LAR Disewakan ke Orang Luar, Ratusan Warga Plampang Demo Kantor Bupati

KabarNTB, Sumbawa — Ratusan Warga Plampang pengguna Lahan pengembalaan ternak (LAR) Ai Ampuk, mengelar aksi Demo di kantor Bupati Sumbawa Rabu 10 Oktober 2018.

Warga mendesak agar lokasi LAR Ai Ampuk segera dikosongkan dan meminta Pemda Sumbawa mengusut tuntas oknum – oknum yang disuga telah menyewakan lahan di lokasi LAR tersebut kepada pihak lain.

Koordinator aksi, Abdul Hatap, menyatakan, merujuk pada surat keputusan Bupati nomor 700 tahun 2000, lokasi Ai Ampuk diperuntukkan untuk lahan pengembalaan ternak (LAR) dan bukan untuk disewakan kepada orang luar untuk ditanami jagung atau palawija seperti kondisi yang terjadi sekarang.

“Kami tetap meminta agar semua pihak mengindahkan keputusan bupati tersebut.  Pemerintah telah menetapkan lokasi tersebut sebagai LAR bagi ternak masyarakat sekitar yang ada di Plampang. Namun karena ada permasalahan, lokasi tersebut oleh pemerintah di statusquo dulu. Tapi oleh beberapa oknum lokasi tersebut disewakan kepada orang lain, orang yang diluar Plampang,” jelasnya.

Massa aksi, menyebut, sekitar 400 hektar lokasi LAR tersebut saat ini telah dikuasai oleh orang luar tanpa sepengetahuan masyarakat sekitar. Karena itu, mereka meminta agar pemerintah daerah untuk menindak tegas dalang yang telah berani menyewakan lokasi tersebut, baik itu oknum pemerintah desa maupun oknum –oknum yang lain.

“Dari informasi yang berhasil kami rangkum, lahan dilokasi tersebut telah disewakan sebesar  Rp 2,5 juta per hektarnya. Sudah tentu pengurus LAR dalam hal ini sangat kesulitan untuk mencegah para penyewa tersebut,” ungkap orator aksi.

Sementara terkait dengan adanya SK Gubernur NTB nomor 181 tahun 1997 tentang pencadangan tanah kurang lebih 3.000 hektar yang terletak di Dusun Prode Desa Plampang untuk keperluan perluasan lahan pemukiman transmigrasi, masyarakat meminta Bupati dan Dinas Transmigrasi untuk dapat memperhatikan pembagian tanah atas masyarakat yang terkena transmigrasi.

Hal itu penting, karena dalam proses pembagian tanah transmigrasi diduga kuat ada masyarakat yang mendapat luasan lebih mencapai 5 hektar per KK, dan proses itulah yang menimbulkan kecemburuan masyarakat terhadap tidak adanya transparansi pemerintah daerah yang telah melakukan proses pembagian.

Dalam hal ini warga penguna LAR dan warga yang mendapat tanah transmigrasi meminta kepada pemerintah daerah agar melakukan pendataan ulang terhadap tanah yang telah dibagi tersebut, serta mengusut tuntas melalui proses hukum oknum yang telah berani menyewakan lokasi LAR masyarakat kepada orang luar.

“Kami juga meminta oknum-oknum tersebut untuk segera mengembalikan LAR pada fungsi sesungguhnya disamping meminta pemerintah dan pihak aparat penegak hukum untuk melakukan croscek lapangan,” tandasnya.(JK)

Komentar