Sumbawa, KabarNTB – Ritual adat Pasaji Ponan Sedekah Orong di Bukit Ponan atau yang lazim disebut Pesta Ponan di Desa Poto, Kecamatan Moyo Hilir, Minggu (13/03/2016), dibanjiri ribuan orang pengunjung. Para pengunjung yang berasal dari berbagai penjuru Sumbawa sejak matahari di ufuk timur menyingsing.
Mereka rela berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer dari Desa Poto, menuju Bukit Ponan yang menjadi lokasi utama Pesta Ponan.
Uniknya, setelah acara dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Sumbawa, para pengunjung berebutan memburu kuliner yang disiapkan oleh ibu-ibu yang sejak pagi membawa kuliner tradisional Sumbawa tersebut.
Pesta Ponan yang dibuka Wakil Bupati Sumbawa, Mahmud Abdullah tersebut, seperti biasanya selalu kental dengan nuansa islami. Sebelum acara dimulai, pemuka agama memimpin do’a sebagai wujud rasa syukur terhadap rejeki yang diberikan sang khalik.
Wakil Bupati Sumbawa, Mahmud Abdullah, mengatakan, dalam mengungkapkan rasa syukur atas rahmat yang ada, berbagai cara dapat dilakukan. Bagi masyarakat Sumbawa yang masih kental dengan tradisi dan budayanya, juga memiliki cara tersendiri dalam mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT. Salah satu caranya adalah dengan menggelar tradisi sedekah orong atau sadekah ponan.
Secara turun temurun kata Wabup, sedekah ponan menjadi suatu cara ritual tradisional masyarakat Sumbawa di sekitar Dusun Poto, Moyo Hilir yang sudah berlangsung sejak lama. Ini merupakan sesuatu yang menarik bagi dunia pariwisata khususnya wisata budaya.
“Melalui visi pembangunan daerah yang menjadi ikhtiar kami lima tahun ke depan yaitu terwujudnya masyarakat Sumbawa yang berdaya saing, mandiri dan berkepribadian berlandaskan semangat gotong royong, saya berharap kegiatan ini akan menunjang kegiatan pembangunan di berbagai sektor,” ungkap Wabup.
Kita semua sambung Wabup, menyadari betapa pentingnya nilai-nilai luhur jati diri kita tau Samawa, karena dengan tetap melestarikan kearifan lokal dalam membawa daerah ini menjadi Sumbawa yang hebat dan bermartabat.
Apalagi saat ini kita sudah memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang memberikan harapan akan prospek dan tantangan bagi kerjasama ekonomi antar Negara bahkan antar kawasan.
Bahkan sekarang lebih luas termasuk di bidang pertanian, oleh sebab itu semangat gotong royong masyarakat Sumbawa harus tetap terjaga. Oleh karena itu, Wabup mengajak semua pihak membangun kebersamaan dalam rangka menunjang pembangunan daerah dengan baik, sehingga kita menjadi daerah yang mandiri dan memiliki daya saing. Salah satunya dengan menggelar sedekah ponan yang kita selenggarakan hari ini.
“Nah sejak tadi malam kita melaksanakan pentas seni, sehubungan dengan budaya Ponan ini saya berharap agar lebih diperluas tahun depan, karena sudah berlangsung secara turun temurun, kita malu jika tidak mengurusnya,” kata Wabup.
Wabup menegaskan, kegiatan ini adalah ritual adat, bukan agama. Ritual ini adalah adat untuk mempertemukan tiga dusun, Poto, Lengas dan Malili.
Wabup mengakui dengan adanya ide untuk masyarakat untuk gotong royong mengangkat batu, ini menjadi tamparan bagi kita pemerintah. Seolah pemerintah tidak ada kuasa sehingga ia memerintah asisten II agar tahun depan tidak ada alasan jalan ini tidak bisa kita lalui. Upaya tersebut menjadi salah satu cara menjaga tradisi Ponan.
Ritual ini menurut Wabup, bukan bid’ah atau agama, karena di acara ini secara bersama-sama membaca doa sebagai bentuk wujud rasa syukur agar hasil panen tahun ini berhasil. Bukan untuk menyembah kubur yang ada di Bukit Ponan.
“Kita juga ingin memperlihatkan bahwa tiga dusun yang ada ini memiliki budaya. Bahkan tahun depan kalau bisa diperluas hingga masyarakat Berare bisa ikut,” pinta Wabup.
Berdasarkan sejarah, ada tiga bersaudara yang tidak bisa bertemu idenya karena ada persoalan keluarga. Satu orang bermukim di Bekat (Lengas), satu ada di Poto dan satunya lagi di Malili, sehingga ketiganya dipertemukan oleh salah seorang ulama dengan cara bersedekah dan ternyata berhasil.
“Budaya inilah yang kita harap dapat dilestasikan dan diperluas kalau bisa sampai Songkar dan Berare, kita perlihatkan kebersamaan dan bersatu karena tanpa bersatu kita tidak bisa berbuat banyak. Kasihan Pariwisata mempromosikan,” tandas Wabup.
Ia meminta supaya masyarakat dan pemerintah bersama-sama berpikir. Tidak hanya itu, tapi jua dapat ambil hikmah menyatukan dan mengatur masyarakat untuk masa depan.
Budayawan Nasional Nilai Pesta Ponan Perlu Diperluas
Budayawan nasional asal Sumbawa, Taufik Rahzen, yang selama ini malang melintang dalam kegiatan kebudayaan nasional menilai bahwa Pesta Ponan tersebut perlu diperluas sehingga menjadi suatu kegiatan Fair. Dengan modal yang dimiliki yakni pesta rakyat yang perlu didukung dari aspek ekonomi.
