Loka menikah dengan salah satu putri dari Raja Kerjaaan Gowa Tallo bernama I Mappaijo Daeng Manjauru Sultan Harun Alrasyid (Halimah Karaeng Tanisanga), melahirkan salah satu putra terbaik yang pernah berperang ke Selaparang adalah Amas Madina.

“Amas Madina ini adalah Datu Taliwang Sultan Sumbawa dan salah satu putra terbaiknya adalah Datu Jereweh bernama Dewa Maja Jarewe. Inilah Sejarah, inilah lintasan, inilah silsilah,” tegas Sahril.

Kemudian sambungnya, yang termaktub di Gowa adalah Dewa Iya, yang melahirkan salah satu putra terbaiknya yang pernah menjadi Wakil Gubernur NTB, H. Bonyo Thamrin Rayes. Kemudian ada anaknya Datu Tengah yang menikah di Bima melahirkan Ferry Zulkarnaen mendiang Bupati Bima. ““Inilah keturunan Amas Bantan Datu Loka,” ujarnya.

Amas Madina ini menikah dengan I Rakia Karaeng Agangjene sebagai Datu Taliwang Sultan Sumbawa, melahirkan salah satu putra terbaik I Makkasupa Sultan Safiuddin menjadi Raja Tallo.

Juga melahirkan putri terbaik di tanah Sumbawa dan menjadi Sultanah (sultan Wanita pertama) bernama I Masugi Ratu Karaeng Bonto Parang. “Inilah keluarga kami, Sultan Sumbawa Datu Taliwang dari Trah Gowa Tallo,” kata Syahril.

Selanjutnya I Makkasuma Sultan Safiuddin sebagai Raja Tallo menikah dengan Karaeng Marangabombang, melahirkan dua putra terbaik I Manginjarang Karaeng Lembang Parang (Raja Gowa) dan  I Manjobali Daeng Pattompo Karaeng Parang Mamasse (Raja Tallo).

Selanjutnya, putri Masugiratu Karang Bonto Parang hasil pernikahan Dewa Maja Jarewe dengan Karang Bontomajene (Putri Gowa) melahirkan putra yang pertama kali disebut dengan Sultan Muhammad Kaharuddin I bernama I Mappasusung Dewa Sesung Mappadusu Sultan Muhammad Kaharuddin I.

Selanjutnya ulas Sahril, I Manjobali Daeng Pattompo Karaeng Parang Mamasse, menikah dengan salah satu putri terbaik tanah Sumbawa hasil pernikahan dari I Masugiratu Karaeng Bonto Parang dengan I Mappasusung Sultan Kaharuddin I bernama Karaeng Bonto Masugi yang diberi gelar Sumbawa Datu Bonto Raja.

“Dari pernikahan keturunan Manjobali Daeng Pattompo Karaeng Parang Mamasse yang menikah dengan Karaeng Bonto Masugi lahirlah pewaris Kesultanan Sumbawa Datu Taliwang bernama Sultan Mahmud Daeng Sila Karaeng Baroanging,” tandasnya.

Kemudian lanjut Syahril, dari Mahmud Daeng Sila Karaeng Baroanging menikah dengan salah satu putri terbaik Gowa dari pernikahan I Manginjarang Karaeng Lembang Parang dengan Ralle Ratu Karaeng Lipukasi bernama I Galaga Karaeng Magalombang dan melahirkan I Kumala Daeng Paranni Karaeng Lembangparang Sultan Abdul Kadir Muhammad Aiduddin Raja Gowa, yang menjadi keturunan langsung dari I Kumala Idjo Karaeng Lembang Parang (Raja Gowa saat ini).

Kemudian dari perkawinan kedua Mahmud Daeng Sila Karaeng Baroanging dengan I Ralle Karaeng Marannu Karaeng Suangga lahir dua putra terbaik yang meneruskan kekuasaan di Taliwang bernama I Pangurisang Daeng Paewa Karaeng Bontoa (Lalu Paewa Datu Taliwang). Kemudian putra kedua bernama I Manawari Daeng Mangngalle Karaeng Panaukang yang dipanggil Lalu Alle (Dea Mangkubumi Taliwang)

“Dan I Pangurisang Daeng Paewa Karaeng Bontoa yang menurut Zollinger 1847-1850 datang ke Taliwang diberi nama oleh Belanda tuan Pangeran Haji,” kata Sahril.

Kemudian perkawinan Tuan Pangeran Haji dengan Lala Putri I Mangintang Daeng Ngani bergelar Lala Putri Mangintang melahirkan salah satu putri terbaiknya Bidarasari (Bida Dea Raja Dewa).

Dari I Manawari Daeng Mangngalle Karaeng Panaukang (Raja Desa Mangkubumi) yang menikah dengan I Basse Hindon Lempangang Daeng Nipati melahirkan salah satu petarung tangguh Tana Taliwang bernama Mappatunru (Dea Mas Unru).

Selanjutnya hasil perkawinan Bidarasari dengan Haji Samsuddin Dea Ungang melahirkan salah satu putrinya Dato Hajah Siti Fatimah.

“Dato Hajah Siti Fatimah menikah dengan ayahanda M. Amin Haji Hasan Dea Naga, melahirkan anaknya 9 orang yang terbesar Syamsuddin Amin, Suntiati Amin, Tun Razak Amin, Atiah Amin, Salma, Nursiah, Hasan (sudah meninggal), Andi Azisi Amin Daeng Paewa dan terakhir saya sendiri Sahril Amin,” papar Sahril.

Ia juga menerangkan silsilah Mappatunru (Unru) yang melahirkan putri terbaik bernama Badariah hasil pernikahan dengan     Cempau Raga. Badariah kemudian menikah dengan Abdul Rahman melahirkan putra terbaik di tanah Taliwang Muhammad Andang.

“Itulah ringkasan sejarah yang harus kami sampaikan kepada masyarakat. Agar tidak ada lagi perbedaan pendapat diantara kita. Kemudian pesan Andi Kumala Idjo Sila Karaeng Lembangparang untuk mengkahiri perbedaan pendapat yang mengemuka selama ini. Agar ke depan lebih baik membangun Sumbawa Barat,” tegas Sahril.(K-3)

 

Komentar