Tanpa Tambang Ekonomi KSB Tetap Bisa Tumbuh Positif

KabarNTB, Sumbawa Barat – Ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) tetap bisa tumbuh meski tidak ada tambang. Pertumbuhannya-pun sebanding dengan pertumbuhan ekonomi nasional dengan rata-rata 5 persen.

Dari data makro yang diekspose Badan Pusat Statistik (BPS) KSB, Rabu 18 Desember 2019, menunjukkan, Pertumbuhan ekonomi KSB dengan tambang menunjukkan trend penurunan sejak tahun 2016 menjadi 7,01928 persen, setelah mencapai puncaknya pada 2015 di angka 107,06694 persen. Di Tahun 2017 pertumbuhan ekonomi KSB dengan tambang turun lagi di angka -19,10198 persen dan di tahun 2018 diangka -34,08011 persen.

Sementara pertumbuhan ekonomi KSB tanpa tambang relatif stabil. Tahun 2015 berada di angka 5,09423 persen, lalu naik sedikit ke angka 5,09878 persen di tahun 2016 dan naik lagi menjadi 5,3292 persen di tahun 2017. Tahun 2018 pertumbuhan ekonomi KSB turun ke angka 4,18395 persen.

Kepala BPS KSB, Muhammad Ahyar menyatakan, penurunan itu terjadi, selain karena kondisi ekonomi secara global, juga disebabkan bencana gempa yang mengguncang KSB dan sebagian besar wilayah NTB pada agustus – september 2018.

Digram angka pertumbuhan ekonomi KSB tanpa tambang (sumber BPS)

Kondisi serupa juga terlihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) KSB dengan dan tanpa tambang. PDRB KSB dengan tambang mengalami trend penurunan sejak tahun 2017. Data BPS menunjukkan, PDRB atas dasar harga berlaku menurut pengeluaran dengan (keberadaan) tambang pada 2016 sebesar Rp 25.731.463,84. Tahun 2017, turun menjadi Rp 24.038.107,68 dan Tahun 2018 turun lagi menjadi Rp 17.359.309,31. Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha dengan tambang pada 2016 sebesar Rp 25.731.463,84. Tahun 2017 turun menjadi Rp 24.038.107,68 dan Tahun 2018 turun lagi menjadi Rp 17.359.309,31.

Sementara PDRB KSB atas dasar harga berlaku menurut pengeluaran tanpa tambang pada 2016 sebesar Rp 3.372.034,28, naik menjadi Rp 3.692.026,70 pada 2017 dan naik lagi menjadi Rp 4.004.107,69 pada 2018. Demikian pula PDRB KSB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha. Pada 2016 sebesar Rp 3.372.034,28 naik menjadi Rp 3.692.026,70 pada 2017 dan meningkat menjadi Rp 4.004.107,69 pada 2018.

“Apakah tanpa tambang ekonomi KSB tetap bisa tumbuh, buktinya setelah kita pilah, posisi (pertumbuhan ekonomi) pada angka normal pertumbuhan ekonomi Indonesia,” sebut Ahyar.

Diagram angka pertumbuhan ekonomi KSB dengan tambang (sumber : BPS)

Dijelaskannya, seluruh produksi barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah KSB (termasuk perusahaan) tanpa memandang darimana pemiliknya, semua dicatat sebagai produk domestik KSB, salah satunya tambang. BPS kata dia, menganalisa dari seberapa besar volume konsentrat yang diekspor per bulan, sehingga akumulasi dalam satu tahun menunjukkan terjadi penurunan. Kondisi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PTAMNT) – perusahaan pengelola tambang Batu Hijau – yang saat ini sedang dalam masa peralihan dari fase VI ke fase VII dimana tidak ada aktifitas penambangan dan hanya mengelola raw material dari stok pile, menjadi penyebab penurunan dimaksud.

Kebijakan internal perusahaan menyangkut karyawan juga ikut berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi dan PDRB KSB dengan tambang.

“Secara langsung mungkin tidak, tetapi secara perputaran uang mungkin ada. Silahkan diamati dengan sistem seluruh pegawai dimasukkan camp yang dulunya mereka bisa kos (di wilayah sekitar tambang). Lalu biasanya dulu (karyawan) dijemput ojek pulang pergi, sekarang tidak, itu ada dampaknya. Berapa persen? saya berharap ada kajian dari pemda. Pemda sudah menyuarakan itu, karena dampak ekonominya seperti itu,” urainya.

Meski demikian, Ahyar menegaskan bahwa kebaradaan tambang tetap bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi.

“Artinya tambang tetap bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi KSB, kita tidak bisa menutup mata tentang itu. Dengan adanya tambang mempercepat proses, memperbanyak perputaran uang, ada fasilitas,” demikian Ahyar.(EZ)

Komentar