Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Proyek Biogas Segera Dilimpahkan ke Pengadilan

 

KabarNTB, Sumbawa – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sumbawa, Paryono SH memastikan pihaknya akan segera melimpahkan para tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek bio gas di Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2013, ke pengadilan tindak pidana korupsi Mataram.

Kepada KabarNTB di Masjid Agung Darussalam, Kompleks Kemutar Telu Centre (KTC) Taliwang, Kamis siang 19 Juli 2018, Kajari mengatakan seluruh berkas untuk pelimpahan hampir rampung. Saat ini Jaksa sedang menyelesaikan penyusunan dakwaan.

“Sekarang kami masih ada (rangkaian) kegiatan HBA (Hari Bakti Adhyaksa). Setelah selesai, pelimpahan akan langsung dilaksanakan,” ungkapnya.

Salah satu tersangka dalam kasus tersebut adalah HJ yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) KSB.  Tersangka lainnya adalah TM Direktur CV AS, kontraktor pelaksana proyek dan ES konsultan pengawas proyek.

Kepala Kejaksaan Negeri Sumbawa, Paryono SH

TM saat ini masih berstatus narapida di Lapas Kota Mataram karena terjerat dalam kasus korupsi Rumah Adat Kabupaten Sumbawa Barat.

Kajari memastikan, status TM sebagai Narapida tidak akan mempengaruhi proses persidangan kasus biogas ini.

“”Tidak ada masalah, persidangan tetap berjalan meski yang bersangkutan berstatus narapidana,” ucapnya.

Sementara HJ dan ES sejak dilimpahkan ke Kejaksaan pada 3 Juli lalu oleh penyidik Polres KSB berstatus sebagai tahanan kota.

Saat kasus itu terjadi pada Tahun 2013, HJ menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM yang merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek bernilai sekitar Rp 1,299 miliyar itu.

Proyek dimaksud merupakan proyek pembangunan listrik pedesaan dengan pekerjaan pengadaan Instalasi Biogas di Dinas ESDM KSB (saat itu HJ menjabat sebagai kepala dinas), tersebut berlokasi di enam kecamatan di KSB.

Sesuai kontrak, pekerjaan semestinya dilaksanakan selama 75 hari dimulai sejak 14 Oktober 2013. Dalam pelaksanaannya, kontraktor mengajukan pencairan uang muka pada 6 November 2013 sebesar Rp 259.800.000 dan pada 31 Desember 2013 mengajukan pembayaran tahap I sebesar Rp 546.619.000 dengan progres pekerjaan mencapai bobot 42,08 persen.

Permohonan pencairan dana tersebut disetujui oleh PPK. Namun berdasarkan pemeriksaan di lapangan, oleh ahli dari Fakultas Teknik Unram, terdapat perbedaan penghitungan volume dan kualitas bangunan. Setelah dilakukan audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Provinsi NTB ditemukan bahwa bobot pekerjaan belum mencapai 42,08 persen.

Hasil perhitungan BPKP, ada dugaan kelebihan pembayaran yang dapat megakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 323.820.388 dalam kasus ini.(EZ)

Komentar