Legislator : Ada Kejanggalan Dibalik Pembebasan Lahan Bendungan Beringin Sila

 

KabarNTB, Sumbawa – Anggota Komisi II DPRD Sumbawa, Salamuddin Maula, menemukan beberapa kejanggalan dibalik pembebasan lahan untuk pembangunan bendungan Beringin Sila di Kecamatan Utan.

Hal itu, menurut Jalo, berdasarkan hasil turun lapangan belum lama ini ke lokasi bendungan Beringin Sila yang dilakukan Komisi II DPRD Sumbawa bersama masyarakat setempat.

“Saya minta Bupati Sumbawa untuk tidak menutup mata terkait persoalan ini,” katanya, Rabu 18 Juli 2018.

Anggota Komisi II DPRD Sumbawa ketika turun lapangan bersama masyarakat ke lokasi pembangunan Bendungan Beringin Sila di Kecamatan Utan

Menurutnya, dari hasil komunikasi dengan masyarakat Utan, pada dasarnya mereka sangat menginginkan pembangunan bendungan Beringin Sila. Hanya saja dalam proses pembebasan lahan ini ada permasalahan yang harus dibuka.

“Dari hasil turun lapangan, ada yang tidak beres dalam pembebasan lahan mega proyek Beringin Sila tersebut. Misalnya, selain mencari solusi bagi lokasi yang tergenang, tapi terdapat juga lahan yang bukan genangan, namun dibebaskan,” ungkap Jalo.

Dalam hal ini masyarakat hanya meminta kejelasan kepada pemerintah terkait prosedur dan sosialisasi secara transparan, khususnya menyangkut pembebasan lahan.

“Masyarakat bukan ingin menghentikan pembangunan bendungan beringin sila. Hanya ingin pemerintah termasuk kehutanan turun untuk memberikan sosalisasi kepada masyarakat. Misalnya wilayah mana saja yang tidak bisa dibebaskan karena kawasan hutan,” jelasnya.

“Ini harus diketahui masyarakat. Jangan ada lokasi yang dibebaskan dan ada yang tidak dibebaskan. Ini membuat masyarakat bingung. Kok yang baru 2017 ada sporadik, belum digarap apa-apa. Tiba-tiba dibebaskan, inilah salah satu yang menjadi kebingungan di tengah masyarakat,” tambahnya.

Selain itu, masyarakat juga mengeluhkan terkait adanya perbedaan nilai pembayaran tanah sawah. Misalnya Tanah seluas 16 are dibayar dengan harga Rp. 190 juta dan tanah seluas 4 are dibayar Rp 80 Juta. Sementara kedua tanah ini berada di lokasi yang sama.

“16 are hanya dibayar 190 juta, yang 4 are dibayar 80 juta. Tim Apraisal itu bisa digugat, kok bisa berbeda sementara lokasinya satu. Ada apa ini, tidak benar ini,” terangnya.

Ia menegaskan, tidak ada masyarakat yang ingin menghalangi, tapi mereka meminta kejelasan. Pembebasan lahan harus dilakukan dengan transparan.

“Jangan sampai ketika ada aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada pihak anggota Legistatif, lantas timbul anggapan ada sebagian kelompok masyarakat ingin menghalangi pembangunan tersebut. Itu sangat salah besar,” tegasnya.

Jalo beranggapan sudah sepantasnya pimpinan daerah memanggil tim yang ditugaskan dilapangan untuk dimintai klarifikasi terkait masalah ini.

“Jika perlu masyarakat juga diajak duduk bersama,” pungkasnya. (JK)

Komentar