KabarNTB, Mataram – Konfrensi Internasional dan Multaqa Nasional Alumni Al-Azhar Mesir di Indonesia yang diselenggarakan selama tiga hari (17 sampai 19 Oktober 2017), di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, memberi perhatian serius terhadap sejumlah isu strategis ummat Islam.
Itu tergambar dari beberapa ukuran yang dihasilkan konfrensi yang menghadirkan sejumkah nara sumber dari beberapa negara dan membahas 45 lembar kerja yang membahas isu keislaman itu.
Dalam keterangan resmi Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Dr TGB M Zainul Majdi dan Mustasyar, Prof Dr M Quraish Shihab yang diterima KabarNTB, rekomendasi itu, mulai dari wacana keagamaan kontemporer terkait kerukunan hidup ummat manusia, pemikiran ekstrem dan radikal, cinta tanah air dan bela negara sampai masalah fatwa di media sosial.
Dalam point keenam rekomendasi, ditegaskan: “Perlunya sikap kehati-hatian dalam menerima fatwa agama yang ada di media sosial. Fatwa kegamaan harus tunduk pada sumber-sumber yang otoritatif dengan ketentuan kondisi dan adat masyarakat lokal”.
Selain itu, rekomendasi penting lainnya:
“Perlunya jaringan alumni alumni Al-Azhar dengan membuka cabang di seluruh belahan dunia, untuk secara bersamaan sama-sama dan bahu membahu ekstrem dan radikal, antara lain pemikiran yang menghalalkan darah dan tindakan kriminal dengan mengatasnamakan agama”.
“Perlunya menyusun rencana dan langkah kongkrit terkait wacana religi kontemporer yang melandasi kerukunan hidup umat manusia, menjauhi ujaran kebencian dan tindak kekerasan, hormati manusia, mencintai jiwa, mencintai tanah air dan bela negara, dan mengukuhkan sikap moderat dan toleran”.
“Perlunya membuat perencanaan dan langkah-langkah kongkrit melalui pelatihan para dai dalam kedepan fenomena ekstremisme, radikalisme dan fanatisme beragama, dan isu-isu terkait”.
“Perlunya menyebarluaskan secara masal respon ulama Al-Azhar terkait isu-isu yang tinggal kehidupan beragama yang moderat melalui jaringan alumni dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi”.
“Perlunya menyebarluaskan teologi Asyari dalam masalah akidah yang merupakan benteng pelindung Islam dari pemikiran dan ideologi ekstrem dan radikal. Teologi Asyari tidak membenarkan tindakan saling mengkafirkan sesama orang yang berkiblat ke Ka’bah”.
Dan “Perlunya dibentuk khusus untuk menindaklanjuti keputusan dan rekomendasi yang dihasilkan”. (By)
Komentar