Mataram, KabarNTB – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, tahun 2015 mengalokasikan anggaran untuk pengadaan cidomo pariwisata guna melayani wisatawan berkeliling kota.
“Tahun 2015 minimal kita pengadaan untuk pembelian cidomo pariwisata sebanyak enam unit dengan asumsi harga maksimal Rp5 juta di luar harga kuda,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Mataram H Abdul Latif Nadjib di Mataram, Sabtu.
Dikatakannya, sebanyak enam unit cidomo –yang merupakan alat transportasi lokal Mataram itu– akan dibagi menjadi dua, yakni tiga unit utuk bagian timur dan tiga unit untuk bagian barat. Cidomo seperti dokar, tapi roda yang digunakan adalah roda mobil, bukan dari kayu.
Setiap sore cidomo pariwisata itu akan parkir di depan Taman Sangkareang sesuai dengan jam yang telah ditentukan.
Menurut dia, cidomo milik Disbudpar dioperasikan melalui kerja sama dengan para kusir (penarik cidomo) yang merupakan warga Kota Mataram, sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
“Artinya cidomo dari Disbudpar, sedangkan kudanya dari masyarakat. Dengan demikian, kalau pagi mereka bisa mencari nafkah dengan cidomo yang mereka miliki, sementara sorenya menarik menggunakan cidomo milik Disbudpar yang sudah didesain khusus,” ujarnya.
Untuk melaksanakan program itu, Disbudpar Mataram saat ini masih berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait antara lain dengan Dinas Perhubungan dan aparat kepolisian terkait dengan jalur yang boleh dilalui cidomo pariwisata.
Selain itu, Disbudpar juga sedang mempersiapkan SDM para kusir yang akan mengoperasionalkan cidomo pariwisata.
Dia mengatakan kriteria kusir yang akan diseleksi dan dibina menjadi penarik cidomo pariwisata itu antara lain adalah masih muda dan memiliki keahlian dalam berbahasa Indonesia.
“Sebab ada juga kusir cidomo yang sudah tua dan kurang menguasai bahasa Indonesia sehingga agak sulit untuk menjelaskan potensi pariwisata di daerah ini,” katanya.
Setelah melakukan seleksi, Disbudpar akan memberikan pembinaan, pengetahuan tentang potensi parwisata, wisata belanja dan kuliner terhadap para kusir agar mereka mampu memberikan pejelasan saat membawa tamu.
Di samping itu, pembinaan bahasa Inggris juga penting, tata cara berpakaian dengan pakaian adat khas Suku Sasak, penataan cidomo sekaligus peningkatan kesadaran kebersihan para kusir.
“Sehingga jika kotoran kuda mereka jatuh di jalan, kusir harus turun membersihkan kotoran tersebut sebelum melanjutkan perjalanan,” katanya.(Ant)
Komentar