KabarNTB, Sumbawa Barat – Dua orang bocah laki-laki kakak beradik, masing-masing Dafir Falhan (10 tahun) dan Afan Falhan (6 Tahun) terpaksa harus tinggal di panti asuhan, setelah berbulan-bulan dibiarkan menjadi anak terlantar oleh kedua orang tuanya.
Dafir dan Alfan menjadi gelandangan dan tinggal tidak menentu di wilayah kecamatan Maluk Sumbawa Barat. Untuk makan minum, mereka berharap uluran tangan dari dermawan atau dari hasil menjual botol plastik yang dikumpulkan disekitar Pantai Maluk.
Karena prihatin melihat kondisi keduanya yang terlantar dan tidak terurus, seorang warga menyelamatkan Dafir dan Falhan. Warga tersebut kemudian melaporkan perihal Dafir dan Falhan ke Kepolisian Sektor (Polsek) Maluk. Pihak Polsek Maluk kemudian membawa keduanya ke Dinas Sosial Sumbawa Barat.
Setelah didalami oleh petugas, baru terungkap ternyata kakak beradik yang tidak bersekolah itu, bukan anak yatim piatu. Mereka terlantar karena tidak diurus oleh kedua orang tuanya. Dafir mengatakan ia dan adiknya sebelumnya tinggal di Taliwang, Ibukota Sumbawa Barat. Tapi ibunya (MS) dan bapaknya (FH) bercerai sekitar satu tahun lalu. Ia dan adiknya memilih tetap tinggal dengan ayahnya di Taliwang. Sementara ibunya, setelah bercerai, pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Alas Kabupaten Sumbawa.
Pihak Dinas Sosial dibantu Kepolisian akhirnya mencari tahu keberadaan MS dan FH, kedua orang tua anak tersebut. Dari penelusuran diketahui baik MS maupun FH sama-sama telah menikah lagi dengan orang lain. FH menikah lalu menetap di Maluk, sedangkan MS menikah dan menetap di Alas.
“Dafir dan Falhan menjadi gelandangan dan tidak diurus setelah diboyong bapaknya yang kawin lagi dengan perempuan lain di Kecamatan Maluk. Dengan istri barunya itu, si bapak juga punya tanggungan anak tiri. Jadi keduanya tidak terurus,” ujar Sekretaris Dinas Sosial Sumbawa Barat, Manurung, kepada Kabar NTB, Rabu, 15 Maret 2017.
Sebenarnya, kata Manurung, baik MS maupun FH bisa dibawa keproses hukum dengan delik penelantaran anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Tapi setelah ditelurusi ternyata penyebab utama kasus ini adalah faktor ekonomi. Baik MS maupun FH sebelum bercerai maupun setelah menikah lagi dengan orang lain, dalam kondisi tidak mampu secara ekonomi. FH di Maluk hanya menjadi pekerja serabutan, demikian pula MS di Alas.
Dari fakta tersebut, Dinas Sosial, kemudian memutuskan bahwa Dafir dan Falhan diambil alih pemeliharaannya oleh negara dengan cara dititip di Panti Asuhan di Mataram. Seluruh kebutuhan hidupnya ditanggung oleh negara. Sedangkan kedua orang tuanya tidak diproses hukum. Mereka hanya diminta membuat surat penyataan setuju bahwa kedua buah hatinya itu menjadi tanggungan negara dan dititip di Panti Asuhan.
“Baik MS maupun FH sudah setuju Dafir dan Falhan dikirim ke panti asuhan. Insya Allah setelah proses administrasinya rampung, dalam beberapa hari kedepan keduanya akan kita antar ke Mataram,” sebut Manurung.
Selain kasus penelantaran anak seperti yang dialami Dafir dan Halfan, ada belasan kasus lainnya yang menjadikan anak sebagai korban yang terjadi di Sumbawa Barat selama kurun waktu 2016 hingga awal 2017 ini.
Berdasarkan dana Dinas Sosial Sumbawa Barat, yang paling banyak adalah kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak, serta kasus keterlibatan anak dalam tindak kriminal dan penelantaran anak.
“Kejadian-kejadian ini menjadi pelajaran bagi kita. Masyarakat kami himbau untuk terlibat aktif jika mengetahui adanya perilaku mencurigakan yang berpotensi menjadikan anak sebagai korban disekitar mereka. Karena mayoritas kasus pelecehan terhadap anak itu dilakukan justru oleh orang-orang terdekat mereka,” ungkap Manurung.(EZ)
Komentar