Ribuan GTT-PTT Ancam Mogok Kerja, DPRD Sumbawa Terbitkan Rekomendasi

KabarNTB, Sumbawa – Ribuan tenaga honorer yang terdiri dari guru tidak tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang melaksanakan aksi demo di DPRD Kabupaten Sumbawa, mengancam akan melakukan aksi mogok kerja jika tuntutan mereka untuk diangkat sebagai CPNS tidak direalisasikan.

Korlap aksi, Yuyun Komalasari dalam orasinya di Kantor DPRD Sumbawa, menegaskan, jika tuntutan GTT dan PTT untuk diangkat sebagai CPNS tidak terealisasi, mereka akan melakukan aksi mogok kerja.

“Kami akan mogok kerja, bila perlu hingga ujian nasional (UN) mendatang,” cetusnya.

Aksi demo ribuan GTT dan PTT di Kantor DPRD Sumbawa, Senin 1 Oktober 2018

Dalam point 3 pernyataan sikap dan tuntutan mereka, massa GTT – PTT meminta pemerintah untuk menuntaskan masalah status tenaga honorer di bidang Pendidikan dan Tenaga Kependidikan secara bertahap dengan cara mengangkatnya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tanpa Tes.

Mereka juga menolak perekrutan Pengawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Komisi IV yang menemui para demonstran, berjanjinakan memperjuangkan tuntutan GTT dan PTT ke pemerintah pusat.

“Apa yang menjadi harapan demonstran akan kami perjuangkan ke pemerintah pusat menginggat ini merupakan kebijakan pusat,” ujar Ketua komisi IV Ida Rahayu yang didampingi sejumlah anggota Komisi terkait.

Ida menjelaskan, Pemda sebelumnya telah berupaya maksimal membahas masalah tersebut melalui beberapa komunikasi dengan kementerian terkait. Termasuk mendorong Pemerintah Pusat untuk segera mengangkat PTT maupun GTT.

“Namun hinggs saat ini belum ada realisasi,” timpal Ida.

DPRD Sumbawa juga menerbitkan rekomendasi terkait tuntutan para GTT dan PTT. Rekomendasi itu untuk mendorong untuk apa yang menjadi tuntutan GTT dan PTT maupun tenaga sukarelawan lainnya agar segera ditindaklanjuti pemerintah disemua tingkatan.

Terkait ancaman mogok kerja oleh GTT dan PTT, Komisi IV mempersilahkan untuk dilaksanakan.

“Bila perlu setahun penuh tidak mengajar atau mogok bekerja, itu hak pribadi dan bukti kekecewaan tenaga honorer kepada Pemerintah yang dinilai tidak pro honorer,” tandas Ida Rahayu.(JK)

Komentar