“Saya tidak mau setengah setengah. Pileg bukan ajang main-main. Sekali maju, harus berhasil.”
KabarNTB, Sumbawa – Purnawirawan Polri ini sangat paham terjun ke politik membutuhkan dana tak sedikit. Namun dengan strategi menyambangi konstituen dari rumah ke rumah, mantan Kapolsek Ropang ini yakin terpilih sebagai wakil rakyat pada pemilu legislatif tahun depan.
“Punya modal besar memang penting. Tapi jauh lebih penting bersilaturahim mendatangi sanak saudara, keluarga dan sahabat. Jadi saya hanya bermodalkan door to door,” aku calon legislatif bernama Frans Legiman ini kepada KabaNTB.com.
Frans dicalonkan PDI Perjuangan untuk Daerah Pemilihan (Dapil) 3 meliputi Kecamatan Sumbawa, Kecamatan Moyo Hilir dan Kecamatan Moyo Utara.
Ketika disambangi, bapak dari tiga anak berpangkat terakhir Inspektur Dua itu tengah duduk santai diteras rumahnya di Gang Mangga IV Kelurahan Bugis Sumbawa Besar. Sejumlah simpatisan menemaninya. Ngolor ngidul– sesekali diiringi gelak tawa menghiasi pertemuan pada siang itu. Sebuah baliho berukuran cukup besar terpasang didepan rumahnya. Dari 8 caleg yang disodorkan PDIP di dapil kota, Frans berada dinomor urut 5.
Terjun ke politik sambung Frans bukanlah keinginannya. Ia ingin mengisi masa pensiun bersama keluarga. Tapi dorongan kuat dari sanak saudaranya dikomunitas Flobamora membuatnya berubah pikiran. Itupun setelah beberapa kali dibujuk. “Ada empat tokoh tokoh yang datang. Saya diminta maju. Tapi saya tolak,” ungkapnya.
Flobamora merupakan akronim dari Flores, Sumba, Timor, dan Alor. Nama pulau-pulau besar di Provinsi NTT. Sebagian besar warga Sumbawa dari NTT berasal pulau-pulau tersebut.
“Minggu berikutnya, mereka datang lagi. Ada 8 orang. Saya tolak juga.”
“Terakhir datang puluhan orang. Ikut juga pengurus gereja. Rumah saya penuh. Sebagian duduk diteras dan halaman,” lanjutnya dengan nada penuh semangat.
Karena kuatnya support, bapak dari tiga anak inipun bergeming. Namun sebelum memutuskannya, Frans mendiskusikan lebih dahulu dengan istri dan anak-anaknya. “Saya katakan sama mereka. Saya tidak mau setengah setengah. Pileg bukan ajang main-main. Sekali maju, harus berhasil,” tegasnya.
Komunitas Flobamora mendorong Frans ke politik bukannya tanpa alasan. Ia dinilai sebagai figur pemersatu komunitas. Kesan itu ditunjukkan saat komunitas Flobamora menggelar upacara adat. Frans ditunjuk sebagai Ketua panitia. Acara itu sukses. Dari 1.500 undangan yang disebar, ada 3.000 lebih yang datang. “Pak Bupati (Sumbawa) datang. Ketua partai juga diundang. Pak Johan (Johan Rosihan) dari PKS, Pak Rafiq PDIP juga hadir,” katanya mengenang kegiatan tersebut.
Disela upacara adat itu, Ketua DPC PDIP, Abdul Rafiq SH datang menyalaminya. Pertemuan pertama itu berlanjut pada keesokannya diruang kerja Rafiq di DPRD Sumbawa. Disitulah Frans diajak bergabung ke PDIP. “Saya mengatakan siap. Karena memang keluarga besar saya PDIP. Orang tua saya dari Ende. Simpatisan berat Soekarno,” ungkapnya.
Terkait dengan upacara adat itupula pihaknya disentil oleh tokoh masyarakat Sumbawa. Tokoh yang sangat berpengaruh itu meminta komunitas Flabomora bersatu mendudukan wakilnya di DPRD. Dia mengaku prihatin lantaran sepeninggal Welly Bertus K Wuwur, anggota DPRD Kabupaten Sumbawa periode 1999-2004 tak ada lagi wakil dari komunitas Flobamora. “Ini pesan dari tokoh Sumbawa juga. Tidak usah saya sebutkan namanya. Beliau minta kami bersatu. Punya wakil di dewan, seperti saudara-saudara kami dari Jawa, Sasak dan Bali,” kata Frans seraya menyebut sentilan membuat dirinya tersentak. “Iya ya…setelah Pak Welly Bertus, tak ada lagi. Itu 19 tahun lalu. Sekaranglah saatnya kami bersatu. Punya tekad yang kuat.”
Alhasil setelah menyatakan kesanggupannya, dukunganpun deras mengalir. Tak hanya dari komunitas, sokongan juga datang dari tokoh lokal Sumbawa bahkan dari alim ulama. Teman temannya semasa sekolah datang memberi dukungan. Mereka gotong royong membantu. Ada yang buat baliho, stiker bahkan sekedar menyumbang air minum kemasan.
Meski sudah demikian, Frans tak lantas berpangku tangan. Pengalamannya selama 34 tahun sebagai Babinkamtibmas dipraktekkan untuk mencapai tujuan di pesta demokrasi ini. “Saban malam saya keluar. Door to door. Minimal tiga orang saya datangi. Harapannya, dari tiga orang ini pesan saya bisa menyebar…menyebar terus menyebar. Seperti spora menyebar sampai luas dan berkembang,” tandas Frans.
Saat bertamu, secangkir kopi hitam disuguhkan. Dia sendiri menghirup minuman kuning kecoklatan. Katanya itu teh Bajaka, herbal dari Kalimantan yang berkhasiat untuk kesehatan.
Sejumlah tamu datang dan pergi. Itu juga membuat Frans sibuk dan akupun mohon pamit. (IR)
Komentar