KabarNTB, Dompu – Aliansi Pemuda Perjuangan Rakyat (Appra ), Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, meminta pemerintah daerah setempat dan lembaga lainnya yang concern dalam hal anti korupsi untuk ikut aktif terlibat dalam pengawasan pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dikelola semua desa.
Ketua APPRA Dompu, Suparjon, dalam pernyataan tertulis yang dikirim kepada KabarNTB, Kamis 23 Maret 2017, mengatakan, tingginya alokasi ADD yang bersumber dari APBD dan DD yang bersumber dari APBN, membutuhkan suatu sistim penaganan yang serius dari semua komponen terutama Eksekutif, legislatif,yudikatif maupun Lembaga Pegiat Anti Korupsi Non Goverment Organisasion (NGO) di Kabupaten Dompu untuk mengawasi dan mengawal pengelolaan dana tersebut.
“Permintaan ini kami sampaikan, sehubungan dengan banyaknya temuan kami dilapangan terkait mekanisme penggunaan ADD dan DD yang diduga tidak normatif yang mengakibatkan sejumlah anggaran yang masuk kerekening di 72 (tujuh puluh dua) Desa yang ada dikabupaten Dompu, rawan disalahgunakan,” ungkap Suparjon.
Ia mengungkap sejumlah temuan APPRA antara lain, proses penyusunan perencanaan kegiatan anggaran yang tertuang dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) yang dibuat oleh Desa yang bersifat formalitas semata, laporan penggunaan dana yang rawan dugaan fiktif, penanganan laporan dan aduan masyarakat yang masih relatif labil, sulitnya aparat penegak hukum membongkar tabir kejahatan desa, serta dugaan mark up anggaran kegiatan fisik yang tinggi.
“Minimnya regulasi serta sumber daya manusia (SDM) yang tersedia di desa itu sendiri, kami tengarai menjadi penyebab terjadinya kondisi dimaksud. Akibatnya banyak oknum Kepala Desa yang semau gue mengelola anggaran,” imbuhnya.
Karena itu, APPRA menilai aspek pengawasan publik terhadap jalannya kegiatan pengelolaan anggaran ditingkat Desa, transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran Belanja dan Pendapatan Desa (ABPDes) menjadi penting. Hal ini dilakukan dalam rangka pemuktahiran data dan transparansi informasi tentang anggaran yang masuk dan yang terpakai oleh Desa itu sendiri, agar diketahui publik.
“Selain itu, Peningkatan Sumber daya manusia (SDM) kepala desa dalam memahami landasan keterbukaan dan Transparansi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Public (UU KIP) juga penting dilakukan, misalnya dengan menggelar kegiatan Bintek bagi semua kepala Desa yang ada dikabupaten Dompu,”.
“Meningkatkan produksi regulasi terkait Desa juga penting dilakukan, untuk melengkapi turunan dari Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, hal ini dilakukan untuk membatasi dan memperkecil ruang dugaan kejahatan tindak pidana korupsi yang terjadi disegala lini saat ini,” himbaunya.
Tidak hanya Kepala Desa, Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) di lingkup pemerintah daerah, menurut APPRA juga harus dibimbing secara khusus dalam memahami tujuan UU KIP yang saat ini menjadi pedoman Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk bertugas dalam melayani permohonan surat akses informasi oleh public. Mengingat pasca diundangkannya UU No. 14 Tahu 2008 pada tanggal 30 April tahun 2010 menjadi Undang-undang masih banyak ASN ditingkat SKPD yang belum memahami secara kompherensif makna KIP. Akibatnya banyak informasi yang diminta oleh public yang sampai hari ini belum dikabulkan.
“Untuk menjawab permasalahan diatas, menjadi tugas bersama kita semua pihak dalam memperbaiki sistem yang ada. Sebagai negara yang mengadopsi asas demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kami minta Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) kabupaten Dompu selaku atasan PPID ditingkat SKPD dapat menggelar kegiatan Training maupun sosialisasi kesemua pihak untuk lebih memahami isi dari amanat yang tersirat dalam Undang-undang KIP,” demikian Suparjon.(EZ)
Komentar