PERTAMAS : Hutan Lestari, Petani Berdaya Secara Ekonomi

PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) bekerjasama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sejorong – Mataiyang dan Pemerintah Desa Talonang Baru Kecamatan Sekongkang, menginisiasi program PERTAMAS (Perhutanan Sosial dan Transformasi Penghidupan Masyarakat).

Program ini merupakan ikhtiar untuk peningkatan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan lahan perhutanan sosial yang masuk dalam wilayah penyangga kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) AMMAN, sembari menjaga keseimbangan ekologi dan kelestarian hutan itu sendiri. Pertamas merupakan program kolaboratif yang tidak hanya berfokus pada penanaman untuk menghijaukan kawasan hutan dengan tanaman buah dan kayu putih, serta sengon, tetapi juga memastikan program tersebut dapat memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat, khususnya anggota KTH. Karena itu mulai dari tahapan persiapan program, legalitas pengelolaan kawasan hutan, penentuan KTH yang layak menerima program, urusan tekhnis penanaman dan pemeliharaan, jenis tanaman yang cocok, penguatan kelembagaan, pengembangan usaha sampai dengan jaminan pasar untuk komoditas yang akan dihasilkan, dipersiapkan dengan matang.

Program Pertamas dimulai sejak akhir 2024 lalu, melibatkan dua Kelompok Tani Hutan (KTH) di Desa Talonang Baru, yakni KTH Sampar Baru dan KTH Batu Akik. Kedua kelompok ini mengelola masing-masing 5 hektar lahan Demplot yang  ditanami berbagai jenis tanaman buah dan kayu putih dengan pendampingan penuh dari Tim Social Impact AMMAN dan KPH Sejorong – Mataiyang.

Manager Community Deveopment (Comdev) AMMAN, Dimas Purnama, menjelaskan, Pertamas memadukan tiga elemen kunci yakni Kelestarian Hutan, Penguatan Kelembagaan Sosial, dan Pengembangan Usaha Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang terhubung dengan pasar berkelanjutan.

Karena itu, para anggota KTH yang terlibat tidak hanya diberi bantuan bibit lalu dilatih dalam hal penanaman dan persoalan tekhnis, tetapi juga diberikan pelatihan untuk penguatan kelembagaan kelompok dan pengembangan usaha.

“Saat ini, program Pertamas masih berfokus pada penyiapan pondasi kelembagaan dan teknis. Ini merupakan awal dari sebuah perjalanan program jangka panjang yang diharapkan dapat menjadi model percontohan yang dapat direplikasi di wilayah lain yang menghadapi tantangan serupa,” urai Dimas, kepada wartawan di Lokasi Demplot KTH Batu Akik di Talonang Baru, Rabu, 08 Oktober 2025.

Di tempat yang sama, Kepala KPH Sejorong – Mataiyang, Syahril, mengatakan, paradigma kehutanan saat ini mengedepankan pendekatan humanis bagi masyarakat yang membuka lahan. Mereka diberikan solusi melalui program HKM (Hutan Kemasyarakatan) dan perhutanan sosial. Program ini mengajak masyarakat bermitra dengan KPH untuk menanam kembali, mengembalikan fungsi ekologi, dan mendapatkan hasil dari kawasan hutan yang dikelola.

“Petani kita berikan legalitas untuk mengelola. Tetapi petani tidak punya kemampuan untuk mengembangkan usaha di dalam hutan, sehingga mau tidak mau pemerintah dan perusahaan harus hadir untuk membantu. Ini yang menjadi dasar terjalinnya kerjasama dengan AMMAN yang melahirkan program Pertamas,” beber Syahril.

Manager Comdev AMMAN, Dimas Purnama bersama Kepala KPH Sejorong – Mataiyang, Syahril menjelaskan konsep Program Pertamas (Perhutanan Sosial dan Transformasi Penghidupan Masyarakat)

“Melalui program didalam kawasan ini kita menjalankan dua misi, yakni misi ekonomi (untuk kesejahteraan petani), dan misi ekologi. Kita punya tanggungjawab perubahan iklim, sehingga harus seimbang antara tujuan ekonomi dan mengembalikan fungsi ekologi,” imbuhnya,  sembari berharap program ini bisa berkembang sampai meliputi seluruh area hutan kemasyarakatan yang ada di kawasan tersebut.

KTH Batu Akik dan Sampar Baru, mendapatkan hak pengelolaan HKM seluas masing-masing 200 dan 300 hektar. Selama ini para anggota KTH menanami area tersebut hanya dengan tanaman jagung yang hasilnya didapat sekali setahun. Saat ini berbagai jenis tanaman dengan nilai ekonomi tinggi, seperti alpukat, nangka, mangga, kelengkeng, manggis. petai, sengon dan kayu putih, tumbuh subur di lokasi tersebut.

Tekhnologi Digital untuk Pemantauan Perkembangan Tanaman

Selain disiapkan bibit, pelatihan penanaman dan tekhnis pemeliharaan tanaman. serta pelatihan penguatan kelembagaan dan pengembangan usaha, para petani anggoota KTH juga diperkenalkan dengan tekhnologi berbasis digital untuk pemantauan pertumbuhan tanaman.

