KabarNTB, Lombok Timur – Gempa tektonik berkekuatan 6,4 skala richter yang mengguncang Lombok, NTB, Ahad pagi 29 Juli 2018 tak hanya menimbulkan korban jiwa belasan orang dan puluhan orang mengalami luka-luka, serta ratusan bangunan (rumah/perkantoran) roboh.
Tetapi juga menimbulkan trauma mendalam bagi masyarakat di lokasi yang terdampak sangat parah akibat gempa itu. Warga yang kini masih berada di pengungsian masih enggan untuk kembali ke rumah masing-masing karena khawatir dan trauma.
Anggota DPRD NTB, H Johan Rosihan yang turun langsung ke lokasi terdampak gempa, menyatakan warga yang menjadi korban, tidak hanya membutuhkan bantuan air bersih, makanan dan tenda, tetapi juga mereka butuh penyembuhan dari trauma (trauma healing) yang dialami.
Kepada KabarNTB, H Johan menceritakan pengalamannya mengunjungi korban ke lokasi pengusian. Ia bertemu dan berdialog dengan salah seorang warga bernama Amaq Fadil.
Ia menuturkan, sebelumnya Amaq Fadil bersama dengan enam orang rekannya sebagai guide bagi para wisatawan yang mendaki gunung rinjani. Saat kejadian gempa dan longsor dijalur pendakian Gunung Rinjani beberapa kawannya tertinggal dan hingga kini masih menjadi misteri dimana posisinya.
“Saya lihat memang beliau (Amaq Fadil) sedikit trauma. Tapi, Alhamdulillah setelah saya sempat berbincang santai dan menghibur beliau, semuanya jadi lebih tenang,” kata pria yang akrab disapa Haji Jo ini, Senin malam 30 Juli 2018.
Dari dialog dengan warga yang menjadi korban itu, H Johan menyatakan warga sangat membutuhkan adanya tim trauma healing. Karena warga masih belum berani kembali untuk menginap di rumahnya. Hal itu dikarenakan, para korban masih merasa was-was terjadinya gempa susulan.
“Nah, ini juga penting (Tim Trauma Healing, Red). Karena mereka masih sangat trauma melihat dalam rumahnya sendiri. Bahkan untuk makan saja, mereka ada yang tidak sanggup karena kondisi psikologis,” ucapnya.
Selain itu, Ketua Komisi III DPRD NTB itu menilai distribusi bantuan masih kurang dikoordinasikan. Dimana masing-masing lembaga sosial, dinas instansi juga pemda masih jalan sendiri. Menyikapi persoalan ini kata Johan, lembaga sosial ataupun instansi terkait termasuk pemda perlu mengatur langkah agar beriringan sehingga terkesan kompak.
“Alangkah bagusnya menurut saya dinas sosial atau BNPB mendata lembaga sosial yang menurunkan tim dan posko. Selanjutnya dibagi posisinya pada daerah terdampak secara merata dan proporsional. Sehingga tidak terkesan jalan sendiri-sendiri dan penanganan/pendataan bisa lebih maksimal,” usul politisi PKS Kelahiran Sumbawa ini.(VR)
Komentar