KabarNTB, Sumbawa – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), menggelar diskusi tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Kabupaten Sumbawa, Kamis 20 Februari 2020. Diskusi dengan tema “Melihat Kembali Peluang dan Tantangan Dalam Mendorong Pengakuan dan Perlindungan Hukum Masyarakat Adat di Kabupaten Sumbawa” ini digelar sebagai upaya mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan masyarakat adat di Kabupaten Sumbawa.
Beberapa pembicara hadir dalam diskusi tersebut, diantaranya Ahmad Yamin, Andi Haris, Supriadi, Rony Hartono, Irwansyah dan Hadiatul Hasanah. Menurut Ahmad Yamin,Desa memiliki kewenangan dan hak asal usul, sehingga bisa membuat regulasi ditingkat desa. “Kaitan dengan pengakuan masyarakat adat sebagai wujud pelaksanaan hak rekognisi desa ditingkat Desa,” ungkapnya.
Sementara itu Andi Haris menjelaskan bahwa harus ada integrasi antara hukum adat dengan hukum nasional. “Dalam hal mendorong perda ini harus dikonsolidasikan dengan baik agar publik bisa memahami apa pentingnya masyarakat adat itu sendiri,” sebutnya.
Supriyadi, seorang akademisi, mengatakan bahwa usulan pembentukan Perda perlindungan masyarakat adat sangat substantif dan urgen. Oleh karena itu perlu dibangun komunikasi yang intens dengan semua pihak terutama legislatif dan eksekutif.
Pengamat politik dan sosial masyarakat Irawansyah menilai bahwa hambatan lahirnya Perda dimaksud adalah adanya sedikit gesekan antara masyarakat adat dengan LATS (Lembaga Adat Tana Samawa). “Padahal substansi yang dibicarakan sama, sebenarnya gesekan ini tuntas ketika dikomunikasikan bersama,”terangnya.
Ketua AMAN Sumbawa, Jasardi Gunawan menjelaskan, posisi isu masyarakat adat di Sumbawa, sejak tahun 2016 pernah diusulkan melalui Prolegda dan menjadi inisiatif Komisi 1 DPRD Sumbawa. Namun, ketika tahun 2017 Ranperda tersebut dibahas, ditolak oleh semua fraksi DPRD. “Pasca itu sampai saat ini belum ada dinamika kaitan dengan pengakuan masyarakat adat di Sumbawa,” katanya.(JK)
Komentar