Sumbawa Barat, Kabar – Bupati Sumbawa Barat, Dr.KH.Zulkifli Muhadli, MM sebentar lagi akan mengakhiri masa jabatannya selama dua periode memimpin salah satu daerah pemekaran baru di tanah air. Bagi sebagian kalangan sosok Kyai Zul bukan sekedar pemimpin salah satu daerah namun juga pemimpin ummat.
Bagaimana kisah dan perjalanan hidup Kyai Zul inilah mengilhami lahirnya Novel My Every Little Step karya penulis ternama Lintang Sugianto.Penulis berpengalaman asal Jakarta ini menjelaskan, novel biografi, Kyai Zul mengisahkan perjalanan hidup seorang anak lelaki yang terus berjuang mencapai cita-citanya, meskipun ia hidup tanpa kasih sayang seorang ibu sejak berusia 13 tahun. Menurutnya ia selalu memegang janjinya kepada Ibunya, bahwa ia harus menjadi seorang pemimpin kelak.
Pada awal novel ini, Lintang Sugianto membuat pembaca terhisap ke dalam suasana musim gugur di Cambridge, ketika sang tokoh kuliah di Harvard University, Amerika Serikat. Lintang Sugianto menulis novel ini dengan alur akrobatik – flash back ke masa lalu dan maju ke masa sekarang – dengan gaya bahasa yang mengalir. Seolah Lintang Sugianto mengetahui bagaimana cara membuat pengalaman hidup Kyai Zul dapat dibaca oleh semua kalangan.
Novel ini mengharukan, sekaligus memberi inspirasi bagi banyak orang. Lintang Sugianto membuat novel ini dipenuhi, sang tokoh berpetualang meninggalkan kampung halamannya, dan mengubah Pondok Pesantren Modern Gontor sebagai Ibunya, yang membesarkan dirinya, mendidiknya, hingga ia menemukan jalan untuk meraih mimpinya.
Sejak kecil, ia mengagumi Soekarno, namun ketika ia beranjak dewasa ia menemukan sosok yang menginspirasi hidupnya, yaitu Buya Hamka. Dua sosok inilah yang membuat dirinya cukup lama berdiri di titik persimpangan; menjadi Presiden atau Kyai?
Pada setiap perjalanan sang tokoh dihiasi oleh pertemuan dengan tokoh-tokoh terkemuka yang sangat menginspirasi – termasuk Mohammad Natsir (mantan perdana menteri Indonesia di tahun 1950, seorang ulama, politisi, dan pejuang kemerdekaan Indonesia), Victoria F. Haynes (Presiden dan Chief Executive Officer RTI Internasional), Prof. Dr. Eko Prasojo (Mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), Prof Din Syamsudin (Ketua Umum Pimpinan pusat Muhammadiyah), serta Jendral Besar TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution (pahlawan nasional Indonesia yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September). Pertemuan-pertemuan tersebut memberikan pengalaman menarik dan pelajaran baginya, di tahun-tahun perjuangannya, meskipun ia tak berhasil keluar dari titik persimpangan itu.
Pada akhirnya, ia memang seorang Kyai, namun ia juga seorang pemimpin. Kepatuhannya terhadap Tuhan, kepada Ibunya, dan kepada hidup, membuat jalan didepannya senantiasa dikelilingi cahaya. Cahaya hatinya merupakan suatu pengembaraan nan panjang. Sebuah ziarah hidup yang membawanya ke berbagai belahan dunia, dari Cambridge, Boston, GreensBoro, Durham, hingga Washington DC, bahkan Jeddah dan Madinah. Di seluruh belahan dunia itu, ia selalu mengaitkan peristiwa dengan kasih sayang Ibunya.
Seorang Politikus sekaligus penulis, Eep Saefulloh Fatah, memberi Endoorsment pada Novel My Every Little Step setebal 384 halaman ini bahwa Novel biografi adalah sejarah sebuah narasi non fiksi yang dibumbui fiksi.
Menurut Eef penulisnya, berpotensi terjerembab ke dalam dua lubang ancaman: menjahit baju kebesaran bagi sang tokoh utama novelnya dan/atau terlampau asyik menaburkan bumbu fiksi berlebihan ke dalam hikayat sang tokoh.
“ Lintang Sugianto berhasil menghindari dua jebakan itu. Hasilnya adalah Novel My Every Little Step memberi pelajaran hidup dan diceritakan dengan mengalir. Lintang pun sekali lagi membuktikan kemampuan mumpuninya sebagai narator. Mengasyikkan.” Kata Eep Saefulloh.(K-Ir)
Komentar