KabarNTB, Sumbawa – Puluhan pedagang Pasar Seketeng mengelar aksi demo ke kantor DPRD Sumbawa, Selasa 19 Februari 2019.
Sejumlah pedagang yang direlokasi di Taman Kerato Kecamatan Unter Iwis itu, mengadukan sejumlah kondisi dan permasalahan yang mereka dihadapi yang dianggap menganggu kenyamanan dan rasa aman.
Koordinator aksi, Roky, mengatakan, di lokasi relokasi para pedagang mesti membangun lapak, memasukkan tanah urug dengan menggunakan anggaran swadaya yang tidak sedikit. Sementara lapak yang disediakan pemerintah, para pedagang tidak yakin akan bertahan lama karena terbuat dari bambu dan beratap terpal.
Selain itu, dilokasi relokasi telah terjadi pengkotak-kotakan pedagang dengan munculnya pasar desa. Dimana Pasar desa ini mulai ada di lokasi yang sama, bersamaan dengan relokasinya pedagang Pasar Seketeng di Taman Kerato.
“Lokasi pasar desa di depan gapura pintu masuk utama, sangat merugikan pedagang lainnya. Lantaran pembeli tidak masuk ke wilayah dalam, karena semua kebutuhan sudah tersedia di Pasar Desa yang berada di depan,” ungkap Roky dalam pertemuan dengan DPRD dan Polisi.
Para buruh dari yang telah lama bekerja dan terdaftar di Pasar Seketeng, juga merugi. Mereka hampir tidak diizinkan masuk. itupun bisa masuk sebagai buruh di lokasi relokasi setelah melalui proses komunikasi yang alot dengan pihak Karang Taruna. Kondisi serupa juga dialami para tukang parkir. Oleh pengelola yang sekarang, sama sekali tidak di beri ruang kepada para tukang parkir yang ada di wilayah Pasar Seketeng, sementara itu satu-satunya mata pencaharian para tukang parkir tersebut.
“Kami masih ingat instruksi langsung Gubernur untuk menutup Gerbang dan semua pedagang harus berjualan didalam, namun para pedagang pasar desa mengabaikan instruksi tersebut, bahkan menambah jumlah lapak lagi. Maka Kami dari pedagang Pasar Seketeng yang direlokasi sudah 7 hari ini mengalami kerugian tenaga, waktu dan uang,” terangnya.
Sedangkan untuk Masalah air limbah, pedagang meglngeluh tidak setiap hari dilakukan penyedotan, sehingga menimbulkan bau yang sangat menyengat. Biaya sedot limbah juga besar yaitu Rp 500 ribu per sumur per sekali sedot. Sementara di lokasi ada dua sumur, sehari dua kali disedot, jadi butuh biaya Rp 2 juta per hari.
“Pemerintah pernah berdiskusi dengan Asosiasi Pedagang Pasar Seketeng mengenai masalah ini. Dalam diskusi itu, pemerintah mengaku tidak mampu membiayai limbah itu dan menyerahkannya kepada para pedagang. Hal tersebut membuat pedagang bingung, mengingat kondisi dagangan yang sepi karena adanya pasar desa,” urainya.
Ia juga mengungkap campur tangan preman dalam penempatan lapak. Bahkan di wilayah yang harusnya steril dari pedagang karena akan ditempatkan container sampah dan WC umum, juga diisi pedagang karena dibekingi preman.
“Meski pemerintah melarang, mereka tetap membangun lapak di lokasi steril itu,” ungkap Roky.
Karena itu, para pedagang meminta pemerintah untuk mengembalikan mereka ke Pasar Seketeng hingga pengerjaan revitalisasi mulai dilakukan. Atau mereka dipindahkan ke lokasi lain yang lebih representatif. Mereka juga meminta agar pemerintah dapat bersikap tegas mengatasi persoalan tersebut termasuk membersihkan para preman yang selama ini kerap mengintimidasi para pedagang.
Kabag Ops Polres Sumbawa, AKP Burhanuddin menyatakan, pihak kepolisian dalam hal ini siap memberikan rasa aman dan nyaman kepada para pedagang Pasar Seketeng di Taman Kerato. Polisi juga tidak akan segan-segan menindak tegas para preman atau pembuat onar maupun pemabuk yang mengganggu dan mengintimidasi para pedagang lainnya.
“Jangan sampai negara kalah dengan preman,” tegas Kabag Ops.
Terkait jaminan keamanan ini, Kabag Ops menyatakan akan dibentuk tim khusus dan membangun Posko yang di dalamnya ada unsur Polisi dan Satpol PP.
Menurutnya, Satpol PP yang berada di garda terdepan dalam pengamanan dan penertiban para pedagang, menginggat Kepolisian hanya bersifat memback-up.
“Kami menghimbau para pedagang untuk tertib dan taat aturan yang diberlakukan pemerintah,” pungkasnya. (JK)