KabarNTB, Mataram – Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menolak dan sepakat menghapus pasal tentang pengenaan pajak progresif terhadap kendaraan bermotor (ranmor) pribadi untuk kepemilikan kedua, ketiga, keempat kelima dan seterusnya sebagaimana tertuang dalam rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Pajak Daerah yang diusulkan oleh Pemerintah setempat.
Penolakan itu disampaikan dalam Laporan Pansus yang dibacakan juru bicara sekaligus Ketua Pansus II, Johan Rosihan di Rapat Paripurna DPRD NTB, Selasa 30 Mei 2017.
Dalam Ranperda pajak daerah pasal 9, diatur bahwa tarif pajak progresif yang akan dikenakan paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 3,5% (tiga koma lima persen). tarif pajak progresif tersebut meliputi kepemilikan kendaraan bermotor pribadi roda 4 (empat) dan roda 2 (dua) dengan isi silinder 250 cc keatas.
“Pansus menyarankan untuk dipertimbangkan lebih lanjut secara mendalam, mengingat dampaknya terhadap masyarakat sebagai konsumen akan sangat terbebani jika ketentuan itu diberlakukan,” ujar Johan Rosihan.
Menurut Pansus, saat ini konsumen sudah cukup dibebani dengan berbagai jenis pajak saat pembelian kendaraan, seperti pajak pertambahan nilai (PPn), pajak penjualan barang mewah (PPNBM), pajak kendaraan bermotor (PKB), dan bea balik nama (BBN).
“Pemerintah daerah harus berhati-hati mengeluarkan kebijakan baru tersebut dan hendaknya sudah dianalisis secara mendalam dampak turunan apakah yang akan terjadi dari kebijakan baru ini serta akan mengganggu sektor ekonomi atau tidak,” sebut Johan.
Kenaikan pajak yang terlalu tinggi, menurut Pansus, akan membebani masyarakat dan/atau menghambat sektor ekonomi lain, bukan sektor otomotif, tapi juga industri pendukung lainnya, seperti suku cadang, ban, dan lain-lain, termasuk juga tenaga kerja didalam. Bila kebijakan tersebut untuk membatasi jumlah pertumbuhan kendaraan dan mengatasi kemacetan, maka pemerintah daerah seharusnya menyiapkan dulu infrastruktur jalan dan transportasi umum yang memadai sebelum memberlakukannya.
“Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas yang merupakan hasil studi banding dan diskusi intensif Pansus pajak DPRD maka pihak eksekutif menarik/ menghapus pasal 9 terkait penerapan pajak progresif,” imbuh Johan.
Selain itu, hasil rapat panitia khusus bersama eksekutif juga sepakat merubah judul Ranperda yang semula “rancangan peraturan darah tentang pajak daerah” menjadi “rancangan peraturan daerah tentang perubahan kedua peraturan daerah nomor 1 tahun 2011 tentang pajak daerah”. Merubah pasal 7 ayat 1 perda nomor 1 tahun 2011 tentang tarif PKB dari semula 1,5% diubah menjadi 1,7%, menambah pasal tersendiri tentang pengaturan kendaraan plat luar daerah yang pokoknya mengatur tentang pelaporan, pendataan dan pendaftaran.
Juga merubah pasal 4 ayat (2) pada perubahan kedua perda nomor 1 tahun 2011 tentang pajak daerah menjadi : “kendaraan bermotor luar daerah yang digunakan di dalam daerah lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus menerus wajib melaporkan kepada kepala badan pengelolaan pendapatan daerah.(Bi)
Komentar