Pesan untuk Kebaikan dari Pentas ‘Sejuta Puisi untuk KSB’

KabarNTB, Sumbawa Barat – Puluhan seniman dan pecinta puisi di Kabupaten Sumbawa Barat berekspresi di satu panggung dalam event ‘Sejuta Puisi untuk KSB’ yang digagas Yayasan Bale Sastra di Kopi Kebun, Kompleks KTC, Taliwang, Jum’at malam, 20 Nopember 2020.

Penulis dan seniman KSB, pegiat Yayasan Bale Sastra, para pegiat lingkungan, LSM, politisi, profesional, Birokrat, termasuk kalangan Pers ikut ambil bagian dalam event yang diselenggarakan untuk merayakan Hari lahir ke-17 tahun Kabupaten Sumbawa Barat itu.

Wahyu Sunan Kalimati, seniman dan penulis, saat membacakan puisi berjudul Sumbawa karyanya di Pentas “Sejuta Puisi untuk KSB’ yang digagas Yayasan Bale Sastra (20/11)

Satu persatu para peserta naik ke panggung membacakan puisi masing-masing. Banyak diantara puisi-puisi tersebut yang merupakan karya budayawan dan seniman lokal. Temanya-pun beragam. Tentang Indonesia, kritik sosial, kritikan terhadap penguasa, lingkungan, Doa untuk KSB, instrospeksi diri, bahkan tentang sampah yang kian meresahkan.

Ada dua puisi orasi yang dibawakan tanpa teks oleh politisi Mustakim Patawari tentang kegelisahan yang dirasakannya di usia ke-17 tahun KSB, kritik atas minimnya lapangan kerja, dan kolom kosong yang menjadi lawan pasangan petahana di Pilkada KSB.

Hendri Kusnadi, Ketua Yayasan Bale Sastra membawakan puisi tentang ‘Preman Kampung’ yang pongah dengan tingkah menggelitik dalam pertarungan memperebutkan cinta seorang perempuan. “Langkahi dulu mayatku, satu abad rasanya aku menanti hari ini, tak rela ada yang melirik kekasihku, maka neraka adalah tempatmu. Bangsat!”

Puisi tentang cinta dibalut kenikmatan secangkir kopi hitam dan ‘roko jontal’ (rokok daun lontar) dibawakan birokrat muda Ajad Sajadah. Sementara Dani Koeroes, pegiat LSM, tampil berapi-api membawakan puisi berisi kritik pedas untuk penguasa berjudul ‘Gila’.

Kegilaan dan tipu daya Sengkuni dibacakan dengan eskpresif oleh pegiat lingkungan hidup Youri Kebak Sake. Sampah yang merusak lingkungan dan akal fikir dikemas dalam puisi ciamik oleh Bambang Supriadi. Lalu emosi para penonton dan peserta diaduk-aduk oleh penampilan mempesona lewat lirik lagu dan puisi kecintaan terhadap negeri yang dibacakan Asri Hamim.

Wahyu Sunan Kalimati, seorang seniman dan penulis, sebagai penutup penampilan malam itu menyimpulkan puisi – puisi yang dibacakan para peserta punya satu pesan yang sama tentang keinginan untuk perubahan dan kebaikan. Ia kemudian menutup Sejuta Puisi untuk KSB dengan Puisi berjudul ‘Doa’ yang ditulisnya sebagai wujud kecintaannya untuk Tana Pariri Lema Bariri.(EZ)

Komentar