Taufik Rahzen yang ikut hadir dalam Pasaji Ponan tersebut, Minggu (13/03/2016), menilai bahwa pesta Ponan ini sebagai sesuatu yang pesta khas dan ciri masyarakat agraris. Bahkan istilah Ponan adalah bentuk perluasan dari panen, syukur memanen.
Biasanya kata Taufik, di berbagai tempat di dunia, pesta seperti Ponan adalah pesta rakyat, dikelola rakyat, dikembangkan dan diperbesarkan rakyat.
“Saya kira pesta ponan di Sumbawa sebagai satu modal penting untuk dijadikan bahwa ini adalah betul-betul daerah agraris. Kita perlu memperluas ke depan, tentang menjadi suatu Fair, karena kita sudah punya yang utama yaitu pesta rakyat, yang perlu didukung yaitu aspek ekonomi di luar pesta ponan ini,” papar Taufik.
Ia menyontohkan, misalnya Fair Ground, yang biasanya di berbagai tempat Fair Ground diselenggarakan bersamaan dengan pesta syukuran, maksudnya sebagai suatu pameran yang berlangsung dua atau tiga hari. Di dalamnya ikut digelar pertunjukan seni dan pameran produk pertanian atau alat-alat pertanian.
Dengan demikian, pesta ponan betul-betul bisa dibiayai atau bisa dikelola dikembangkan masyarakat. Mungkin tanpa perlu bantuan dari pemerintah.
Dari sudut budaya kata Taufik, cirinya sudah bertahun-tahun tetap diselenggarakan dan ada dukungan dari luar atau tidak masyarakat tetap melaksanakannya.
“Kita berharap pesta semacam ini tidak semata-mata ada di Poto ini, tapi akan menginspirasi tempat lain dengan cara berbeda di Desa-Desa yang lain di Sumbawa,” ungkap Taufik.
Dalam hal ini, ia menilai pemerintah hanya sebagai fasilitator saja, jangan sampai terlalu mengintervensi dengan terlalu banyak memberikan bantuan. Karena keasyikan pesta ini ada pada semangat gotong royong, mereka berbagi makanan dan bersyukur, berdoa dan memperlihatkan hasil terbaik.
Dalam konsep pariwisata kuliner modern tambah Taufik, pesta Ponan adalah suatu praktek slow food, yakni makan yang perlahan dan disadari, karena pada saat pembuatan makanan ini semua orang dilibatkan, semua keluarga dilibatkan.
Pada saat mereka makan pun pada waktu tertentu dan cara makannya pun dengan cara tersendiri.
“Ini kita melawan fast food atau makanan cepat saji, ini adalah puasa dari cara kita makan yang biasanya asal saja. Seperti Indomie dan KFC, itu yang kita sebut budaya Fast Food, nah Ponan mengkritiknya dengan cara makan berkesadaran dan saya kira semua bisa bahagia di situ,” pungkasnya.
Desa Poto Akan Dijadikan Desa Wisata
Pemda Sumbawa akan menjadikan Desa Poto sebagai Desa Wisata Budaya bersama Dusun Pamulung di Desa Karang Dima, Kecamatan Labuhan Badas.
Angin segar tersebut terungkap dalam acara malam kesenian Pesta Ponan, di Dusun Lengas, Desa Poto, Moyo Hilir, Sabtu (12/03/2016), dihadiri Wakil Bupati Sumbawa, Mahmud Abdullah.
Di mata Wabup Sumbawa, budaya Ponan menjadi nilai tambah tersendiri bagi Desa Poto. Sehingga ia menginstrusikan secara terbuka kepada jajarannya di Pemda Sumbawa. Dengan dijadikan sebagai Desa Wisata Budaya, Poto akan semakin ramai dikunjungi para wisatawan mancanegera (wisman, red) maupun wisatawan lokal.
Instruksi tersebut oleh Kepala Bappeda Sumbawa, Iskandar, akan langsung dieksekusi untuk menjadikan Poto ini sebagai Desa Wisata Budaya. Namun harus melalui mekanisme Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sebagai master plan pemerintah 5 tahun ke depan.
“Malili, Bekat dan Poto merupakan sebuah kekuatan kawasan yang kalau nanti menjadi Desa Wisata yang mengembangkan Agro Wisata akan sangat bagus sekali,” ujar Ande sapaanya.
Ia menegaskan, tradisi Ponan yang sudah melekat sejak jaman dulu selalu dilakukan sebagai tradisi tahunan oleh warga di tiga Dusun di Desa Poto tersebut telah menjadi branding. Sehingga hanya butuh dikemas sedemikian rupa untuk menarik minat wisatawan.
Pertimbangan lain kata Kepala Bappeda, yakni dekatnya lokasi Desa dengan Ibukota Kabupaten. Sehingga kekurangan fasilitas penginapan yang tidak tersedia di lokasi, dapat teratasi dengan menginap di Sumbawa Besar sebagai Ibu Kota Kabupaten.
Iskandar mengatakan, instansi terkait akan mempelajari terlebih dulu semua kondisi dan prospek ke depan. Diharap semua pihak khususnya masyarakat dapat membantu mewujudkan Poto sebagai Desa Wisata Budaya.
Kadisporabudpar, Amri, menilai dengan instruki Wabup Sumbawa tersebut, pihaknya akan mengkaji karena menetapkan suatu Desa menjadi Desa Wisata Budaya harus melalui persetujuan semua pihak.
“Kami akan kaji dan pelajari dulu, kalau terwujud maka ada dua Desa Wisata di Sumbawa yakni Pamulung dan Poto,” kata Amri. (K-K)
Komentar