KabarNTB, Sumbawa Barat – Pihak keluarga tetap berharap agar empat orang nelayan asal Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat, NTB, yang hilang di perairan Selat Alas, Minggu 16 Juli 2017 lalu, bisa ditemukan.
Meski sampai dengan hari keenam pencarian oleh tim dari Basarnas Kayang, BPBD KSB, Personil Pos TNI AL Benete, personil Polri dan PTAMNT dibantu nelayan setempat, Jum’at 21 Juli 2017 tetap tidak membuahkan hasil, namun pihak keluarga tidak putus harapan.
“Saya sampai sekarang tetap menunggu dia pulang. Apapun kondisinya, dalam keadaan hidup ataupun sudah meninggal dunia. Saya berharap ia dan teman-temannya bisa ditemukan dan dibawa pulang,” ungkap, Sumiati istri dari Rusmayadi salah satu dari empat nelayan yang hilang itu, kepada KabarNTB dikediamannya di Desa Maluk, Jum’at siang 21 Juli 2017.
Hal yang paling membuat Sumiati sedih, pada hari naas itu, sebelum berangkat dari Tanjung Luar Lombok Timur, suaminya Rusmayadi sempat menelpon dirinya yang kebetulan sedang berada di Lombok. Rusmayadi saat itu meminta Sumiati untuk segera pulang ke Maluk.
“Ia menyuruh saya segera pulang ke Maluk untuk menunggu dia disini karena akan segera berangkat dari Tanjung Luar,” ungkapnya, sedih.
Seharusnya Rusmayadi lebih dulu tiba di Maluk daripada Sumiati, karena perjalanan lewat laut dengan perahu dari Tanjung Luar menuju Maluk lebih cepat daripada naik bus lewat darat. Namun bukan sambutan hangat penuh kerinduan dari Rusmayadi yang didapat Sumiati. Setiba di Maluk, ia justru menerima kabar bahwa suaminya itu bersama tiga rekannya dinyatakan hilang. Saat itu upaya pencarian memang telah dilakukan oleh tim dari BPBD, Kepolisian dan Pos TNI AL Benete bersama masyarakat setempat.
Sejak hari itu, Sumiati mengaku tidak bisa tidur lelap setiap malam. Permintaan Suaminya agar ia segera pulang ke Maluk masih terus terngiang. Ketika hari menjelang subuh, ia mengaku tetap terjaga karena sudah terbiasa mempersiapkan bekal untuk Rusmayadi yang akan turun melaut setiap pagi.
“Saya tidak menyangka pembicaraan saya lewat telepon hari itu adalah yang terakhir dengan dia. Tidak ada firasat apapun sebelum hari itu,” katanya, masih tetap dengan raut sedih.
Lain lagi kisah Enifita Susinawari, istri dari Muhammad Hendri. Hendri adalah keponakan dari Bahri, pemilik perahu yang juga ikut hilang.
Sabtu malam (15 Juli 2017) sebelum berangkat, Bahri datang kerumah mencari suaminya Hendri untuk diajak berangkat menuju Tanjung Luar. Saat itu, Bahri menyatakan kekurangan teman. Karena tidak tega membiarkan pamannya kekurangan tenaga (untuk bongkar muatan), Hendri akhirnya ikut.
“Dia sempat ijin ke saya. Saya bilang ya pergi saja, saya ijinkan kalau sama paman Bahri,” ungkapnya.
Sebenarnya Enifita sudah mendapat firasat tentang tentang akan ada sesuatu yang akan terjadi. Firasat itu datang melalui mimpi tepat pada malam saat suaminya berangkat.
“Saya bermimpi selimut saya ditarik suami saya. Tapi saya tidak terlalu menghiraukan mimpi itu, sampai keesokan harinya saya tunggu dia tidak kunjung pulang,” ungkapnya.
Sama dengan Sumiati, Enifita juga berharap agar suami yang telah memberinya satu orang anak itu, bisa ditemukan dan ia ikhlas menerima dalam kondisi apapun.
“Saya ikhlas. Bagi saya kejelasan nasib dan keberadaannya itu yang paling penting agar kami tidak menunggu dalam ketidakpastian,” ucapnya.
Sementara itu, Tim Basarnas dan pihak lainnya memasuki hari ketujuh ini (Sabtu 22 Juli 2017) akan mulai mengurangi aktifitas pencarian, karena tidak ada tanda-tanda keberadaan keempat nelayan tersebut selama pencarian enam hari kebelakang.
“Sesuai arahan kepala kantor SAR Mataram karena melihat tidak adanya tanda-tanda (keempat nelayan akan ditemukan), mulai besok (hari ini) kami hanya melakukan pemantauan saja,” ungkap Putu Arga Sujarwadi, Kepala Basarnas Kayangan, kepada KabarNTB via layanan pesan singkat, Jum’at sore 21 Juli 2017.(Aw)
Komentar