*) Oleh : Rizka Putri Aji
Mungkin tidak asing lagi terdengar ditelinga kita, bahwa ekonomi Indonesia sering kali mengalami berbagai gejolak. Ekonomi Indonesia bisa dikatakan belum stabil, bahkan lebih sering mengalami penurunan.
Beberapa waktu lalu, Danareksa Research Institute (DRI) memprediksi bahwa pada tahun ini, target pemerintah dalam hal ini pertumbuhan ekonomi akan mengalami kegagalan. Pernyataan ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mendekati 5 persen.
Pemerintah sendiri pada awalnya menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,3 persen. Namun, jika dilihat target tersebut akan sulit direalisasikan. Lalu bagaimana tanggapan pemerintah terhadap prediksi ekonomi Indoenesia yang akan terus menurun?
Presiden Republik Indonesia, Jokowi, mengangkat topik pertumbuhan ekonomi ini dalam narasinya di CEO Forum di Jakarta, Kamis 28 Nopember 2019.
“Tantangan kita ada di mana? Saya kira kita masih di pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kita tahun ini mungkin 5,04 persen atau 5,05 persen kira-kira. Tahun depan dengan global, menurut Bank Dunia, IMF, akan bisa turun lagi karena persoalan belum selesai,” ujar Presiden.
Seperti yang kita ketahui, dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini pembangunan infrastruktur terus mengalami perkembangan yang baik. Pembangunan infrastruktur yang paling dirasakan, contohnya seperti pembangunan jalan tol, kereta bawah tanah dan kereta layang, dan masih banyak lagi infrastruktur-infrastruktur yang dibangun untuk memudahkan masyarakat dalam menjalani aktivitasnya.
Akan tetapi, dengan pembangunan infrastruktur yang sangat signifikan, ternyata tidak berdampak banyak pada pertumbuhan ekonomi dalam 4 tahun terakhir. Dalam periode 2014-2018, ternyata pertumbuhan ekonomi kita rata-rata hanya berada diangka 5 persen. Tentunya hal ini sangat jauh dari angka yang sudah ditargetkan oleh pemerintah yaitu sebesar 7 persen.
Lantas apa penyebab pertumbuhan ekonomi terus melambat bahkan cenderung menurun ?
Pertama, kita menyadari bahwa kegiatan ekspor kita menurun, bahkan lebih cenderung dalam kegiatan impor. Contohnya, swasembada pangan di Indonesia. Seperti yang kita ketahui Indonesia masih banyak mengimpor beras dari negara-negara tetangga, seperti Vietnam (57,61 persen), Thailand (18,99 persen), Pakistan (17,90 persen), India (3,89), dan Myanmar (0,78 persen).
Kedua, pertumbuhan ekonomi yang melambat juga tidak luput dari kualitas sumber daya manusia yang tidak optimal. Bukan rahasia lagi kekayaan alam Indonesia sangatlah melimpah dan bernilai jual tiggi. Namun sayangnya Indonesia belum banyak memiliki sunber daya manusia yang berkompetensi dalam mengelola sumber daya alam di Indonesia.
Ketiga, hal ini berhubungan dengan faktor penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu sumber daya modal. Untuk mengelola sumber saya alam yang optimal, tentunya Indonesia harus memiliki modal yang cukup besar. Modal biasanya diperoleh dari utang piutang dan juga dari investor. Sebenarnya, hal ini lah yang dapat memberatkan perekonomian Indonesia dan hal ini akan berakibat pada pertumbuhan ekonomi yang rendah dan tidak stabil.
Mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi memanglah bukan perkara mudah. Sebab, Indonesia sendiri dirasa belum menunjukkan performa baiknya dikancah dunia dalam hal persaingan dagang dan produknya.
Indonesia dengan penduduknya yang mencapai 264 juta, tentu tidak mudah mencapai pertumbuhan ekonomi maksimal.
Masalah pengangguran yang belum teratasi dengan efektif juga menjadi kendala. Tingkat pengangguran di Indonesia terbilang masih cukup tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 5,01% dan pada saat ini jumlah pengangguran di Indonesia berjumlah 6,82 juta orang.
Diharapkan pemerintah dengan segala usahanya mampu mebuat terobosan untuk mengatasi merosotnya pertumbuhan ekonomi. Tentunya jika pertumbuhan ekonomi berjalan baik dan stabil. Karena meski tidak naik secara signifikan, namun jika pertumbuhan ekonomi terus mengalami kenaikan yang stabil tentunya masalah –masalah seperti kemiskinan akan segera teratasi. Semoga.
*) Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Vokasi Universitas Indonesia
Komentar