DPI SPAT Desak Disosnakertrans KSB Panggil PT GB

Taliwang,KabarNTB – Dewan Pimpinan Induk (DPI) Serikat Pekerja Tambang (SPAT) Samawa mendesak pemerindah daerah (Pemda) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) untuk memanggil PT Grama Bazita (PT GB).

Desakan itu menurut Sekjen DPI SPAT Samawa Hendrian dinilai relevan, jika dilihat dari kebijakan perusahaan yang sampai dengan saat ini tidak pernah melaksanakan kewajibannya dalam hal membayar gaji karyawan selama dirumahkan, dan tidak pernah melaporkan ke dinas bersangkutan terkait pemanggilan terhadap karyawan dirumahkan tersebut, serta telah terjadi intervensi dan pembunuhan karakter terhadap karyawan local yang dipanggil untuk kembali bekerja dengan syarat karyawan harus menandatangani surat pernyataan yang dinilai telah menciderai hak-hak karyawan yang dibuat oleh pihak perusahaan sendiri.

Isi dari surat pernyataan itu sambung Hendrian, karyawan diminta bersedia bekerja kembali di proyek batu hijau secara bertahap atas pekerjaan di PT NNT, atas pekerjaan ini karyawan diminta tidak menuntut pembayaran gaji yang tertunda (Periode bulan Juli, Agustus dan September) dan menyetujui perhitungan gaji sejak awal karyawan dipekerjakan kembali.

Selain itu karyawan juga diminta untuk menuruti semua aturan kerja yang berlaku di proyek batu hijau dan PT GB, dan status hubungan kerja yang akan berlanjut sesuai dengan hubungan kerja (Kontrak—Red) sesuai dengan hubungan kerja sebelumnya, demikian juga dengan konfensasi atau gaji yang diterima karyawan. “Jika kita melihat dari perbuatan yang telah dilakukan oleh PT GB tersebut, sudah seharusnya Dissosnakertrans memanggil secara patut atau bila diperlukan memperingati dengan keras perusahaan tersebut,” desaknya.

Perlu diketahui kata Hendrian, dari 70 karyawan terdapat sebanyak 90 persen adalah karyawan local, dan tindakan yang dilakukan perusahan jelas-jelas telah mengobrak-abrik ketentuan perundang-undangan tentang ketenaga kerjaan.

“Isi dari pernyataan poin diatas, bagi kami sangat lucu. Jelas-jelas hak-hak karyawan wajib dibayar karena telah dilindungi UU, dan juga hubungan antara kedua belah pihak tidak ada pemutusan hak kerja (PHK). Walaupun ada itu hanya versi perusahaan yang melakukan PHK sepihak denga alasan mengundurkan diri yang tidak jelas,” katanya.

Padahal jika merujuk pada  UU No.13 Tahun 2003 Pasal 151 ayat (3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Dan Pasal 155 ayat (1) yang mengatakan Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.

Artinya terang Hendrian, bahwa secara Hukum dan aturan Ketenaga Kerjaan yang berlaku, apa yang menjadi hak karyawan seharusnya wajib dibayar dan karyawan wajib dipekerjakan kembali demi hukum tanpa syarat apapun.

“Kami dari SPAT sangat kecewa dan mempertanyakan prihal tersebut. Kenapa ini bias terjadi, dan kemana peran pemerintah dalam hal ini instansi terkait,” tandasnya.

Maka dari itu tutup Hendrian, pihaknya meminta keadilan untuk para karyawan yang terlibat sebagi anggota SPAT Samawa atas nama hukum.

“Yang membuat kami sangat kecewa bahwa, jika karyawan tidak bersedia menandatangani surat pernyataan maka karyawan akan didiskulifikasi. Dengan keadaan dan kondisi tersebut maka karyawan dengan berat hati dan secara terpaksa menandatangani surat pernyataan untuk membela Hidup mereka agar tetap kembali bekerja,” pungkasnya. (Kn-02)

Komentar