Tanaman buah dan kayu putih yang telah ditanam ditandai secara digital (geo tagging) yang mencatat secara detail tentang jenis tanaman, koordinat lokasinya, waktu penanaman, dan perkembangan terakhir tanaman. Geo tagging memudahkan untuk mengecek kondisi tanaman, mulai dari usia tanam, pertumbuhan, hingga jadwal pemupukan dan penyiraman.

“Penggunaan tekhnologi ini memudahkan dalam proses pemeliharaan sekaligus memastikan tanaman tumbuh dengan baik. Ketika ada tanaman yang mati bisa langsung diganti dengan tanaman lain. Kedepan kita sedang mengupayakan data pemantauan yang disajikan adalah data real time kondisi tanaman,” jelas Aqil, tenaga pendamping dari  Social Impact Amman.

Untuk mengatasi kendala pengairan, terutama di musim kemarau, disiapkan sistem pengairan menggunakan tandon sebagai penampung air dari sumur bor yang selanjutnya dialirkan melalui pipa ke sejumlah titik di area demplot untuk memudahkan penyiraman.  Data geo tagging menujukkan 80 – 100 persen tanaman tumbuh dengan baik. Beberapa diantaranya bahkan sudah memasuki fase  berbunga.

Mimpi Kebun Wisata Buah di Talonang Baru

Pertamas diharapkan bisa menjadi pemicu peningkatan produktifias lahan untuk peningkatan kesejahteraan petani sekaligus mengembalikan kondisi ekologi hutan. Ketua KTH Batu Akik, Lukman, menjelaskan, konsep penanaman sengaja dibuat berjarak sekitar 20 x 10 meter. Dengan jarak tersebut, petani masih bisa menanam tanaman musiman seperti jagung dan palawija sebelum tanaman buah, kayu putih dan sengon bisa berproduksi.

“Kami bersyukur dengan adanya program ini karena kami bisa mendapat lapangan usaha baru untuk menunjang perekonomian keluarga. Kalau sebelumnya kami hanya berharap dari jagung saja, beberapa tahun kedepan kami juga bisa mendapatkan penghasilan dari panen buah dan kayu,” ucapnya.

Hal senada, juga diungkap Ketua KTH Sampar Baru, Syaefullah. “Program ini sangat baik untuk merubah pola pikir anggota kelompok dari metode tradisional menjadi lebih produktif untuk menghasilkan panen berkali-kali. Meskipun jagung masih ditanam, kini kami juga menanam komoditas lain dengan pendekatan agroforestri, bukan lagi monokultur,” katanya.

Pemerintah Desa Talonang Baru, mendukung penuh pelaksanaan program Pertamas di desa setempat. Kepala Desa Budi Haryo, menyampaikan apresiasi kepada AMMAN dan KPH Sejorong – Mataiyang yang menginisiasi program tersebut.

“Kami sangat terbantu dengan adanya program ini. ini sejalan dengan konsep pembangunan di desa kami yang mengarah ke agro forestry dan agro wisata. Target kami minimal dalam lima tahun kedepan desa ini sudah menjadi desa wisata kebun buah,” ungkapnya.

Mimpi besar itu bukan hal yang mustahil untuk direalisasikan. Paling tidak, Abdul Muthalib,  salah satu petani anggota KTH Batu Akik telah membuktikan. Berbagai jenis tanaman buah  tumbuh subur dan berproduksi maksimal di lahan HKM seluas satu hektar yang dikelolanya. Dalam dua tahun terakhir, Abdul Muthalib secara swadaya telah beralih dari kebiasaan menanam jagung ke menanam berbagai jenis tanam buah, singkong dan sayur-sayuran. Sejak setahun lalu, ia telah memanen hasil dari kerjakerasnya.

Salah satu jenis tanaman buah yang ditanamnya dan sekarang sudah berproduksi adalah pisang cavendis dan singkong.  “Dengan harga pisang Rp 7.000 per kg dan singkong Rp 3.000 per kg, saya bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 2 juta per minggu. Sementara jagung keuntungan bersih yang bisa saya dapat paling banyak Rp 6 juta dalam tempo 6 bulan atau sekali setahun,” ungkapnya.

Penghasilan yang cukup tinggi itu memacu semangat Abdul Muthalib. Ia memutuskan tidak lagi menanam jagung, tetapi mengkonversi ke tanaman buah. Saat ini lahan miliknya dipenuhi aneka jenis tanaman buah, seperti pisang, alpukat, sawo, rambutan, bahkan duren jenis musang king. Sembari menunggu tanaman buah tersebut berproduksi, di sela-selanya ia menanam aneka jenis sayuran, bahkan memelihara ikan dalam kolam seluas 3 x 3 meter.

Manager Comdev AMMAN, Dimas Purnama, menegaskan kunci keberhasilan program ini adalah sinergi dan kolaborasi menyeluruh. Program Pertamas mendudukkan semua pihak yang terlibat dalam posisi setara. Mulai dari perencanaan sampai pada fase saat ini melalui proses yang cukup panjang dan tidak mudah. Semua kendala yang muncul selalu dibahas bersama untuk mencapai solusi terbaik.

“Dari fungsi ekologis sampai perencanaan bisnisnya terintegrasi, monitoring yang sistematis, kolaboratif dengan pendekatan konferhensif dan rencana terukur. Tentu menjadi ikhtiar bersama agar program ini berhasil,” pungkasnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses