KabarNTB, Mataram – Ketua Fraksi PKS DPRD NTB, Johan Rosihan menilai bahwa APBD NTB 2018 mengabaikan korban gempa Lombok – Sumbawa. Johan menyebut ada beberapa poin yang harus diperhatikan terkait penanganan pasca gempa yang sekarang berlangsung.
Ia memaparkan, Pemprov NTB melalui Gubernur NTB pernah menyatakan bahwa soal status bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan. Sebab, dukungan pusat terhadap daerah yakni NTB sudah begitu maksimal. Bahkan sikap nyata pemerintah pusat dalam membantu penanganan gempa dinilai TGB telah melebihi status bencana nasional.
Adapun kekhawatiran dari Gubernur TGB sehingga tidak menaikkan status tersebut menjadi bencana nasional lanjutnya, lantaran akan berdampak pada perekonomian masyarakat terutama pada sektor pariwisata.
“Padahal jika Pemprov NTB mengusulkan kenaikan status gempa menjadi bencana nasional, secara otomatis akan diambil alih oleh pusat. Terlebih dengan realita saat ini, dimana gempa bukan lagi berskala Pulau Lombok semata, tapi juga Pulau Sumbawa ikut terkena dampaknya,” urainya.
Untuk menilai kemampuan pemerintah daerah sambungnya, hal itu setidaknya tercermin melalui sumber daya pembiayaan yang terlihat pada postur APBD Perubahan NTB yang sedang dibahas bersama dengan DPRD dan Birokrasi Pemerintah Daerah yang akan menangani dampak yang diakibatkan oleh rentetan gempa tersebut.
Terkait dengan hal tersebut, Johan menggarisbawahi beberapa hal yang perlu dicermati. Pertama, saat ini Pemrov NTB bersama DPRD NTB sedang membahas KUA PPAS APBD Perubahan NTB. Dalam KUA PPAS itu, tidak dijumpai nomenklatur khusus terkait penanganan gempa Lombok-Sumbawa.
“Semestinya dalam latar belakang pembahasan KUA PPAS, gempa yang menggoyang Lombok-Sumbawa menjadi salah satu pertimbangan utama dalam konstruksi KUA PPAS Perubahan APBD 2018,” ujarnya.
Menurut Anggota DPRD NTB asal Dapil Sumbawa-KSB itu, penyebutan secara khusus penanganan gempa Lombok-Sumbawa dapat menunjukkan kesungguhan pemerintah daerah dalam mendesain penanganan dampak gempa Lombok Sumbawa.
Poin kedua, terkait alokasi belanja untuk penanganan dampak gempa, sejauh ini hanya bisa diidentifikasi pada dua pos. Pertama di pos belanja tidak terduga semula dianggarkan sebesar Rp.5.000.000.000,00 bertambah sebesar Rp.5.350.000.000,00 atau 107 persen menjadi Rp.10.350.000.000,00. Tambahan Belanja Tidak Terduga ini merupakan bentuk tanggap darurat Pemerintah Provinsi NTB terhadap Bencana Gempa Bumi yang terjadi di Kabupaten Lombok Utara.
Kedua, penambahan alokasi belanja langsung pada BPPD Provinsi NTB dari 264.552.779.100 menjadi 270.214.027.603. Ada kenaikan belanja langsung sebesar 5.661.248.503.
“Sementara alokasi belanja pada dinas/badan lain belum bisa diidentifikasi yang terkait dengan penanganan gempa Lombok-Sumbawa, karena ketiadaan nomenklatur khusus tersebut. Jangan sampai, ada keterangan berlebih, klaim atas alokasi program/kegiatan yang sebenarnya tidak tertuju pada penanganan korban gempa, namun diumumkan sebagai alokasi terhadap korban gempa,” warningnya.
Ia menyebut sebagai sebuah ironi, tatkala alokasi pembiayaan secara mandiri oleh Pemprov NTB kurang memadai terkait penanganan dampak gempa Lombok-Sumbawa, disaat yang sama Pemprov NTB mengirimkan surat untuk meminta bantuan keuangan atas dampak gempa. Surat tersebut disebutkan bernomor 900/1206/BPKAD/2018 bersifat ‘segera’ yang ditandatangani Wakil Gubernur NTB, Muhammad Amin di Mataram, 6 Agustus yang lalu dan ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
“Nah di poin keempat, dampak kerugian gempa Lombok Sumbawa diestimasi sebesar 7,7 Triliun. Sementara alokasi di APBN 2018 juga APBD NTB belum terlihat menjanjikan. Saya mengkhawatirkan, dengan mulai masuknya tahapan pemilu, maka penanganan dampak gempa Lombok-Sumbawa akan terabaikan. Pemprov hanya mengklaim diri mampu dapat menangani persoalan tersebut, namun pada kenyataannya berbanding terbalik,” tandasnya.(VR)
Komentar