Aktifis di Sumbawa Tuntut Pemerintah Cabut Regulasi Diskriminatif Terhadap Buruh Migran

KabarNTB, Sumbawa – Para aktifis dari Aliansi solidaritas perempuan (SP) Sumbawa, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Komunitas Kajian Isu Strategis (KKIS) menuntut pemerintah untuk segera mencabut kebijakan diskrimintif terhadap pekerja rumah tangga, khususnya huruh migran dan memprotes keras kasus perdagangan perempuan khususnya di Kabupaten Sumbawa.

Sejumlah tuntutan itu disuarakan dalam aksi demo dalam rangka peringatan hari buruh migran internasional 2019, Rabu 18 Desember 2019 di halaman depan kantor Bupati Sumbawa.

Menurut massa aksi, Indonesia merupakan salah satu negara pengirim tenaga kerja terbesar dan memiliki jumlah remitance yang tinggi. NTB khususnya di Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu daerah pengirim TKI terbesar terutama perempuan yang mayoritas bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

“Sementara di ketahui minimnya perlindungan perempuan buruh migran merupakan implikasi dari paradigma pemerintah yang lebih mementingkan aspek penempatan dan tata niaga daripada aspek perlindungan,” ujar salah seorang orator.

Aksi demo para aktifis di Sumbawa menuntut pemerintah mencabut regulasi diskriminatif dan memperkuat perlindungan buruh migran

“Mereka (perempuan buruh migran) masih dipandang sebagai komoditas untuk diperdagangkan dan tidak dianggap memiliki hak sebagai manusia maupun sebagai pekerja,” imbuhnya.

Diungkapkan, kasus kekerasan dan pelanggaran hak, terhadap buruh migran masih saja terjadi. Bahkan regulasi yang diterbitkan pemerintah juga tidak mampu memberikan perlindungan seperti yang diharapkan. Kepmen tenaga kerja Nomor 260 Tahun 2015 tentang penghentian dan larangan penempatan tenaga kerja Indonesia perseorangan ke negara Timur Tengah, justru memperbesar peluang terjadinya human traficking (perdagangan manusia). Sedangkan Undang -undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja buruh migran Indonesia, juga memuat aturan yang diskriminatif.

“Sementara di Kabupaten Sumbawa telah ada Perda Nomor 8 Tahun 2015 tentang pelayanan, penempatan dan perlindungan tenaga kerja ke luar negeri yang diharapkan dapat memberikan pelindungan bagi buruh migran perempuan, namun sayang Perda tersebut lebih banyak memuat penempatan daripada perlindungan,” ujar aktifis lainnya.

Para aktifis mendesak pemerintah khususnya Disnakertran Sumbawa untuk segera membentuk KPTKI, mendesak untuk segera merevisi perda Nomor 8 tahun 2015 agar menyesuaikan dengan UU PPMI Nomor 8 Tahun 2017, serta menuntut pemerintah segera mencabut kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang penghentian dan pelarangan penempatan ke Timur Tengah.

Mereka juga mendesak Pemda sumbawa untuk segera menyelesaikan kasus trafficking dan memenuhi hak buruh migran, serta menindak tegas pelaku trafficking.

Asisten Bidang pemerintahan dan Kesra Setda Sumbawa, HM Ikhsan yang menerima para.pengunjukrasa, berjanji bahwa Pemda Sumbawa akan segera mengkaji apa yang menjadi masukan demonstran, termasuk dalam hal revisi Perda tentang ketenagakarjaan.

Bukan itu saja, Pemda dalam waktu dekat akan memanggil perwakilan demonstran untuk membahas masalah ini dengan para pihak terkait.(JK)

Komentar