Jakarta, KabarNTB
Mahkamah Agung (MA) membebaskan terpidana bandar narkoba Muhammad Taufik dari hukuman 8 tahun penjara di tingkat Peninjauan Kembali (PK). MA menilai ada kekhilafan hakim hingga hakim agung saat mengadili kasus itu.
Hal itu tertuang dalam berkas PK yang dilansir website MA, Jumat (1/9/2023). Kasus bermula saat petugas menangkap sejumlah orang yang terlibat perdagangan narkoba jenis sabu pada Januari 2021 jalur Aceh. Aparat lalu menelusuri kasus itu dan menangkap Muhammad Taufik di rumahnya di Sumbawa, NTB. Komplotan ini lalu diadili dengan berkas terpisah.
Pada 26 Oktober 2021, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menghukum Muhammad Taufik selama 8 tahun penjara karena terbukti melakukan percobaan/permufakatan jahat melakukan perdagangan narkotika golongan I bukan tanaman. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Banten ada 21 Desember 2021 dan di tingkat kasasi pada 25 Agustus 2021. Duduk sebagai ketua majelis kasasi Sri Murwahyuni dengan anggota Gazalba Saleh dan Soltoni Mohdally.
Atas hal itu, Muhammad Taufik mengajukan upaya hukum luar biasa. Siapa nyana, permohonan itu dikabulkan. MA menilai ada kekhilafan hakim hingga hakim agung.
“Menyatakan terpidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan penuntut umum. Membebaskan terpidana tersebut oleh karena itu dari semua dakwaan,” ujar majelis PK.
Duduk sebagai ketua majelis Suhadi dengan anggota Suharto dan Jupriyadi. Majelis PK membebaskan Muhammad Taufik dengan sejumlah alasan, yaitu:
-Bahwa untuk membuktikan dakwaan Penuntut Umum telah mengajukan 8 orang saksi, 3 di antaranya yang menerangkan telah menangkap Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana, inti keterangannya masing-masing sebagai berikut:
− Bahwa Saksi 1. Muhammad Jerry Nugraha, Saksi 2. Wahyu Utomo dan Saksi 3. Ferdiwan yang satu sama lainnya memberikan keterangan yang sama bahwa Terpidana dilakukan penangkapan pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2021 sekitar jam 13.00 WIB di kantor Polres Sumbawa Nusa Tenggara Barat;
− Bahwa hasil keterangan terhadap Saksi Lalu Syarifudin alias Cai diketahui yang mengajak untuk mengambil barang yang diduga Narkotika jenis sabu di Provinsi Aceh kemudian dibawa ke Lombok, Nusa Tenggara Barat adalah Saksi Mika Anarti Septiawan alias Mikok (Perekrut) dan Saksi Widarto alias Toh (Pengendali Kurir) dengan imbalan keuntungan berupa uang. Keduanya ditangkap di rumahnya masing-masing di Lombok pada hari Jumat tanggal 8 Januari 2021;
-Bahwa pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2021 sekira jam 13.00 WIB Saksi menangkap Terpidana Muhammad Taufik alias Opik bin Abdurrahman kemudian dibawa ke kantor Polres Kota Bandara Soekarno Hatta. Karena diduga sabu yang dibawa oleh Saksi Lukmanul dan kawan-kawan dari Aceh menuju Lombok adalah untuk diserahkan kepada Terpidana Muhammad Taufik alias Opik bin Abdurrahman;
− Bahwa Saksi 4. Lukmanul Hakim bin Sadarudin dan Saksi 5. Lalu Sarifudin bin M. Yasin hanya menerangkan keberangkatannya ke Aceh untuk mengambil sabu, berangkat pada hari Minggu tanggal 3 Januari 2021 setelah sampai di Aceh di kamar hotel sudah tersedia sabu dalam bentuk kapsul kemudian dimasukkan dalam tasnya masing-masing, besoknya kembali ke Lombok tetapi ketika transit di Jakarta saat melewati X-Ray ketahuan oleh petugas lalu ditangkap, tidak ada menyebut nama Terpidana yang saat itu berada di Sumbawa;
− Bahwa demikian pula Saksi 6. Rodi Harianto bin Pahrul Zaini tidak kenal dengan Terpidana, bersama-sama dengan Saksi 4 dan Saksi 5 berangkat ke Aceh untuk mengambil sabu lalu tertangkap di Bandara Soekarno Hatta Jakarta karena membawa sabu;
− Bahwa Saksi 7. Widarto alias Anto alias Toh alias Tua bin Wiranse tidak kenal Terpidana. Saksi diminta oleh Saksi Lalu Muhamad Dulkifli untuk mencari kurir yang akan berangkat ke Aceh untuk mengambil sabu;
− Bahwa Saksi 8. Lalu Muhamad Dulkifli menerangkan pada bulan Desember tahun 2020 pernah ditanya oleh Terpidana melalui pesan singkat “apakah saksi memiliki stok persediaan Narkotika karena Narkotika yang ada pada Terpidana sudah habis”, tetapi Narkotika yang dibawa Saksi Lukmanul dan kawan-kawan bukanlah pesanan Terpidana, Narkotika tersebut tidak ada hubungannya dengan Terpidana;
-Bahwa Terpidana mengakui pernah mengedarkan Narkotika jenis sabu di wilayah Lombok dan mendapatkan keuntungan tiap gram sebesar Rp400.000,00 (empat ratus ribu rupiah) tetapi sabu yang dibawa oleh Saksi Lukmanul dan kawan-kawan bukan pesanan Terpidana;
-Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, meski Terpidana mengakui pernah mengedarkan sabu di Pulau Lombok tetapi Terpidana tidak ada hubungannya dengan sabu yang dibawa para saksi yang tertangkap di Bandara Soekarno Hatta, maka tidak adil jika Terpidana dipidana selama 8 (delapan) tahun penjara, sementara tidak diketahui berapa berat pesanan Terpidana, berapa besar dana yang Terpidana keluarkan untuk mengambil sabu dari Aceh, tidak terbukti besarnya jumlah sabu yang dibeli atau dikuasai Terpidana, dan kejadian di Jakarta pada waktu yang sama Terpidana ditangkap di Sumbawa.
“Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas dapat disimpulkan telah terjadi kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata judex facti dan judex juris telah memidana Terpidana tanpa bukti yang signifikan secara yuridis dalam perbuatan Terpidana,” kata Suhadi-Suharto-Jupriyadi. (IR)
Sumber : Detik.com
Komentar