KabarNTB, Sumbawa Barat – Komisi III DPRD Sumbawa Barat, kembali menegaskan bahwa kasus meluapnya (over flow) air asam tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PTAMNT) ke Sungai Tongo Loka dan Sungai Sejorong, Desa Tongo Kecamatan Sekongkang, Sumbawa Barat, pada tanggal 3 – 7 Februari lalu disebabkan adanya kelalaian dari management perusahaan itu dalam melakukan pemantauan dan tindakan antisipasi sebelum pelimpasan terjadi.
“Kesimpulan kami dari hasil dua kali inspeksi lapangan, juga kesimpulan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KSB, ada kelalaian yang menyebabkan over flow itu terjadi dan mencemari sungai,” tegas Ketua Komisi III, Dinata Putrawan, kepada Kabar NTB di Masjid Agung Darussalam, Taliwang, Selasa 14 Maret 2017.
Penegasan Ketua Komisi itu, menanggapi keterangan dari Ahli PTAMNT dalam keterangannya kepada penyidik Kepolisian Resor Sumbawa Barat yang menyatakan pH (tingkat keasaman) air saat terjadi luapan ke sungai Tongoloka dan Sungai Sejorong, Desa Tongo, Kecamatan Sekongkang, dalam kondisi normal
Selain soal unsur kelalaian, Komisi III dan DLH KSB, ujar Dinata, juga menyimpulkan telah terjadi pencemaran lingkungan (sungai) akibat kasus meluapnya air asam tambang itu.
Ia menjelaskan kesimpulan mengenai adanya unsur kelalaian, berdasarkan berita acara hasil pemeriksaan DLH KSB terhadap pihak terkait di PTAMNT. Terutama mengenai penanganan limpasan pada tanggal 3 dan tanggal 7 Februari ke Sungai Tongoloka. Di PTAMNT, ungkapnya, ada instrument alarm level dalam penanganan air asam tambang. Alarm level ini bekerja otomatis, ketika tinggi permukaan air mencapai level tertentu yang berpotensi meluap, alarm akan bunyi.
“Pertanyaannya maksimal tidak pengawasan pra kejadian dan penanganan pasca kejadian. ketika air meluap dan dalam laporannya (laporan PTAMNT) hasil pemantauan pH air pasca kejadian ada yang dibawah baku mutu, artinya ada kelalaian, wan prestasi karena ada SOP yang tidak dilaksanakan,” imbuh Dinata.
Sedangkan kesimpulan telah terjadinya pencemaran, Dinata menjelaskan, yang dijadikan acuan adalah Keputusan Bupati Sumbawa Barat Nomor : 1302 Tahun 2015 tentang ijin penataan untuk uji kualitas air limpasan. Di lampiran keputusan tersebut, ditetapkan batas baku mutur air limpasan, pH (tingkat keasaman) nya harus 6 – 9. Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 32 tahun 2019 tentang lingkungan hidup, pencemaran adalah ketika pH air melewati atau tidak masuk dalam baku mutu lingkungan. Salah satu yang wajib sesuai baku mutu itu adalah air limbah sesuai SK Bupati 1302 tahun 2015.
“Untuk diketahui mencemari atau tidak, silahkan cocokkan dengan laporan hasil uji pH air yang dikeluarkan oleh PTAMNT. Saat kejadian itu, pH air rata-rata dibawah 5, bahkan ada yang 4. Ini artinya terjadi pencemaran,” ucapnya menegaskan.
Pihak PTAMNT dalam laporan yang disampaikan, menyatakan telah melaksanakan upaya pemulihan atas kasus tersebut. Dinata yang semestinya menjadi perhatian saat ini adalah tanggungjawab PTAMNT atas kelalaian dan pencemaran yang telah terjadi. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyatakan ada kewajiban PTAMNT, jika terjadi pencemaran lingkungan sebagai akibat limpasan air asam, untuk menyampaikan kepada media massa, NGO (LSM) dan pemerintah.
“Pertanyaannya bagaimana format tanggungjawab itu ? Sudah belum disampaikan ?,” tandasnya.
Komisi III sendiri, pada Februari lalu, telah berkoordinasi dengan Kementerian kehutanan dan Lingkungan Hidup (Kemenhut LH) terkait kasus pencemaran air asam tambang PTAMNT ini. Hasilnya, Kemenhut LH merekomendasikan agar PTAMNT dilaporkan baik secara pidana maupun perdata, meminta Pemda Sumbawa Barat membentuk tim penghitungan kerugian akibat pencemaran tersebut dan meminta DPRD bersurat ke kementerian terkait meminta peninjau kembali proper hijau (penghargaan dalam bidang pengelolaan lingkungan) yang telah diberikan untuk tambang Batu Hijau).
Seperti diberitakan, Ahli dari PTAMNT, dalam pemeriksaan yang dilakukan penyidik Kepolisian Resor (Polres) Sumbawa Barat Senin pekan lalu, menyatakan menyatakan pH air asam tambang saat terjadi luapan ke sungai Tongoloka dan Sungai Sejorong, Desa Tongo, Kecamatan Sekongkang, dalam kondisi normal. (baca juga : https://kabarntb.com/ahli-ptamnt-klaim-ph-normal-saat-air-asam-tambang-meluap/)
Sementara Penyidik sendiri sampai saat ini belum mengambil kesimpulan apakah matinya biota (ikan udang dan kepiting) disungai Sejorong akibat pencemaran air asam tambang. Penyidik masih harus
menunggu hasil pengkajian oleh tim ahli ekologi.
Kasus pencemaran itu sendiri dilaporkan oleh pegiat LSM dan tokoh masyarakat Labuhan Lalar, Taliwang, Sumbawa Barat pada 17 Februari lalu, pasca terkuaknya temuan ikan mati di sungai dan pantai sekitar Desa Tongo, setelah kasus meluapnya air asam tambang PTAMNT di Batu Hijau.(EZ)
Komentar