KabarNTB, Sumbawa Barat – Belasan nelayan dari Desa Labuhan Lalar, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, memprotes kebijakan kepala desa setempat yang melakukan penarikan uang bernilai ratusan ribu rupiah dari nelayan penerima program Sertifikasi Hak Atas Tanah (SEHAT) Nelayan.
Senin, 10 april 2017, belasan orang perwakilan nelayan Labuhan Lalar, mendatangi DKP KSB untuk meminta penjelasan mengenai biaya program tersebut. Pasalnya, menurut mereka, di Labuhan Lalar, setiap penerima program dimintai uang berkisar antara Rp 300 ribu sampai dengan Rp 700 ribu, baru sertifikatnya diserahkan oleh pihak desa.

Ryan Prayuda, juru bicara para nelayan, dalam pertemuan dengan pejabat DKP KSB, mengakui sebelumnya memang ada kesepakatan bahwa program tersebut tidak sepenuhnya gratis. Nelayan sebagai penerima dibebani dengan biaya pal (batas tanah dari beton), materai dan biaya administrasi lainnya untuk melengkapi syarat penerbitan sertifikat. Hanya saja, biaya tersebut disepakati sebesar Rp 250 ribu per bidang tanah yang akan disertifikasi.
“Tapi faktanya di desa kami, Kepala Desa meminta lebih dari Rp 250 ribu. Ada yang dimintai 300 ribu, bahkan ada yang dimintai 700 ribu. Jika tidak diberikan, maka sertifikat ditahan (tidak diserahkan),” ungkapnya.
Seorang nelayan lain, mengaku dirinya menjadi peserta program SEHAT Nelayan dengan dua bidang tanah yang disertifikasi (dua sertifikat berbeda). Untuk sertifikat pertama ia mengaku dimintai uang Rp 400 ribu dan telah dilunasi sehingga sertifikatnya langsung diberikan.
“Sedangkan untuk sertifikat kedua, saya dimintai Rp 700 ribu, sudah saya serahkan 500 ribu. Karena sisanya (Rp 200 ribu) belum saya lunasi sampai sekarang sertifikat tersebut masih ditahan,” ungkapnya.
Para nelayan mengaku telah menemui langsung Kepala Desa terkait pungutan yang mereka nilai sebagai Pungli (pungutan liar) tersebut. Namun hingga sekarang sertifikat milik nelayan yang belum melunasi tetap ditahan (tidak diserahkan).
“Kami minta penjelasan dari DKP sebagai pemilik program, apakah benar biaya program SEHAT Nelayan sebesar itu ?. Karena terus terang saja, ada teman-teman kami sesama nelayan yang terpaksa berhutang ke rentenir untuk membayar pungutan itu,” imbuh Warga lainnya.
Jika tidak segera ada penyelesaian, para nelayan tersebut mengancam akan membawa persoalan ini ke ranah hukum.
Menanggapi hal itu, Kabid Perikanan Tangkap, Noto Karyono yang mendampingi Sekretaris DKP KSB, menjelaskan, bahwa program SEHAT Nelayan dilaksanakan di KSB sejak tahun 2012 sampai 2016. Untuk pembiaayaan yang dibebankan kepada nelayan, adalah pal yang bisa dibeli di BPN atau dibuat sendiri, materai lima (5) lembar dan biaya administrasi berkas lainnya.
“Disepakati oleh nelayan dan pihak desa total biaya ini sebesar Rp 250 ribu per peserta per bidang tanah. Jumlah ini berlaku umum di NTB. Jika ada biaya yang dipungut lebih besar dari nilai kesepakatan itu, kami tidak tahu menahu, karena sebagai pelaksana program DKP dan BPN tidak menetapkan atau memungut biaya apapun,” jelas Noto.
Mengenai alur penyerahan sertifikat setelah terbit, Noto menjelaskan, pihak BPN menyerahkan seluruh sertifikat dari obyek tanah yang berada dalam satu desa kepada Desa. Desa kemudian menyerahkankepada para nelayan peserta dengan cara diundang dan diserahkan bersamaan untuk semua peserta. Jika tidak semua peserta hadir dalam penyerahan serentak itu, maka sertifikat tersisa (yang belum diserahkan ke peserta) dikembalikan oleh desa ke BPN.
“Selanjutnya peserta bisa mengambil langsung sertifikat tersebut ke BPN dengan menunjukkan KTP. Dan dalam proses penyerahan ini tidak ada biaya apapun yang dibebankan kepada peserta,” urai Noto.
Sementara Sekdis DKP KSB, Arifin dalam pertemuan tersebut berjanji akan segera turun ke untuk meminta klarifikasi kepala desa terkait persoalan tersebut. Dalam kesempatan tersebut, Arifin juga menelpon langsung pihak BPN KSB untuk mempertanyakan keberadaan sertifikat nelayan Labuhan Lalar yang belum diserahkan.
“Dari penjelasan pihak BPN, masih ada sebanyak 11 sertifikat milik peserta dari Labuhan Lalar yang saat ini berada di BPN. Jadi nanti bisa mengecek langsung ke sana, siapa tahu punya bapak-bapak ada diantara 11 sertifikat di BPN itu,” ungkapnya, sembari meminta para nelayan untuk mengedepankan penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan terkait masalah itu.
Program SEHAT Nelayan, merupakan program yang bersumber dari APBN (sama dengan Program PRONA) yang disalurkan khusus untuk para nelayan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Untuk tahun 2016 lalu, KSB mendapat jatah program SEHAT Nelayan sebanyak 100 sertifikat. Dari jumlah itu, desa Labuhan Lalar mendapat alokasi sebanyak 50 sertifikat.
Usai mendapat penjelasan, belasan nelayan itu membubarkan diri dan melanjutkan hearing ke Kantor BPN KSB
Sampai berita ini diterbitkan, Kepala Desa Labuhan Lalar, Ansyarullah, yang berusaha dikonfirmasi terkait aksi protes para nelayan itu belum berhasil dihubungi. Beberapa kali dihubungi via ponselnya, KabarNTB mendapat jawaban bahwa nomor yang dituju sedang dialihkan. SMS yang dikirim juga belum direspon.(EZ)
Komentar