Lagi, Wabup KSB ‘Cubit Lebih Keras’ Pemprov Soal Komitmen ber-NTB

KabarNTB, Sumbawa Barat – Wakil Bupati Sumbawa Barat, Fud Syaifuddin, kembali memberikan ‘cubitan’ terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB), terkait komitmen untuk mendukung program pembangunan di kabupaten/kota.

Kali ini ‘cubitan” tersebut terasa lebih dalam dan lebih menohok daripada ‘cubitan’ yang disamapaikan Wabup pada kegiatan Lokakarya Pencapaian MDGs di NTB dan Tantangan Menuju SDGs yang dilaksanakan di graha Bhakti Praja, Kantor Gubernur NTB di Mataram, Selasa 7 maret 2017 lalu.

Berbicara saat membuka kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) KSB tahun 2018 di Taliwang, Kamis 16 maret 2017, Wabup menilai kebijakan Pemerintah Provinsi NTB dalam hal pengalokasian anggaran guna memback up program pembangunan di kabupaten/kota terlau jauh kesenjangannya.

Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB tahun 2017 yang nilainya mencapai Rp 4,7 triliun, Kabupaten Sumbawa Barat, menurutnya, hanya mendapat alokasi anggaran sekitar Rp 7 miliar yang tersebar dalam sejumlah program yang dikelola oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Wakil Bupati Sumbawa Barat, Fud Syaifuddin

“Jumlah itu, mungkin kurang dari dua persen dari nilai APBD NTB. Dan tidak hanya terjadi sekarang, tetapi setiap tahun. Bayangkan, untuk program (Dinas) Pariwisata, KSB hanya dialokasikan Rp 400 juta. Kita bisa dapat apa ? padahal Kita juga dibebankan kewajiban untuk memback up event Festival Tambora yang telah menjadi agenda nasional,” cecar Wabup dalam acara yang juga dihadiri Kabid Ekonomi, Riady SP, yang mewakili Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB itu.

Wabup menyatakan, Kabupaten Sumbawa Barat sebagai wilayah yang terletak di ujung barat Pulau Sumbawa tidak dilewati oleh jalur transportasi nasional. Kondisi ini menyebabkan kegiatan perekonomian masyarakat dan pengembangan sektor lain seperti pariwisata dan pertanian akan sulit dilakukan. Kendala utamanya adalah conectivitas antar wilayah yang masih terbatas. Jadi, Pemerintah Daerah harus bisa membuat trobosan untuk membuka keterisoliran dari daerah lain. Salah satunya dengan mengembangakan Bandar Udara Sekongkang dan Dermaga Pelabuhan Lalar Kecamatan Taliwang.

Tetapi ternyata program pembangunan infrastruktur penunjang conectivitas arus transportasi antar wilayah yang sedang digalakkan itu tidak masuk dalam program yang diback up oleh Pemprov NTB.

“Bandara itu sampai hari ini masih belum berfungsi. Dermaga Lalar juga demikian dan kami terus berupaya agar bisa secepatnya dengan mengintensifkan loby ke Kementerian Perhubungan. Jadi maksud kami, Pemprov NTB itu ada perhatianlah, Kita (KSB) ini kan bagian dari NTB juga. Jadi saya mohon kita berNTB dengan baik lah,” cetusnya.

Saat ini, diakui Wabup, Sumbawa Barat masih bergantung terhadap kebaradaan tambang Batu Hijau (dikelola PTAMNT). Itu terlihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita daerah itu, dimana sektor pertambangan menjadi penyumbang tertinggi. Disatu sisi, Sumbawa Barat juga menjadi penyumbang pemasukan Daerah terbesar bagi NTB juga bagi negara (melalui pajak dan royalty yang disetor dari hasil tambang Batu Hijau setiap tahun).

Karena itu jika tambang Batu Hijau sudah berhenti beroperasi, kata Wabup, keberlangsungan Sumbawa Barat terancam. Jadi Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mempersiapkan diri menyongsong masa pasca tambang nanti melalui pengembangan sektor lain, seperti pariwisata dan pertanian.

“Sekarang kan hasil tambang Batu Hijau itu kita ‘makan’ sama-sama, jadi mari kue (pembangunan) ini kita bagi sama-sama secara adil. Kalau kondisinya seperti ini terus setiap tahun, jangan salahkan jika di masyarakat KSB muncul suara-suara untuk memisahkan diri dari NTB,” sergahnya.

Kabid Ekonomi Bappeda NTB, Riady, yang dimintai tanggapannya terkait pernyataan Wakil Bupati Sumbawa Barat usai kegiatan, mengakui nilai APBD NTB Tahun 2017 ini mencapai Rp 4,7 triliun lebih. Tetapi dari jumlah itu, kata dia, hampir setengah dari nilai tersebut merupakan belanja pegawai.

“Jadi sesungguhnya yang untuk belanja (program) itu hanya sekitar 2 koma sekian (triliun). Itu yang harus didistribusikan,” katanya.
Menurutnya, dalam hal pendistribusian itu tetap menganut prinsip skala prioritas. Artinya Pemprov melihat program-program unggulan di suatu wilayah yang memang paling berpeluang untuk dikembangkan sehingga bisa tumbuh menjadi sektor andalan wilayah itu.

“Ibaratnya ada air satu liter kita tabur diudara akan menjadi embun, kan tidak ada bekasnya. Kalau disiram ke satu titik kan bisa menumbuhkan satu tanaman. Demikian pula dalam konsep pembangunan juga begitu. Provinsi menetapkan kawasan trategis provinsi (KSP), disetiap kabupaten / kota ada KSB, itulah yang kita biayai. Tidak mungkinlah tidak diintervensi oleh provinsi dan Pusat. Tidak mungkin satu kabupaten dianaktirikan,” tandasnya.(EZ)

iklan

Komentar