Meski tinggal di desa pesisir yang memiliki fasilitas serba terbatas, puluhan anak-anak di Desa Labuhan Kertasari Kecamatan Taliwang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), sudah mempersiapkan diri untuk menyongsong perkembangan jaman dan kemajuan di berbagai sektor, khususnya sektor pariwisata, di wilayah mereka.
*) HAIRIL W. ZAKARIAH
Dengan potensi yang dimiliki, Desa Kertasari bukan hanya dikenal sebagai desa sentra budidaya rumput laut yang kualitasnya masuk sebagai salah satu rumput laut dengan kualitas terbaik di dunia, tetapi Pemerintah Daerah Sumbawa Barat, juga mempersiapkan desa ini sebagai salah satu destinasi wisata andalan di Bumi Pariri Lema Bariri.
Desa Kertasari memiliki garis pantai sepanjang lebih dari dua kilo meter, air laut yang biru jernih dan pasir putih bak merica. Itu belum termasuk ombak menantang yang sangat digemari wisatawan penggemar surving, Pemandangan indah gili-gili kecil ditengah selat alas, Puncak Rinjani di Pulau Lombok yang sangat memukau dan tentu saja, suguhan sunset (matahari tenggelam) yang pasti membuat betah.
Saat ini, setiap hari pantai Kertasari selalu dikunjungi turis lokal maupun asing. Dengan dukungan penuh dari Pemerintah Daerah dan mulai adanya investasi bidang pariwisata (sebuah resort sudah beroperasi sejak beberapa tahun lalu) di Desa tersebut.
Puluhan anak – anak di desa itu, terlibat aktif dalam mengikuti kegiatan ‘English Club Ako Landre”, sekolah bahasa Inggris dan perpustakaan pesisir yang dilaksanakan rutin setiap sore akhir pekan (sabtu – minggu). Uniknya, karena keterbatasan fasilitas, kegiatan english club itu dilaksanakan di alam terbuka, dengan lokasi yang berbeda-beda (dalam wilayah desa) setiap kegiatan dilaksanakan.
Kendati dalam kondisi serba sederhana, anak – anak yang mayoritas siswa SMP itu, terlihat sangat bersemangat belajar dan berinteraksi dengan guru dan sesama mereka dalam bahasa inggris.
‘Ako Landre’ kata Andi Irma, Ketua Yayasan Pelangi Nusa Tiga, penggagas sekolah bahasa inggris dan perpustakaan pesisir ini, berasal dari bahasa Selayar yang berarti ‘Jangan Jenuh’. Sebagai daerah pesisir, mayoritas penduduk Desa Kertasari, memang berasal dari Suku Bugis dan Selayar.
Saat ini Ako Landre diikuti oleh 74 orang anak. Mereka menuntut ilmu secara gratis di english club itu.
“Nama ‘Ako Landre’ dipilih sebagai motivasi bahwa tidak boleh ada perasaan jenuh dalam menuntut ilmu, karena tekhnologi, informasi dan inovasi dalam berbagai bidang terus berkembang pesat. Jika anak-anak jenuh dalam belajar, mereka akan tertinggal dan tidak akan bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada,” urai Andi Irma.
Di Ako Landre, anak-anak itu belajar bahasa inggris sekaligus memperaktekkan ilmu yang mereka dapat secara langsung dengan guru dan teman-teman mereka. Menurut Andi Irma, Ako Landre dibangun sebagai upaya mempersiapkan anak-anak tersebut menghadapi perkembangan pariwisata dengan segala macam imbas positif dan negatif yang menyertainya.
Jadi tidak hanya belajar bahasa inggris, anak-anak tersebut juga diajari tentang etika berkomunikasi dalam bahasa inggris dan berinteraksi dengan orang lain, termasuk dengan turis-turis mancanegara dengan tetap menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat orang timur yang sangat menghargai sopan santun.
“Bagaimana mereka bisa menjaga diri kalau mereka tidak paham apa yang diomongkan para turis (asing). Ini juga upaya agar mereka disibukkan dengan kegiatan-kegiatan positif yang bisa memberi manfaat untuk kehidupan mereka sendiri dan orang lain,” terang Andi Irma.
English Club Ako Landre, meski sudah beberapa bulan berjalan, hanya memiliki seorang guru bahasa inggris. Dia adalah Andi Kartasasmita, seorang guru bahasa inggris di salah satu sekolah di Taliwang, Ibukota Sumbawa Barat. Andi rela meluangkan waktunya setiap akhir pekan untuk mengajar puluhan anak-anak Kertasari tanpa dibayar.
Andi mengaku merasa terpanggil untuk mengabdi. Apalagi english club tujuannya positif. Tidak hanya belajar bahasa inggris, anak-anak juga diajarkan tentang etika dan kecintaan terhadap lingkungan.
Pariwisata, menurut dia, harus ditunjang oleh kondisi lingkungan yang bersih dan asri. Apalagi nilai jual Kertasari berada di kondisi alamnya yang sangat memukau.
“Kalau alam ini tidak dijaga dan masyarakatnya tidak punya skill untuk terlibat dalam pengelolaan, mustahil pariwisata yang maju bisa dicapai. Karena itu, di Ako Landre, anak-anak wajib melaksanakan ritual memungut sampah disekitar desa dan pantai sebelum pelajaran dimulai. Mereka juga wajib mengetahui nama-nama benda yang mereka pungut itu dalam bahasa inggris. Jadi konsepnya belajar sambil mencintai lingkungan,” tutur Andi Kartasasmita.
Kedepan Andi Irma dan Andi Kartasasmita, juga telah menggagas konsep pembelajaran untuk pengembangan minat dan bakat para peserta. Mereka akan dilatih sesuai minat dan bakat yang mereka miliki, misalnya dibidang kesenian, bermusik, olahraga atau hal-hal lainnya.
Mereka juga berharap English Club Ako Landre, mendapat perhatian dari pemerintah desa setempat, maupun dari pemerintah daerah Sumbawa Barat dan para pemangku kepentingan lainnya.
“Kesiapan masyarakat untuk menyongsong era baru perkembangan pariwisata di desa mereka merupakan suatu keniscayaan yang harus dipersiapkan,” tutup mereka.(*)
Komentar