KabarNTB, Sumbawa – Kerusakan hutan akibat pembalakan liar dan alih fungsi lahan, dinilai sebagai biang keladi masalah kekeringan yang terjadi di Pulau Sumbawa, dan NTB secara umum.
Akibat deforestasi itu, fungsi kawasan yang tadinya bisa menjaga cadangan air tanah ketika musim kemarau tiba, kini semakin jauh berkurang.
Hal ini dibuktikan dengan terus menurunnya debit air pada sejumlah kawasan mata air di hampir seluruh Pulau Sumbawa.
“Jadi masalah kekeringan ini bukan hanya soal terlambatnya musim hujan. Tapi penyebab utamanya ya karena kerusakan hutan. Kalau masalah utama ini tidak diatasi, maka satu atau dua dekade ke depan, bukan hanya pertanian yang terancam tapi masyarakat kita juga akan mengalami krisis air bersih berkepanjangan,” kata H Muhammad Syafrudin (HMS), Rabu 7 Nopember 2018 di Sumbawa.
Menurut Dia, Kekeringan dan krisis air bersih menjadi masalah yang selalu terjadi di sebagian besar wilayah Pulau Sumbawa, dalam beberpa tahun terakhir.
Untuk mengatasi itu, papar Caleg DPR RI dari PAN ini, tidak cukup hanya dengan pendekataan instan jangka pendek seperti droping air bersih ke masyarakat. Selain cost operasional yang cukup besar karena distribusi air menggunakan kendaraan dan memerlukan tenaga operasional dan BBM, pendekatan itu juga tidak memberikan solusi jangka panjang.
Dalam hal ini harus ada upaya reboisasi atau penghijauan masif dan inovatif, serta memaksimalkan lahan pekarangan untuk mengatasi masalah kekeringan di Pulau Sumbawa itu.
“Karena masalah utamanya adalah deforestasi, ya solusinya harus dengan pemulihan kawasan hutan itu sendiri. Jadi harus ada upaya yang masif untuk penghijauan, dan ada kesadaran komulatif dari masyarakat untuk mulai memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam pohon,” katanya.
Menurutnya, laju deforestasi di Pulau Sumbawa sepanjang beberapa tahun ini, tidak seimbang dengan kemampuan pemerintah daerah di masing-masing wilayah untuk melakukan rebosisasi menyeluruh.
Namun dengan melibatkan para pihak dan juga masyarakat, maka upaya itu pasti akan berhasil.
Ia mengatakan, pemerintah melalui stakeholders terkait baik ditingkat Provinsi NTB maupun Kabupaten/Kota yang ada di Pulau Sumbawa, harus mulai menyusun rencana aksi yang nyata untuk kegiatan ini, dengan melibatkan semua pihak terkait dan masyarakat.
“Saya seringkali turun ke Desa-Desa di pelosok pulau Sumbawa, kondisi deforestasi di Pulau Sumbawa sudah cukup parah.Sejumlah mata air menyusut debitnya, dan berpengaruh pada suplay air irigasi dan juga debit aliran sungai yang selama ini menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat,” jelasnya.
Kondisi ini diperparah dengan anomali cuaca dan iklim akibat efek pemanasan global atau global warming. Dan berimbas pada beberapa kawasan yang terus menurun debit airnya, antara lain sejumlah kawasan DAS di Batu Lanteh, Semongkat dan wilayah lainnya di sumbawa.
Demikian juga Pasokan air untuk baku semongkat milik PDAM di Kecamatan batu lanteh mulai menurun, bahkan ada rencana pemerintah untuk membantu pemenuhan pasokan air untuk masyatakat, berencana untuk menambah lokasi pasokan air baku di wilayah Ai ngelar Desa Kereke kecamatan Unter Iwes.
“Jika kondisi ini dibiarkan, maka dalam dua dekade ke depan dipastikan Sumbawa akan defisit air bersih,” ungkapnya.(JK)
Komentar