KabarNTB, Mataram – Pemerintah mendorong agar jasa keuangan syariah dapat menghidupkan semua kegiatan ekonomi riil, dan tidak terbatas pada enam sub sektor saja seperti yang saat ini terjadi.
Perluasan akses pelayanan jasa keuangan syariah dan juga upaya sosialisasi dinilai perlu ditingkatkan untuk mendukung upaya tersebut.
“Berdasarkan prinsip dasar keuangan syariah maka seharusnya keuangan syariah bisa menghidupkan semua kegiatan ekonomi riil yakni semua kegiatan transaksi barang atau jasa yang menggunakan sumber daya riil,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, saat membuka Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) ke 15, Selasa (6/9) di Universitas Mataram.
Sayangnya, menurut Bambang, saat ini definisi keuangan dan ekonomi syariah masih sangat terbatas. Akibatnya, hanya enam subsektor ekonomi riil saja yang dianggap masuk dan memperoleh akses, antara lain makanan halal, pariwisata, keuangan, pakaian, serta obat atau kosmetika.
Padahal perkembangan jasa keuangan syariah baik di Indonesia maupun secara global terus mengalami trend peningkatan.
“Pada 2009 aset industri keuangan syariah itu tercatat sebesar USD 500 Miliar. Sementara laporan Islamic Finance News, pada 2016 aset itu meningkat menjadi sekitar USD 2 Triliun,”katanya.
Menurut Bambang, pemerintah sudah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang didalamnya ada unit unit yang bertugas melakukan sosialisasi, advokasi, dan promosi ke tengah masyarakat.
Prinsip dasar keuangan syariah yang melarang riba atau bunga pinjaman, melarang transaksi spekulatif, dan mewajibkan untuk mendukung kegiatan ekonomi riil, bukan saja bisa membuka peluang peluang ekonomi baru yang langsung menyentuh masyarakat dan UMKM, tetapi juga dinilai memiliki ketahanan stabilitas yang lebih baik dari pada sistem ekonomi konvensional.
Berdasarkan data Bappenas, dari jumlah penduduk 254 juta jiwa di Indonesia saat ini baru sekitar 22 juta jiwa yang sudah mengakses keuangan syariah.
Sementara itu, Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi mengatakan, konsep keuangan syariah atau ekonomi Islam merupakan konsep yang mengadopsi nilai-nilai Islam yang universal.
Pendekatan prinsip non riba atau pinjaman tanpa bunga, juga akan sangat membantu masyarakat yang membutuhkan modal usaha.
Menurut Zainul, saat ini NTB tengah merancang sebuah Perda yang mengatur perubahan Bank NTB menjadi Bank NTB Syariah.
“Kami juga menargetkan pada 2018, Badan Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di Kota dan Kabupaten bisa bersinergi dalam suatu perusahaan daerah PT BPR NTB Syariah,” katanya.
Hanya saja, papar Zainul, perlu ada pendekatan lokal untuk meningkatkan minat masyarakat mengakses keuangan syariah.Istilah dalam layanan dan transaksi keuangam syariah yang masih menggunakan bahasa Arab, menurutnya membuat masyarakat sulit mengerti.
“Saya rasa istilah akat dalam bahasa Arab bisa di Indonesiakan saja, bila perlu bahasa daerah agar masyarakat bisa faham. Karena yang terpenting itu esensinya tetap berdasar syariah. Sehingga riset riset yang dilakukan tentang keuangan syariah tidak hanya bisa dinikmati lewat tulisan ilmiah saja, tetapi langsung bisa dinikmati secara kongkrit oleh masyarakat,”katanya.(K-Y)
Komentar