*) Oleh : Nurhikmah
Indonesia merupakan negara dengan keragaman suku bangsa, agama, budaya, yang tersebar di 34 provinsi, dan 508 kabupaten/kota. Kemajemukan tersebut merupakan potensi besar yang harus dikelola oleh pemerintah dengan sistem birokrasi yang baik.
Meskipun tak dapat dimungkiri, hingga saat ini potret birokrasi di Indonesia masih diwarnai oleh lemahnya penegakan hukum, rendahnya komitmen pencegahan dan pemberantasan korupsi, kualitas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah masih rendah, hingga kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum sesuai dengan kebutuhan dalam jabatan. Akibatnya, kinerja menjadi tidak optimal dan pelayanan publik masih rendah.
Padahal, harapan yang sesungguhnya telah dicanangkan hingga saat ini adalah mewujudkan reformasi pelayanan publik; pemerintahan yang demokratis; percepatan terwujudnya kesejahteraan rakyat yang didasarkan pada nilai-nilai dasar UUD 1945; serta mewujudkan clean government dan good governance yang bisa memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Adanya gap antara apa yang menjadi harapan dan potret birokrasi yang masih menjadi masalah hingga saat ini selayaknya bisa dijembatani dengan profesionalisme SDM aparatur yang berbasis kompetensi. ASN seperti apakah yang berbasis kompetensi? Apakah itu kompetensi? Kompetensi merupakan perpaduan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (Attitude) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas sebagaimana yang dipersyaratkan.
Selain sebagai kewajiban, kompetensi merupakan bagian dari pengembangan karir aparatur atau PNS. Menurut Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, Pasal 69, bahwa pengembangan karir PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan instansi pemerintah.
Kompetensi sebagaimana dimaksud meliputi kompetensi teknis, manajerial, dan sosio kultural. Hal ini juga selaras dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 233 Ayat (1), bahwa Pegawai ASN harus memenuhi persyaratan kompetensi teknis, manajerial dan sosio kultural.
Tambahannya, di Pasal 233 Ayat (2) disebutkan bahwa selain memenuhi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bahwa setiap Kepala Perangkat Daerah, mutatis mutandis pejabat yang menduduki jabatan dibawahnya harus memenuhi kompetensi pemerintahan.
Dengan kata lain, Undang-Undang Nomor 23/2014 tersebut mengamanatkan bahwa ASN di lingkup Kemendagri dan Pemda khususnya yang menduduki level jabatan tertentu harus memiliki kompetensi pemerintahan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 108 Tahun 2017, kompetensi pemerintahan merupakan kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai Aparatur Sipil Negara yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengelolaan pemerintahan sesuai jenjang jabatannya di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah secara profesional. Kompetensi Pemerintahan tersebut terbagi menjadi 7 core competency dalam penyelenggaraan pemerintahan (Governability), yaitu Kebijakan Desentralisasi, Hubungan Pemerintahan Pusat dengan Daerah, Pemerintahan Umum, Pengelolaan Keuangan Daerah, Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Daerah, Hubungan Pemerintah Daerah dengan DPRD, dan Etika Pemerintahan.
Dari dua undang-undang tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 4 jenis kompetensi yaitu teknis, manajerial, sosio kultural, dan pemerintahan. Akan hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengambil peran untuk fokus pada kompetensi pemerintahan. Kemendagri juga menjalankan perannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5/2014, Pasal 44, yang mengamanatkan Kementerian/LPNK (Lembaga Pemerintah NonKementerian) terlibat dalam menyusun standar dan pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan, pelatihan teknis fungsional dan penjenjangan tertentu, serta pemberian akreditasi dan sertifikasi di bidangnya.
