Gejolak Hanya Sementara, Pengolahan Tambang Mineral Naikkan Harga Ratusan Kali

 

Jakarta, KabarNTB – Kewajiban membangun smelter untuk pemurnian dan pengolahan bagi perusahaan pengelola tambang mineral di tanah air diyakini akan memberikan banyak keuntungan. Selain akan menumbuhkan industri mineral seiring meningkatnya nilai tambah mineral tersebut, kewajiban membangun smelter itu akan meningkatkan harga jual produk tambang mineral ratusan kali lipat, bahkan hingga 600 kali lipat.

Karena itu, menurut Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, munculnya gejolak terhadap kewajiban untuk membangun smelter bagi perusahaan-perusahaan tambah yang saat ini terjadi tidak akan berlangsung lama.

“Proses pemurnian akan meningkatkan harga jual produk mineral menjadi 600 kali lipat jika dibandingkan dengan hanya menjual bahan mentah.  Harga yang biasanya 50 dollar AS per ton dalam bentuk ore begitu diolah menjadi nickel atau ferro nickel harganya menjadi 2500 dollar AS atau 3000 dollar AS, berapa kali lipat, 60 kali lipat, ada yang ratusan kali lipat,” kata Susilo pada acara seminar  “Undang-Undang Minerba 2014 Apa Kabarnya,” di Jakarta, Selasa (25/2).

Ia menegaskan, sesuai amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 mulai 12 Januari 2014, bahan mentah atau ore tidak boleh diekspor, kalau ada yang ekspor ore, berarti, ilegal, yang boleh diekspor adalah yang sudah dalam bentuk olah.

Tidak Terjebak

Wamen ESDM Susilo Siswoutomo mengemukakan, sudah menjadi kewajiban seluruh bangsa Indonesia, tak terkecuali pemerintah dan pengusaha, untuk melaksanakan amanah undang-undang No. 4 Tahun 2009 dan turunannya secara penuh dan konsekuen.

Ia menegaskan, Undang-Undang No. 4 tahun 2009 dan turunannya dibuat untuk melindungi kepentingan seluruh bangsa Indonesia agar tidak “terjebak” menjadi negara yang hanya mengandalkan sumber daya alam saja sebagai modal pembangunan.

“Sudah saatnya kita menjadi negara maju yang berbasiskan industri, tidak lagi mengandalkan sumber daya alam sebagai modal untuk pertumbuhan. “Untuk apa kalau cuma mengekspor tanah-tanah saja, kita tidak mendapatkan apa-apa !!..,” ujar Susilo sembari menunjuk contohKorea dan Jepang, sebagai  dua negara maju yang dahulu memiliki sumber daya alam dan mengolahnya menjadi barang.

Menurut Wamen ESDM, dalam lima tahun ini pelaku industri mineral dan industri pertambangan tidak atau kurang menjalankan UU  No.  4/2009 itu secara konsekuen.” Kalau kita tanyakan alasannya tidak, pasti jawabannya, karena.. karenanya bisa macem-macem,” ujar Susilo sembari menyebutkan, bahwa  pemerintah akan betul-betul melaksanakan UU itu.

Susilo menegaskan, pelaksanaan UU No. 4/2009 secara konsekuen harus menjadi titik awal melaksanakan undang-undang dengan baik. “Kita harus melalui pembenahan-pembenahan, baik pembenahan dibidang administrasi, di regulasi maupun dalam pelaksanaannya undang-undang itu sendiri,” tegasnya.

Sementara Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara, R. Sukhyar mengatakan,  sudah sejak jaman Belanda kita mengekspor bahan mentah dan program hilirisasi itu tidak membolehkan ekspor raw material, yaitu sejak jaman Belanda.

“Cukup sudah mengekspor bahan mentah, sudah lama kita mengekspor bahan mentah, sejak jaman Belanda. Bauksit itu sudah kita ekspor sejak 1938, sampai hari ini kita belum mampu mengolah dan memurnikan, kita baru memulainya di Tayan. Kita juga ingin menjadi negara maju, masa kita berpuluh-puluh tahun kita terus mengekspor bahan baku,” ujar R. Sukhyar.

Sukhyar menambahkan, sudah saatnya kita memilih, tahun 2014 merupakan tahun pembenahan sektor mineral dan batubara untuk keuntungan bangsa Indonesia, bukan kepentingan sesaat dan sedikit orang saja.

Sumber : Setkab.go.id

Komentar