Oleh: Mujiburahman ST
Aksi walk out anggota Fraksi PKS DPR RI (30 Mei 2017) dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Fahri Hamzah menunjukkan tingkat kesadaran bernegara para pimpinan PKS.
PKS adalah sebuah partai politik yang darinya para pemimpin republik dilahirkan. Sebagai partai politik yang memproduksi pejabat publik, maka kepatuhan pada hukum publik harus menjadi kesadaran mendasar para petinggi parpol. PKS bukan lagi ormas yang masih memberi ruang pada dialektika gagasan menuju negara, PKS telah bergerak maju bertransformasi mengambil bagian di dalam negara.
Aksi walk out FPKS yang memprotes kepemimpinan Fahri Hamzah adalah pembangkangan hukum. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang menempatkan segala individu dan kelompok harus tunduk di bawah keputusan hukum.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah -dalam konfliknya dengan petinggi PKS- telah dimenangkan dua kali oleh pengadilan, pertama oleh putusan provisi dan kedua oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memperkuat provisi.
Dalam putusan PN Jaksel disebutkan bahwa Status Fahri sebagai anggota Partai, anggota DPR dan Pimpinan DPR harus di kembalikan. Sebagai parpol yang menjadi pilar utama dari negara seharusnya PKS menghormati putusan pengadilan. Di dalam negara hukum demokratis, konflik adalah dinamika sehari hari, demokrasi meyakini bahwa konflik dan dialektika akan membawa lompatan kualitatif bagi kehidupan manusia.
Demokrasi adalah sistem tentang seni mengelola konflik dalam rangka menemukan konsensus bersama yang berkeadikan bagi segala ragam identitas dan kepentingan yang berbeda beda. Dan konsensus umum tersebut didapatkan melalui tertib hukum. Dalam hal ini maka konflik selesai ketika sang hakim sudah membuat putusan, segala warga negara harus tunduk di bawah putusan pengadilan.
Kembali ke Aksi Walk Out PKS yang menolak kepemimpinan Fahri Hamzah. Tindakan tersebut tidak hanya tidak etis dilakukan oleh sebuah partai politik namun lebih daripada itu, tindakan petinggi PKS adalah sebuah tindakan makar dan pembangkangan terhadap sistem hukum yang berlaku di republik. Sangat disayangkan dan pantas dipertanyakan kembali penerimaan dan pemaknaan para pengurus PKS terhadap konsepsi bernegara.
Karena bahkan seorang wakil ketua Majlis Syuro PKS yang memegang jabatan publik sebagai wakil Ketua MPR RI yang bertugas mensosialisasikan kepatuhan terhadap konstitusi justru menjadi orang yang paling getol menunjukkan sikap pembangkangan terhadap keputusan pengadilan sebagai putusan resmi negara.
Tindakan itu membuat publik pantas bertanya apakah para pengurus PKS hari ini sudah benar benar memliki kesadaran untuk bernegara??? Jika iya maka sehatusnya mereka menghormati putusan dan perintah pengadilan.
Namun yang terlihat para pengurus PKS ditingkat pusat menganggao hukum internal partai lebih tinggi dari hukum negara. Sehingga apapun putusan pengadilan mereka abaikan dengan gaya semau gua seolah olah partai adalah milik pribadi danbukan badan publik.
Catatan di atas adalah argumentasi kuat kenapa para petinggi dan pengurus PKS priode ini harus segera diganti, karena tindakan pengabaian terhadap putusan resmi pengadilan adalah pembangkangan terhadap hukum yang berlaku di republik, dan pembangkangan terhadap hukum yang berlaku di republik berarti mereka belum sepenuhnya menerima konsepsi bernegara dalam wilayah hukum negara kesatuan republik indonesia. Padahal partai politik haruslah menjadi teladan dalam penegakan hukum dan kepatuhan terhadap prinsip prinsipndasar serta kaidah hukum yang berlaku.(*)
*) Penulis adalah Simpatisan PKS Sumbawa, NTB
Komentar