Undang-Undang Nomor 23/2014 juga mengamanatkan Menteri Dalam Negeri menetapkan kompetensi pemerintahan bagi kepala perangkat daerah maupun jabatan administrator dan jabatan pengawas. Selain itu, pada Pasal 8 (3), disebutkan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap urusan pemerintahan yang dilaksanakan Daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Kemendagri mengambil peran khususnya dalam kompetensi pemerintahan, karena posisinya sebagai poros pemerintahan dan politik dalam negeri. Selain itu, Kemendagri menjalankan mandat dari PP Nomor 18/2016 dan PP 12/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Mengapa Kemendagri menganggap sangat penting untuk memformulasikan rumusan agar ASN di lingup Kemendagri dan Pemda memiliki kompetensi pemerintahan? Berbagai alasan yang mewarnai antara lain dinamika tuntutan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah sangat cepat dan tidak bisa ditunda lagi; Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah masih banyak diwarnai inkonsistensi regulasi dan distorsi implementasi; Kesiapan ASN (kualitas, kuantitas, distribusi dan sebagainya) masih sangat beragam.
Akan hal tersebut, maka lahirlah Diklat Kepemimpinan Pemerintahan Dalam Negeri (Pimpemdagri) yang diatur dalam Permendagri Nomor 85 tahun 2017. Diklat ini merupakan penjabaran dari aturan-aturan tersebut diatas, sekaligus menjadi ikon pengembangan kompetensi di Lingkungan Kemendagri dan Pemda. Diklat ini difokuskan pada ASN yang akan menduduki jabatan Pengawas sampai dengan Jabatan JPT Madya. Pada akhir diklat, para peserta akan diuji penguasaan kompetensi pemerintahannya melalui uji kompetensi oleh lembaga sertifikasi. Bagi yang kompeten akan diberikan sertifikat kompeten yang dijadikan syarat untuk menduduki jabatan satu level diatasnya. Jadi, diklat Pimpemdagri merupakan diklat berbasis kompetensi dan skema promosi.
Sebagai pedoman bagi daerah, Menteri Dalam Negeri juga mengeluarkan Permendagri Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2019, yang menyebutkan Pemerintah Provinsi harus mengalokasikan minimal sebesar 0,34 % dari APBD, dan Pemerintah Kabupaten sebesar minimal 0,16%. Selain itu, Mendagri juga telah mengirimkan Surat Edaran kepada Gubernur seluruh Indonesia tentang Program Pengembangan Kompetensi SDM ASN Pemdagri T.A 2019, agar pemda benar-benar menjadikan pengembangan ASN sebagai perhatian melalui alokasi anggaran.
Meskipun terkait hal ini, masih banyak daerah yang mengeluhkan pengalokasian anggaran karena tergantung pada pendapatan daerah masing-masing. Apalagi diklat ini masih dianggap belum memiliki aturan yang tegas sebagai syarat pengangkatan ASN dalam jabatan tertentu.
Langkah demi langkah yang dilakukan Kemendagri untuk mendaratkan konsep kompetensi pemerintahan melalui Diklat Pimpemdagri memang patut diapresiasi, sebagai upaya untuk mewujudkan ASN yang professional dan kompeten. Hal ini patut didukung oleh elemen-elemen di daerah agar pelaksanaannya terintegrasi dan bisa berjalan sesuai aturan yang ada. Namun, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian Kemendagri dan Pemda, terkait pematangan konsep dalam Diklat Pimpemdagri, aturan yang tegas terkait kewajiban untuk setiap daerah melaksanakan diklat tersebut, sehingga menjadi syarat wajib dalam pengangkatan ASN dalam jabatan tertentu.
Semoga kedepannya, kompetensi ASN termasuk pemerintahan menjadi atensi bersama pemangku kebijakan di pusat dan daerah, sehingga roadmap penataan kelembagaan dan kepegawaian daerah akan tercapai, yaitu pada tahun 2020 akan terwujud birokrasi yang sejahtera, dan pelayanan publik berkualitas unggul.
Lagi-lagi, Kemendagri sebagai poros pemerintahan dan politik dalam negeri yang menjamin keberlangsungan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, pembangunan daerah, demokrasi, serta penegakan hukum dan kesatuan bangsa, harus memegang kendali dan memberikan kepastian regulasi agar daerah tidak menjadi gamang. Apabila hal ini bisa berjalan dengan baik, maka pemerintah daerah yang diamanahkan untuk bisa mengelola dan memecahkan berbagai isu strategis menuju daerah yang maju, mandiri, dan berdaya saing dapat tercapai.(*)
*) Penulis adalah Widyaiswara BPSDM Provinsi NTB
Komentar